Rabu, 01 September 2010

Zakat : Peningkatan Kualitas Keimanan dan Pola Pikir

Berdasarkan firman Allah QS At-Taubah ayat 60, bahwa yang berhak menerima zakat/mustahik sebagai berikut:

1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.

2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.

3. Pengurus zakat : orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan & membagikan zakat.

4. Muallaf : orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.

5. Memerdekakan budak : mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.

6. Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan ma'siat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam di bayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.

7. Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, madrasah, masjid, pesantren, ekonomi umat, dll.

8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan ma'siat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya. Atau juga orang yg menuntut ilmu di tempat yang jauh yang kehabisan bekal.


Mengenai syarat-syarat harta yang dikeluarkan dan macam-macam objek zakat maal dapat dilihat di SINI. Sedangkan cara menghitung berapa besaran zakat yang wajib dilaksanakan dapat dilihat di Dompet Dhuafa Republika.

Dalam tulisan ini saya hanya ingin mengupas tentang nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah zakat ini. Kita pernah menyaksikan sebuah berita mengenaskan yang berkaitan dengan pembagian zakat. Salah satunya adalah peristiwa pada tanggal 15 September 2008 dimana para penerima zakat meninggal dengan tragis karena berdesak-desakkan dalam menerima pembagian zakat di Kelurahan Purutrejo, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan (baca DISINI).

Dari peristiwa tersebut sudah seharusnya para pemuka agama Islam mulai memikirkan bagaimana cara yang tepat dalam melaksanakan pembagian zakat. Tetapi herannya peristiwa seperti terus berulang di berbagai tempat. Lantas apa hikmah yang diperoleh dari peristiwa tersebut ?

Perlu diketahui dalam melakukan ibadah zakat terkandung makna yang dalam yaitu makna tanggung jawab. Dalam hal ini tanggung jawab moral. Tanggung jawab moral ini bukan hanya dikenakan kepada yang memberi zakat tetapi juga kepada yang menerima zakat (kedua belah pihak).

Bagaimana tanggung jawab moralnya ? Sebagai pihak pemberi zakat harus haqqul yakin bahwa zakat yang diberikan tersebut benar-benar berasal dari sesuatu yang halal dan baik cara pemberiannya. Sedangkan bagi penemrima zakat harus haqqul yakin bahwa zakat yang diterima bisa dimanfaatkan bagi diri dan keluarganya serta pada masa yang akan datang ada peningkatan kualitas hidup sehingga pada gilirannya bisa sebagai pemberi zakat. Bahkan kalau bisa tahun depannya sudah bisa menjadi pemberi zakat.

Coba saja kalau kita mau memperhatikan merenungkan dalam setiap pemberian zakat maka selalu saja yang menerima zakat adalah orang-orangnya hanya itu-itu saja dan tidak berubah dari tahun ke tahun. Apakah ada yang salah dalam memberikan pemahaman agama kepada umat ? Saya kurang tahu. Mungkin perlu ada penjelasan yang komprehensif dan berkesinambungan kepada umat Islam mengenai filosofi ibadah zakat. Dan ini bukan hanya tugas para ulama tetapi tugas kita bersama sebagai muslim.

Bagaimana solusinya ? Saya hanya akan memberikan gambaran tentang peningkatan kualitas keimanan dan pola pikir dalam memahami makna keadilan. Adil ? Ya adil walaupun menurut versi saya sebagai seorang muslim yang menginginkan adanya pengurangan jumlah penerima zakat dari tahun ke tahun.

Dimanakah keadilannya ? Apakah tidak sebaiknya para panitia zakat mulai memikirkan untuk membentuk badan khusus yang bekerja sepanjang tahun untuk memantau para penerima zakat khusus. Khusus disini mengandung pengertian orang-orang yang memang berhak mendapatkan zakat dan mempunyai potensi untuk berubah menjadi lebih baik dalam manajemen syariah. Para penerima zakat tersebut memang pilihan badan khusus dimana mereka diberikan dana yang berasal dari zakat sebagai modal usaha. Dana tersebut bisa dikatakan hibah bergulir dimana mereka dikenakan kewajiban untuk mengembalikannya dalam jangka waktu tertentu. Uang pengembalian tersebut bisa dipakai lagi untuk memberikan bantuan modal kepada umat muslim yang lain. Tetapi semuanya dikontrol dengan manajemen yang baik dan amanah seperti yang dilakukan oleh Muhammad Yunus dengan Garmeen Banknya. Disamping itu pengembalian plus keuntungan usaha dari orang yang dulunya menerima zakat bisa dimanfaatkan untuk zakat kembali sehingga terjadi perubahan posisi dan peningkatan hidup menjadi pemberi zakat.

Begitu pula objek zakat berupa hewan ternak yang bisa dimanfaatkan sebagai modal ternak bagi penerima zakat. Hewan ternak tersebut dirawat dan dikembang biakan dengan baik ssehingga pada tahun yang akan datang anakan hasil ternak tersebut bisa dimanfaatkan sebagai objek zakat.

Jadi ibadah zakat bukan hanya sekedar bagi-bagi uang dalam jumlah tertentu dimana dalam waktu singkat langsung habis tanpa bisa dimanfaatkan menjadi modal usaha atau tidak bernilai sama sekali. Untuk itu perlu adanya pemahaman yang baik dan benar tentang ibadah zakat sebagi peningkatan kualitas keimanan dan pola pikir. Maka itu sudah saatnya zakat bisa dijadi ajang peningkatan kualitas hidup baik secara ekonomi, sosial, spiritual dan bernegara sehingga dapat menguarangi tingkat kemiskinan dan pengangguran di negeri yang kita cintai ini.

Pertanyaannya adalah apakah kita mau berubah ? Atau tetap berjalan di tempat dengan terus mengikuti model pembagian zakat saat ini sehingga peristiwa tragis seperi di Pasuruan atau daerah lain di Indonesia terus terjadi dimana demi menerima zakat, saudara-saudara muslim sebangsa dan tanah air rela berdesak-desakkan dan mau mengorbankan nyawanya seperti gambar di bawah ini. Kembali lagi perlu penguatan data yang akurat dan valid tentang orang-orang yang berhak menerima zakat sehingga tidak perlu lagi berdesak-desakkan dalam penerimaan zakat dan cukup tinggal di rumah mereka sudah bisa menerima zakat dari panitia zakat.


korban meninggal dalam pembagian zakat (inilah.com/Eko Hardianto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar