Rabu, 01 September 2010

Lebaran Yang Harus Melebar Kemana-mana

Lebaran bagi bangsa Indonesia adalah budaya setelah menjalani puasa di bulan Ramadhan sebulan penuh. Dikatakan budaya karena di dalam Islam tidak dikenal dengan istilah lebaran. Dalam Islam yang dinamakan Hari Raya Akbar adalah Hari Raya Qurban atau Idul Adha. Sedangkan penamaan Lebaran dalam Islam dikenal dengan Idul Fitri.

Fitri bisa berrati suci atau kembali kepada fitrahnya sebagai manusia. Pertanyaannya adalah sudah berapa kali kita merayakan Lebaran ? Berapa kali kita mengalami fitrah kembali ? Apa yang dirasakan setelah puasa di ulan Ramadhan ? Bagaimana kualitas keimanan kita setelah puasa di bulan Ramadhan ? Apakah fitrah identitik dengan hura-hura atau perenungan ? Jawabannya hanya masing-masing individu yang bisa mengatakannya.

Alhamdulillah kalau sampai tahun ini kita bisa menikmati atau merayakan Lebaran atau Idul Fitri. Tandanya kita telah diberikan kesempatan oleh Allah untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas keimanan diri kepada Allah SWT, Sang Pencipta.

Bagaimana kita bisa melihat kualitas keimanan kita setelah puasa di bulan Ramadhan ? Apakah pada saat Lebaran ? Jawabannya adalah tidak. Peningkatan kualitas keimanan kita dilihat dan diimplementasikan pada 11 bulan ke depan.

Sesuai dengan kata "Lebaran", penulis berusaha untuk mengkaji kata "lebar" yang menyertai kata Lebaran. Lebar yang dimaksud adalah lebar segala-galanya. Lebar keimanannya yang diikuti oleh lebar kesabarannya, lebar kesederhanaannya, lebar pemikirannya, lebar hatinya, lebar kepandaiannya, dan lebar-lebar yang lain. Pokoknya lebar yang bisa diartikan luas seluas alam semesta ini.

Tetapi jangan sampai lebarnya lebaran hanya berupa main-main atau mainan seperti kata bonek-bonekaan, monyet-monyetan, mobil-mobilan dan lain-lain. Akhiran "an" dimaknai dengan hanya sekedar menyerupai atau semu belaka dan bukan nyata. Semuanya harus dinyatakan an dibuktikan dalam perbuatan sehari-hari sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW selama 23 tahun menuju kewaliannya. Rahmatin lil alamin benar-benar dijalankan dengan baik walaupun penuh dengan tantangan dan cobaan.

Dari sekian banyak peristiwa yang terjadi di negeri ini. Ada yang membuat miris hati ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kasus korupsi, bencana alam, musibah tabung gas meledak, naiknya harga-harga bahan pokok, listrik dan sebagainya sudah seharusnya para elit kekuasaan mulai melebarkan akal pikirannya agar segala kebijakannya hanya semata-mata demi rakyat dan bukan untuk golongannya terutama elit kekuasaan yang sebulan penuh menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Mereka sendiri merasakan bagaimana susahnya rakyat di tingkat bawah yang masih berkutat pada urusan perut.

Sebetulnya Allah SWT banyak memberikan contoh pada saat umat Islam di Indonesia menjalankan puasa. Hikmah yang diperoleh adalah diam. Kenapa harus diam ? Coba diperhatikan bagi yang berpuasa maka orang yang berpuasa akan mengurangi pembicaraan yang tidak penting apalagi membicarakan orang. Lagipula kalau kita berbicara maka banyak energi yang keluar sehingga menguras energi orang yang berpuasa. Orang berpuasa secara tidak sengaja akan mendiamkan diri karena menahan hawa nafsu, makan dan minum.

Hikmah kedua adalah panas. Kenapa panas ? Orang yang berpuasa akan merasakan panas badan yang berbeda dengan panas badan pada saat berpuasa. Tandanya ada energi negatif yang sedang berperang melawan energi positif. Suasana perang itulah yang mengakibatkan panas tersebut. Bagi orang yang berhasil melewati waktu puasa dari saat subuh sampai maghrib maka panas tersebut lama kelamaan akan berkurang seiring dengan perjalanan waktu.

Hikmah ketiga adalah mengantuk. Hanya orang-orang yang tidak mau berpikirlah yang akan mengalami rasa kantuk karena otak tidak digunakan dengan sebaik-baiknya. Justru pada puasa itulah otak kita harus diasah karena ditunjang oleh kerja hati sehingga terasa ada kepuasaan lahir dan batin.

Dari ketiga hikmah tersebutlah maka kita bisa melebarkan apa yang dimiliki untuk lebih keras bekerja dan ibadah. Layaknya burung yang terbang, makin lebar sayapnya maka burung tersebut bisa terbang tinggi dan menjelajah dunia lebih jauh lagi.

Marilah kita melebarkan akal pikiran dan hati kita setelah Lebaran ini sehingga keimanan yang ada dalam diri benar-benar dapat dibuktikan dan dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Dan bukan melebarkan euforia lebaran dengan mengumbar uang, keriyaan, pakaian bagus dan tubuh sendiri. Karena semuanya itu adalah "penyakit" untuk 11 bulan ke depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar