Senin, 04 Oktober 2010

Bagaimana Rasanya Menjadi Orang Miskin? (2)

Tahun 2000 merupakan tahun neraka bagi keluarga kami, masalah datang silih berganti. Pabrik bapak yang sudah tidak kompetitif lagi karena kesulitan membeli bahan baku yang sudah mahal dan harus dibayar dimuka, perusahaan karton mulai jor-joran harga walaupun untung kecil tapi yang penting bisa jalan kata mereka sehingga membuat bisnis karton menjadi tidak sehat, masalah pesangon karyawan yang berjumlah 9 orang, membayar cicilan kredit bank yang mulai membengkak, cicilan kendaraan dan masalah kesehatan ibu.

Tanpa disadari juga, saya hanya berkonsentrasi di pabrik dan mengakibatkan usaha pribadi  ikut goyang juga yang disebabkan tidak terurus, langganan mulai kabur karena service yang tidak memuaskan, kontak konsumen mulai berkurang sehingga konsumen melirik ke tempat lain dan sebagainya. Disamping itu untuk memenuhi pesanan barang, saya mulai kesulitan dana karena modal saya banyak dipakai untuk membayar pesangon karyawan bapak karena keuangan bapak mulai menipis bahkan cenderung minus. lama kelamaan saya ikut juga menjadi bangkrut.

Sebelumnya tahun 1998, kami sekeluarga pernah diingatkan oleh seorang laki-laki tua yang datang bersama teman. Beliau datang atas inisiatif sendiri setelah teman menceritakan tentang diri saya. Beliau mengingatkan kami sekeluarga untuk lebih sabar dan pasrah dalam menghadapi hidup yang akan datang. Beliau banyak cerita tentang sejarah manusia dan sempat menyinggung silsilah keluarga ibu dan bapak kami serta hafal nama-nama kakek nenek kami padahal kami tidak pernah cerita kepada beliau. Ini yang aneh. Pada saat itu kami menganggap semua itu kebetulan saja karena beliau datang dengan pakaian serba hitam seperti orang Badui. Dan setelah benar mengalami kejadian-kejadian yang disebutkan beliau barulah kami mengerti apa maksud perkataan beliau. Pada kenyataannya nanti beliaulah yang selalu mendampingi kami dalam menghadapi cobaan dan ujian hidup yang berat dalam sejarah keluarga kami. Beliaulah yang selalu memotivasi dan memberikan nasehat, saran dan lain-lain untuk selalu yakin bahwa Allah SWT selalu mneyertai keluarga kami.

Singkat cerita, keluarga kami sudah benar-benar bangkrut. Hutang bank yang tadinya hanya Rp 750 juta membengkak menjadi Rp 2,25 milyar (akibat naiknya nilai mata uang dollar) sehingga rumah di Jakarta Barat yang kami tempati dan pabrik yang menjadi agunan disita oleh bank dan dimasukkan dalam BPULN (Pelelangan Negara). Ruko, sawah warisan kakek dan rumah di Jawa dijual untuk menutupi hutang-hutang pada pihak ketiga seperti suplier, leasing mesin, pesangon karyawan, dan lain-lain. Kendaraan yang berjumlah 7 buah berupa truk 2 buah, mobil box 2 buah, mobil pribadi 3 buah dijual juga untuk menutupi beban cicilan membayar kredit kendaraan bermotor dan biaya rumah sakit Ibu.

Pada waktu saya berpikir Bapak goyah dan stres sehingga sakit karena beliau punya penyakit jantung. Ternyata tidak malah kuat. Justru yang tidak kuat adalah ibu saya. Ibu saya shock dan tidak menduga dalam waktu sekejap semuanya berubah secara drastis. Sewaktu jaya bisa pegang uang sampai Rp 1 juta seharinya dan belanja kemana-mana sehingga kadang-kadang mubazir (inilah yang mungkin Allah SWT marah), tiba-tiba tidak punya uang sama sekali. Akhirnya ibu stres dan mulai sakit-sakitan. Sebagai informasi sejak tahun 1998-2006, rumah sakit adalah langganan tetap ibu saya. Ibu bisa  masuk rumah sakit  rata-rata 3-4 kali  dalam setahun. Luar biasa cobaan ini. Sakit ibu adalah empedu, diabetes dan jantung. Parah-parahnya adalah stroke tahun 2006 dan sampai sekarang beliau hanya bisa duduk lunglai di kursi roda. Dokter-dokter yang menangani ibu selalu mengatakan faktor yang paling berpengaruh menyebabkan sakitnya beliau adalah masalah psikis (banyaknya pikiran dan ketakutan terhadap masa depan keluarga).

Dalam menghadapi cobaan ini, kondisi bapak selalu sehat dan terus mencari solusi walapun semuanya buntu tanpa ada penyelesaiaan yang pasti. Bahkan bapak sempat ditipu oleh orang-orang yang mengaku lawyer untuk mengatasi hutang bank (bukan selesai malah menjadi runyam dan banyak uang yang terbuang sia-sia) dan sempat datang ke orang pintar untuk meminta tolong bagaimana menyelesaikan masalah hidup ini (itupun juga sia-sia). Kadang-kadang emosi beliau meledak-ledak dan rumah terasa seperti neraka dan tidak nyaman lagi. Karena saya yang selalu menemani dan tinggal dalam satu rumah sehingga saya merasakan ibarat kapal pecah dimana nahkodanya lagi mabuk sehingga kapal menjadi oleng dan terbawa ombak.

Setelah segala daya upaya dan usaha yang tidak mengenal lelah tanpa ada solusi, sementara kami sudah tidak punya apa-apa karena barang di rumah satu per satu dijual. Coba anda bayangkan, kami menempati rumah seluas 484 m2 di dalam kompleks perumahan mewah tetapi untuk makan aja susah. Mana mungkin orang akan percaya? Ada peristiwa lucu, sewaktu mobil kami yang terakhir dijual sehingga kami harus jalan kaki kemana-mana. Setiap mau pergi, saya selalu lihat kanan kiri ada atau tidak orang melihat saya jalan kaki karena ada perasaan malu (sebetulnya sih tidak ada masalah waktu itu) dan kondisi memaksakan saya naik kendaraan umum untuk pergi kemana-mana. Yang lucunya naik kendara umum salah melulu rutenya karena memang sejak kecil kami selalu memakai kendaraan pribadi.Tetapi ada hikmahnya yaitu saya menjadi mengerti dan hafal rute-rute bis, angkot, metro mini dan mikrolet. HeeeHeeehee.

Sejak tahun 2001-2004 teror-teror juga menjadi santapan sehari-hari kami. Berbagai macam teror yang terjadi:

1. Debt Collector kartu kredit ibu dengan cara mengancam sampai mendatangkan orang dengan wajah seram ke rumah karena telepon kami sudah tidak bisa dihubungi (tunggakan telepon sampai 4 bulan).

2. Petugas PLN yang ingin mencabut listrik karena tunggakan sampai 5 bulan. Sementara listrik di pabrik sudah dicabut karena menunggak sampai 6 bulan.

3. Spekulan perumahan yang datang dengan pongahnya sambil mengatakan rumah kami khan akan dilelang berdasarkan info Pelelangan Negara. Jadi mereka akan membeli rumah kami dengan harga yang murah dan kami harus segera meninggalkan rumah itu segera apabila mereka sudah membayar kepada Pelelngan Negara.

4. Telepon dari oknum pelelangan negara yang selalu mengancam rumah dan pabrik akan disegel serta akan dipasang plang sitaan kalau kami tidak memberikan sejumlah uang sebagai uang penundaan lelang.

5. Telepon dari oknum bank dan pelelangan negara dengan mengirim daftar aset yang akan dilelang hari ini dan di daftar itu ada nama bapak dan daftar aset bapak tanpa mengirim surat undangan pelelangan. Disebutkan pabrik dan rumah akan dilelang dengan nilai hanya Rp 1,2 milyar sehingga kalau lelangan itu terjadi maka kami masih harus membayar sisa hutangnya sebesar Rp.1 milyar. Wow sudah agunan hilang masih ada hutang lagi hahahaha.

6. Banyak orang-orang yang datang ke rumah dengan niat mau membeli rumah dan pabrik dengan alasan ingin meringankan beban kami. Pada kenyataannya adalah bohong belaka (modus penipuan).

7. Masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhirnya yang kami kuatirkan datang juga. Ada sebuah surat dari Bank dan BPULN yang mengundang Bapak untuk menghadiri pelelangan aset kami keesokan harinya. Inilah puncak dari seluruh masalah keluarga kami. berarti setelah dilelang kami (ibu-bapak dan saya beserta 2 orang keponakan) harus meninggalkan rumah dan harus mencari kontrakan karena rumah bapak yang di cempaka putih sedang dikontrakan dan masa kontrak masih 2 tahun lagi. Ketika saya tunjukkan kepada bapak, beliau terdiam dan seperti orang linglung dan tiba-tiba mengatakan ingin pergi ke Yogya, Nah loh. Wong besok rumah mau dilelang malah pergi ke Yogya. Ini kenyataan, sekuat-kuatnya manusia ada masanya ketidakberdayaan manusia.

Kemudian saya ajak bicara dari hati ke hati walaupun hati saya juga deg-degan dan alhamdulillah beliau tenang kembali dan berusaha telepon lewat wartel ke salah satu petugas lelang yang dikenal. Akhirnya diperolehlah  solusi bahwa pelelangan aset kami dapat ditunda selama 6 bulan sengan syarat membayar Rp 50 juta sebagai pelicin. Wow pikir saya, makan saja susah. boro-boro 50 juta wong 50 ribu aja ga punya. Masalah ini tidak saya ceritakan ke ibu saya (kondisi sakit) kecuali kepada kakak adik saya tetapi tetap tidak ada solusi. Sekarang malah saya yang stres dan marah ini cobaan apalagi dari Tuhan yang selalu memberikan jalan buntu kepada keluarga kami. Karena tidak ingin membuat runyam di rumah, jam 1 malam saya pergi ke warung depan rumah hutang bir, rokok kemudian saya pergi ke sebuah mushola. Di dalam musholah saya duduk sambil minum bir dan berteriak mengeluarkan sumpah serapah kepada Allah SWT. Katanya Engkau Rahman-Rahiim dimana Rahman-Rahiim-MU. Kami telah berdoa siang dan malam tetapi tetap Allah tidak memberikan jalan dan masalah selalu datang silih berganti (belum selesai yang satu datang lagi yang baru). Nah disitulah puncak ketidak percayaan saya tentang adanya Allah SWT.

Ketika saya mulai capek berteriak dan lagi menunduk tiba-tiba datang suara dan wujud seperti orang tua sambil marah-marah dan menunjuk-nunjuk saya. Salah satu perkataannya yang selalu saya ingat adalah "Hai manusia, sesungguhnya engkau tidak merugi. Allah telah memberikan banyak kenikmatan kepada kamu dan keluargamu. Tidak bersyukurkah engkau. Engkau baru kehilangan harta belum kehilangan orangtuamu,saudara-saudaramu apalagi nyawamu. Baru kehilangan harta saja sudah sombong kamu. Ingat Allah akan membantu umat ciptaan-Nya ketika umat-Nya mencapai tingkat keputusasaan paling tinggi"
Maaf saya sempat merinding dan menangis kalau mengingatnya.

Wajah orang tua itu selalu saya kenang dan mengingatkan saya kepada orang tua yang pernah datang ke rumah kami tahun 1998. Kemudian saya pergi ke rumah teman pada saat itu juga dan minta alamatnya serta nomor telepon orang tua tersebut. Kemudian saya menelpon beliau dan menceritakan semua kejadian yang saya alami. Dengan santainya beliau mengucapkan "Nasruminullah wa fathum qarib". Beliau menasehati saya agar tenang dan masalah akan segera selesai.

Benar saja jam 6 pagi saya di telpon oleh seorang teman yang baru pulang dari Amerika. Teman mengatakan bahwa dia tahu kondisi saya dan mau membantu. Kemudian saya menyampaikan kepadanya  kalau  butuh uang Rp 50 juta. Langsung saja teman menyatakan kalau dia mempunyai  uang Rp 5 juta dan sejumlah  uang dalam bentuk dollar AS yang didepositokan di bank yang baru satu bulan lagi uangnya bisa diambil.

Selanjutnya saya menceritakan kepada bapak. Akhirnya Bapak berhasil melakukan pembicaran, negoisasi dan disetujui. Herannya uang Rp 5 juta diantar sendiri oleh teman ke tempat pelelangan pada jam 9 pagi setelah janjian dengan Bapak. Uniknya oknum pelelangan mau menerima  tanpa pernah menyinggung uang Rp 50 juta yang pernah mereka minta. Mukjizat-nya adalah rumah dan pabrik tidak jadi dilelang dan ditunda selama 6 bulan lamanya.

Selama 6 bulan itu kami terus berusaha dan akhirnya ditemukan solusi yaitu dengan mengirim surat ke Menteri BUMN, Menkeu, Menteri UKM & Koperasi sampai ke Presiden. kami mendapatkan rekomendasi/reposisi dari Menteri Keuangan kepada Bank yang menyatakan bahwa berhubung dalam rangka akan dikeluarkannya Keppres No 65 atau 56 tahun 2002 (saya lupa) tentang penghapusan hutang industri kecil-menengah kepada lembaga-lembaga keuangan negara termasuk bank-bank pemerintah. Industri kecil-menegah akan mendapatkan penghapusan bunga bank dan pemotongan hutang pokok sebesar 25%. Penyelesaian hutang tersebut disesuaikan dengan kondisi dan cara lembaga-lembaga keuangan negara. Ini baru solusi dalam hati saya tapi bayarnya pakai apa?

Akhirnya rumah kami di Jakarta Barat dijual senilai Rp 1 milyar dan uangnya dibayar untuk hutang bank yang tadinya Rp 2,25 milyar menjadi Rp 790 juta. Sisanya kami pakai untuk menutupi hutang-hutang yang lain dan memulai hidup lagi. Ya memang kami kehilangan rumah tetapi tidak kehilangan pabrik yang nantinya bisa menjadi modal kerja saya. Seperti diketahui untuk membangun pabrik , bapak mengagunkan rumah kepada bank sehingga sebetulnya kami tidak merasa rugi paling yang hilang hanya kenangan-kenangan indah di rumah yang kami tempati selama 24 tahun. Tahun 2002 kami pindah ke rumah lama di Jakarta Pusat.

Cerita ini selalu saya sampaikan kepada siapapun yang saya kenal bukan ingin ghibah, riya apalagi sombong dan menceritakan aib keluarga kami. Bukan itu maksud saya. Saya selalu mengharapkan cerita ini menjadi pelajaran dan tidak menginginkan apa yang terjadi pada keluarga kami jangan sampai terjadi pada keluarga yang lain. Dan yang sekarang sedang mencapai puncak karir selalu ingat dan punya antisipasi bagaimana kalau saya mengalami kejadian itu. Kepada orang miskin yang bermimpi menjadi kaya , seharusnya mulai bertanya dalam sendiri apakah bila saya kaya, ibadah saya kepada Allah SWT akan sama intensitasnya dengan kondisi saya sewaktu miskin?

Ketika kita susah perbanyaklah membaca "Alhamdulillah" karena akan datang kesenangan tetapi ketika senang perbanyaklah membaca "Astaghfirullah al azhim" karena akan datang kesusahan. Gaya hidup dan gengsi menyebabkan kita lupa akan siapa diri kita sebenarnya. Perlu diketahui saya telah mengalami berbagai jenis pekerjaan yang menurut orang tidak mungkin karena melihat latar pendidikan saya seperti jualan kopi ginseng dari stasiun kota-bogor, sales keliling, tukang lem penjilidan buletin dengan upah harian, sopir pribadi tidak tetap, tukang kebun walaupun tidak tetap, sampai jadi broker bursa berjangka yang pendapatannya Rp 35 juta-Rp 50 juta per minggu walapun hanya 1 tahun karena bertentangan dengan batin dan masih banyak lagi.

Satu hal jangan malu, rendah diri, gengsi dengan kondisi kita dan jangan dendam dengan orang-orang yang menghina kita ketika sedang dalam kondisi susah atau miskin. Semua masalah hanya kita yang bisa menyelesaikan dan orang lain hanya bisa membantu pemikiran, nasehat, saran, usul dan selalu bertanya kepada diri sendiri serta selalu mohon petunjuk kepada Allah SWT bukan kepada dukun atau orang pintar karena percuma tidak akan ada solusi. Tetap semangat dan tersenyum.

Keluarga kami termasuk yang beruntung dapat bangkit kembali dari keterpurukkan dan masih banyak keluarga yang tidak /belum mampu bangkit. Tahukah anda? Sewaktu saya mengurus ke Menteri UKM & Koperasi tahun 2001. banyak orang mungkin sekitar 30-an jumlahnya yang tidak berani pulang dan menjadi gelandangan karena rumah dan harta benda yang lain sudah disita oleh pihak bank ataupun pihak yang lain.

Saya melihat kondisi ekonomi yang terjadi sekarang hampir mendekati dengan kondisi ekonomi tahun 1997. Mudah-mudahan semua perkiraan saya tidak benar adanya. Mohon direnungkan.

PS: Ada pesan Almarhum Bapak pada saat sahur terakhir beliau pada bulan puasa hari ke-4 sebelum sorenya meninggal dunia tahun 2006 kepada saya : "Sebagai orang tua, saya sudah melaksanakan semua tugas dan tanggungjawab yang diberikan Allah SWT. Tugas dan tanggungjawab saya kepada kalian sudah selesai, selebihnya terserah kalian mau jadi apa" Lagu " Hero" inilah yang menjadi lagu kenangan untuk Almarhum Bapakku Tercinta. I love him so much.




7 komentar:

  1. merinding saya bacanya mas... smg bnyak hikmah yg dapat tersampaikan dalam kisah ini.lebih lebih untuk yang membacanya.

    BalasHapus
  2. Subhanalloh ..... membaca artikel ini membuat saya makin sadar akan kesalahan saya selama ini krn saat ini sy lg dlm posisi keterpurukan yg sgt parah dan hati ini sempat berontak dari keimanan.... Astaghfirullohal Adhim..... detik ini juga sy ucapkan trmksh kpd penulis artikel ini mdh2an badai cepat berlalu sy sdh pada puncak dimana semua saat ini dlm keadaan hancur jazakumullohu khoiron katsiro ya akhi

    BalasHapus
  3. Cobaan yang hampir sama dengan yang saya rasakan mas.. Sulit rasanya mengikhlaskan harta (rumah) satu-satunya yang dimiliki keluarga saya.. Yaa Allah..

    BalasHapus