Sabtu, 22 Agustus 2009

Ku Tak Mengejar Karomah, Yang Kukejar Istiqomah




" Salut gw ama loe, masih mau mengurus nyokap loe. Lihat saja nanti banyak karomah yang akan loe dapatkan karena anak yang mau mengurus atau merawat orang tuanya yang sudah renta akan mendapatkan banyak barokah dan karomah dari Allah SWT ".

Begitulah kalimat-kalimat sering diucapkan oleh orang-orang mengenal saya. Yang saya lakukan hanya menjawab "Amin" dengan sambil tersenyum-senyum. Kok tersenyum-senyum ? Apakah ada yang salah dengan kalimat-kalimat diatas ?

Tidak ada yang salah dengan kalimat-kalimat diatas, hanya saja saya melihatnya dari perspektif yang berbeda. Berbeda? Ya berbeda dan mungkin dianggap terlalu naif ataupun idealis. Perspektif yang ingin saya sampaikan mudah-mudahan dapat memberikan manfaat atau mungkin pencerahan (walaupun saya bukan ulama ataupun pemuka agama).

Saya selalu menjawab demikian, "saya tidak pernah mengharapkan, memikirkan, mencita-citakan apalagi merencanakan karomah/barokah yang diberikan oleh Allah SWT. Biarkan karomah/barokah itu menjadi urusan Allah SWT melalui malaikat-malaikat-Nya. Yang terpenting adalah saya telah beristiqamah sebagai seorang anak untuk berbakti kepada orang tua. Semua itu dilandasi oleh nilai-nilai Kasih Sayang (Rahman Rahiim). Layaknya Rahman-Rahiim Allah SWT kepada Umat Manusia dan begitu juga Rahman Rahiimnya orang tua terhadap anak ataupun anak terhadap orang tua. Semua itu tidak bisa dinilai dengan apapun sekalipun yang namanya karomah karena yakin Allah tahu apa yang terbaik buat seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya (maaf kata berbakti bukan suatu hal yang bersifat riya tapi sudah menjadi naluri seorang manusia yang sangat menghormati orang tua). Nah istiqomah itulah yang menjadi lokomotifnya.

Saya banyak mendengarkan curhat teman yang merasa menyesal karena tidak dapat menyenangkan orang tuanya karena orang tuanya sudah meninggal dunia atau salah satunya sudah meninggal dunia. Menyenangkan disini bukan sekedar memberikan materi yang berlebih tapi kasih sayang yang tulus. Dengan meneteskan air mata, mereka mengungkapkan rasa penyesalannya. Memang benar penyesalan datangnya belakangan tapi itu tidak membuat rasa kasih sayang mereka terhadap orang tua berhenti sampai disitu. Kasih sayang akan terus berlanjut dan dapat diungkapkan dengan doa kepada orang tua ataupun para leluhur yang telah meninggalkan kita dan kasih sayang juga bisa diwujudkan dengan menceritakan kembali hal-hal yang baik tentang orang tua kita kepada anak-anak kita agar ini bisa menjadi tradisi turun temurun dan menjadi kebanggaan generasi berikutnya. Inilah yang menurut saya bisa dianggap anak yang soleh.

Hari Pahlawan ini dapat menjadi momentum bagi semua untuk menunjukkan kepada orang tua-orang tua kita pendiri bangsa tentang makna kesolehan (anak yang soleh). Saat ini banyak yang berpikir setelah manusia meninggal dunia maka selesailah ceritanya, Padahal peribahasa kita mengatakan Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan kebaikan. Atau paribahasa jawanya mikul duwur mendem jero. Padahal banyak cerita yang bagus tentang keheroikan para orang tua terutama tentang nilai-nilai pengorbanan, kejujuran, kebenaran, budaya sopan santun, dan ketauhidan yang sepertinya sudah mulai jarang kita dengar, baca, tumbuh kembangkan dan sebagainya pada saat ini. Jadi teruslah beristiqomah dalam kebaikan, kebenaran, kesolehan dan ketauhidan dalam kehidupan di dunia. Yakinlah Allah akan memberikan yang terbaik bagi kita bangsa Indonesia dan yakinlah bencana, musibah atau apapun yang berdampak negatif akan menjauh ataupun enggan mendekat.

Renungkan dan mudah-mudahan bermanfaat.

Memaknai Puasa Dan Fitri Dengan Analogi

Tadi pagi selepas Sholat Subuh, saya bertemu dengan seorang Bapak (sebut saja Beliau). Dari sejak azan Subuh ketika saya datang ke mesjid, Beliau selalu duduk di pojokkan saf kedua dan tampak khusu' berdoa. Setelah selesai Sholat, beliau tetap berada di tempatnya dengan terdiam dan tampak sedang bertafakur.

Ketika saya sedang menuju ke bawah (mesjid kami 2 tingkat dimana tingkat dua dipakai untuk ibadah sholat sementara bagian bawah untuk pengajian anak-anak (TPA)), ada suara yang memanggil saya, "Dik sebentar dik!". Saya terkejut dan mencari suara itu datangnya darimana. Ternyata Beliau yang memanggil saya. Kemudian saya menghampirinya. "Ada apa, Pak?"Beliau menjawab,"Boleh mengganggu sebentar". Jawab saya,"Oh tidak apa-apa lagipula ini masih pagi dan masih ada waktu untuk ngobrol-ngobrol". Akhirnya mengucapkan terima kasih atas berkenannya saya untuk menemaninya ngobrol.

"Tahu ga dik? Saya tahu adik dari tadi selalu memperhatikan saya sejak masuk mesjid sampai selesai sholat tadi" kata Beliau. Terkejut saya mendengarnya karena perasaan saya, Beliau dari awal sampai akhir selalu menunduk dan dengan khusu'nya berdoa tapi kok tahu saya memperhatikannya."Kok Bapak tahu sih?" kata saya. Beliau tidak menjawab tetapi hanya tersenyum. Kemudian Beliau memperkenalkan diri dan namanya sama dengan sahabat Rasul SAW yang menjadi Khalifah ke-dua pada jaman setelah Rasul SAW wafat. Beliau juga bertanya nama, alamat dan sudah berapa saya tinggal.

Setelah bicara kesana kemari, Beliau bertanya,"Kapan mulai Puasa Ramadhan?". Jawab saya " Ya tinggal sekitar 1 bulan lagi pak". "Alhamdulillah" jawab Beliau. "Bagaimana puasa ramadhan tahun lalu dik? Lancar?" tanya Beliau. " Puasa Ramadhan tahun lalu saya tidak mendapatkan apa-apa Pak selain lapar dan haus", jawab saya dengan polosnya.

"Jarang saya mendapatkan jawaban seperti ini dik" kata Beliau. Kok bisa sih apa ada yang aneh dalam hati saya. Kata Beliau banyak orang yang belum bisa menjawab apabila ada pertanyaan seperti itu. Setelah itu  Beliau dengan lancarnya menjelaskan tentang analogi puasa. Nah ini cerita serunya (pikir saya saat itu)


Beliau menganalogikan antara puasa dengan Pesta Olahraga seperti Olimpiade, Asian Games, Sea Games, Piala Dunia, Euro sampai Piala Thomas-Uber dan lain-lain. Beliau menjelaskannya seperti ini:

1 Puasa dan Pesta Olahraga pada akhir/ujungnya yang ingin dicapai adalah prestasi. Prestasi dalam olahraga adalah medali (emas,perak dan perunggu), Piala Kejuaraan dan lain-lain. Kalau puasa adalah diterimanya puasa oleh Allah secara utuh tanpa ada yang kurang maupun lebih (maaf saya kurang bisa menjelaskan dengan dalil-dalil dalam Qur'an dan Hadist seperti Beliau jelaskan kepada saya).

2. Bagaimana prestasi dapat diraih dengan hasil yang luar biasa? Prestasi diperoleh dengan latihan/kerja keras dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan sampai pada hari H (hari pertandingan) Kalau kita latihannya benar dan mengikuti apa yang telah diprogramkan seperti atlet Cina, Rusia dan Amerika Serikat dengan program yang terstruktur maka tidak heran mereka selalu menjadi nomor satu (wahid). Puasa pun juga begitu, selama 11 bulan sebelum Puasa Ramadhan seharusnya kita latih tanding dengan melakukan puasa Senin-Kamis, puasa Nabi Daud, Puasa Muharram dan lain-lain sehingga ketika pada hari H-nya (bulan Ramadhan) kita akan mendapatkan prestasi yang paling baik dihadapan Allah SWT.

3. Prestasi selama pertandingan juga bisa diperoleh dengan konsentrasi. Nah ini yang kadang-kadang atlet sering blunder yang harusnya dapat emas malah hanya dapat perak atau perunggu atau tidak mendapatkan apa-apa. Puasa pun demikian, konsentrasi kita harus dimulai dari sahur sampai azan maghrib, biasanya yang mengakibatkan konsentrasi puasa kita buyar adalah saat terakhir yaitu menjelang berbuka. Coba kita jujur dengan sendiri, saking sudah laparnya akhirnya kadang-kadang kita selalu lihat jam, bernafsu ingin beli makanan ini itu, dan kadang-kadang nungguin makanan di meja makan. Padahal Rasul mencontohkan kita untuk berbuka dengan teh manis dan tiga butir korma. Perkataan beliau membuat pikiran saya ke pertandingan Piala Champion MU VS Munchen tahun 1999, dimana menit terakhir pada kedudukan 1-1 Ole Gunnar Solkjaer membobol gawang Kahn. Gol itulah memupuskan harapan Munchen menjadi juara karena kurang konsentrasinya pemain-pemain Munchen pada menit-menit terakhir. Hahahahaha kayak pengamat bola aja.

4. Prestasi itu diperoleh melalui kerja keras, latih tanding dan disiplin. Fokusnya adalah ke pertandingan yang sebenarnya dan tidak memikirkan lagi hal-hal yang remeh temeh karena sudah direncanakan secara matang. Itulah gunannya perencanaan yang sistematis menurut versi Beliau. Puasa Ramadhanpun demikian. Beliau menjelaskan bagaimana puasa hanya dijadikan ajang untuk mengumbar umbar uang (coba dipikir besaran mana pengeluaran selama bulan puasa atau bukan bulan  puasa), yang dipikirkan THR, jarang orang bisa beritikaf di mesjid selama 10 hari terakhir karena semua berkonsentrasi mencari uang untuk lebaran (jadi selama 11 bulan ngapain kata Beliau, wah dalam hati saya berat nih karena kebutuhan dan pendapatan tidak seimbang tiap bulannya tapi boleh juga kalau ga dicoba khan ga pernah tahu) Saya berpikir bisa, bagaimana kalau tiap hari saya masukkan ke celengan rata-rata Rp 20 ribu-30 ribu tanpa pernah saya colek-colek tuh celengan sampai bulan Ramadan kalau dihitung bisa mencapai Rp 6-7 juta. Wah benar juga tuh Bapak. Istilah Beliau mengenai  puasa bulan Ramadhan bagi orang jaman sekarang : 10 hari pertama ramai di mesjid, 10 hari kedua ramai di mall-mall/pusat perbelanjaan dan 10 hari terakhir ramai di terminal/stasiun/bandara (yang seharusnya bulan penuh rahmat, penuh pengampunan dan menjauhkan kita dari api neraka)

5. Yang lebih penting lagi, prestasi dapat diperoleh dengan dukungan dan doa dari orang tua, saudara, teman sampai Presiden seperti atlet Indonesia yang mau ke Olimpiade Beijing mohon doa restu dan pamitan dengan Presiden SBY dengan harapan mendapatkan prestasi yang terbaik. Puasa pun juga demikian, sebelum puasa Ramadhan, kita berziarah ke makam orang tua kita yang telah meninggal atau berkunjung ke orang tua yang masih hidup, saudara, teman, dan tetangga disekitar lingkungan kita untuk memohonkan maaf atas kesalahan kita selama 11 bulan, mohon doa restu agar dimudahkan ibadah kita selama bulan puasa karena makin banyak orang yang mendoakan kita makin makbul ibadah kita sehingga dapat diterima Allah SWT.(Sirothol mustaqim - jalan lurus/jalan tol)

6. Jadi kalau sudah prestasi dicapai orang tidak perlu bertanya-tanya lagi karena sudah tersiar di koran-koran, majalah, radio, tv dan internet serta ditambah hadiah dari mana-mana. Semua orang bangga dengan prestasi kita terutama orang tua, orang-orang terdekat sampai Presiden karena membawa nama baik bangsa dan negara. Sama dengan puasa ketika prestasi puasa kita dijalankan dengan baik sesuai dengan Standar Operation Procedur (SOP) dari Allah SWT maka tampak dari penampilan, tingkah laku, amal perbuatan dan rejeki akan selalu mengalir. Jadi kalau ditanya oleh orang tua ataupun orang lain, bagaimana puasa Ramadhan kemarin atau apa yang didapat selama bulan puasa Ramadhan maka kita bercerita dengan lancar, gembira, panjang lebar karena  kita telah mendapatkan puncak prestasi tertinggi dari Allah SWT. Itulah penjelasan Beliau tentang analogi Puasa Ramadhan.

Persis jam 6.30 pagi saya pamitan dan saya katakan nanti saya kembali lagi karena mau pesan kopi dan makanan kecil. Tidak enak dan nikmat ngobrol tanpa kopi dan pisang goreng hehehehe. Sekitar 30 menit kemudian saya kembali lagi ke mesjid dengan harapan akan dapat ilmu pengetahuan dan pengalaman dari Beliau dan sayang untuk dilewatkan. Ternyata beliau sudah tidak ada di tempat ketika saya tanyakan ke penjaga mesjid tentang Beliau. Penjaga mesjid mengatakan sejak selesai subuh tadi mesjid kosong tidak ada siapa-siapa. Lho kok begitu khan dari subuh saya ngobrol dengan seorang Bapak sambil menyebutkan ciri-cirinya. Apakah penjaga tadi tidak mendengar suara kami berbicara. Penjaga mesjid mengatakan tidak mendengar apa-apa dan juga tidak tidur dari subuh serta selalu membersihkan lantai dua setiap selesai sholat subuh. Aneh.

Jadi sejak subuh tadi saya berdiskusi dengan siapa. Manusia atau makhluk gaib. Dalam hati masa bodo lah tetapi saya bersyukur mendapatkan ilmu tentang puasa dan dapat menambah wawasan pikiran tentang agama yang saya anut.  Begitulah ceritanya dan mudah-mudahan mendapatkan manfaat dari cerita ini.

TAQABALALLAH MINNAA WA MINKUM, SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1431 HIJRIAH