Minggu, 26 September 2010

Kisah Sang Pramuria (II)

Waktu terus berlalu tanpa terasa sudah 1 bulan lamanya aku tidak bertemu Mira sejak peristiwa malam itu. Kesibukan mengurus kelompok tani jahe di Sukabumi yang membuat energi dan pikiranku terfokus ke sana. Apalagi musim panen telah tiba maka aku harus lebih rajin mengontrol hasil panenan jahe emprit yang akan dikirim ke pabrik jamu.
Pada suatu hari, aku pergi ke Pasar Raya Manggarai untuk bertemu dengan mitra bisnisku. Tanpa diduga sewaktu melewati sebuah gerai pakaian wanita, aku melihat seorang wanita yang tak asing bagiku. Setelah memperhatikan beberapa saat maka aku menghampirinya. Dan benar saja, wanita itu adalah Mira. Ya, Mira. Wanita yang sempat membuatku kalang kabut akibat perbuatannya dulu. Pikirku sedang apa Mira di gerai pakaian tersebut.


Ilustrasi (albumcovers.toomanyvoices.com)

Betapa kagetnya Mira setelah melihat aku di hadapannya. Tampak Mira diam tersentak. Selanjutnya senyum di bibirnya menyambut kedatanganku. Langsung dia menyalami aku sambil mencium tangan. Dari wajahnya aku tahu kalau dia merasa gembira bercampur sedih. Air matanya berlinang di pipinya.

" Apa kabar Mas Widi ? "

" Baik, Mir "

" Kukira tak bakalan ketemu Mas lagi "
 
" Maafkan saya, Mir. Ini semua karena kesibukan ku di Sukabumi. Oh ya bagaimana kabarmu, Mir ? "

" Masih seperti dulu Mas "

Aku terdiam ketika mendengar jawabannya. Untuk mencairkan suasana maka aku mengajaknya ke sebuah restauran siap saja. Di sanalah kami berbicara sambil melepaskan kekagetan saat bertemu tadi.

" Aneh ya Mas, kita bisa ketemu di sini ? "

" Mungkin sudah kehendak Tuhan hehehe "

" Maaf, Mas. Apakah saya mengganggu acara Mas hari ini ? "

" Ahhh tidak Mir. Sudah selesai kok acara saya. Kebetulan mitra bisnis saya ingin bertemu di sini dan sudah rampung. Tadinya saya ingin pulang. Tahunya malah ketemu kamu. Kamu sedang apa disini, Mir ? "

" Biasa Mas, namanya juga perempuan yaa acaranya belanja terutama pakaian dan celana dalam hihihihihihi maaf ya Mas "

" Kamu itu masih saja seperti itu hehehehe "

" Kirain aja Mas tergoda hehehehe "

" Hush malu didengar orang "

" Oh ya Mas, sebetulnya aku kangen sekali sama Mas Widi. Tapi saya maklumi kalau saya ini siapa dan tahu Mas punya kesibukan yang lain "

Mira memandangiku dengan tatapan memelas sambil meyalakan rokoknya.

" Bukan itu, Mir. Ini cuma kesibukan saya saja yang memerlukan perhatian lebih kepada petani binaan di Sukabumi. "

" Petani binaan ? Apa itu Mas ? "

" Sebetulnya kelompok tani yang saya bina untuk menanam jahe buat memasik pabrik jamu "

" Wao, Mas Widi hebat sekali "

" Ahhh tidak juga. Saya hanya sebagai fasilitator saja. "

" Tetap Mira bilang Mas Widi hebat. Karena jarang ada orang yang mau terjun dan membina petani hehehehe. Sok tahu Mira ya Mas "

" Mira...Mira... saya senang melihat kamu bahagia. "

" Terima kasih Mas. Hanya Mas Widi yang bisa membuat Mira bahagia hehehehe "

" Ahhh bisa saja kamu "

" Mira serius kok, Mas Widi beda dengan laki-laki yang Mira kenal selama ini "

Akupun terdiam dan menatap wajah Mira. Aku merasakan adanya kedekatan batin dengan Mira dan tidak tahu mengapa ini bisa terjadi. Apakah aku mulai jatuh cinta kepadanya. Tetapi aku takut kalau ini semata-mata karena rasa kasihanku saja kepadanya.

" Oh ya sudah hampir maghrib. Apakah kamu tidak dicari ,,,, "

" Mira off kok hari ini Mas. Apakah Mas ada janji dengan orang lain ? "

" Tidak, Mir. Oh ya Mir, boleh saya bertanya sesuatu kepadamu. Sebelumnya saya minta maaf kalau pertanyaan ini menyinggung perasaanmu "

" Kok minta maaf sich. Perempuan seperti saya sudah biasa dikatakan macam-macam Mas. Mas Widi boleh tanya apa saja "

" Mir, sampai kapan kamu melakukan pekerjaan ini ? "

Wajah Mira tampak kaget dan merubah cara duduknya.

" Ehemmm, oh itu Mas. Mira bingung menjawabnya dan tidak tahu kapan Mira bisa lepas dari pekerjaan ini. Kayaknya tidak mungkin Mira meninggalkan pekerjaan ini "

" Memangnya kenapa Mir ? "

" Sulit untuk dikatakan karena melibatkan banyak pihak dan cengkeramannya kuat sekali untuk melepasnya "

" Apakah ini berhubungan dengan para preman dan germo di lokasi itu ? "

" Salah satunya Mas dan ini yang paling berat "

" Beratnya dimana ? "

" Tahu tidak Mas, mengapa Mira katakan berat karena ceritanya panjang sekali "

" Saya kurang mengerti apa maksud kamu tapi saya akan bantu kamu kalau memang kamu bisa lepas dari jeratan mereka "

" Tetapi Mas... "

" Oke oke saya mengerti. Apakah ini berhubungan dengan uang ? Berapa besar uang yang harus dibayar agar kamu bisa keluar dari pekerjaan itu ? "

" Besar Mas besar sekali. "

" Saya serius Mir. Katakan berapa ? "

Akhirnya Mira menyebut nilai rupiah yang harus dibayar kepada mereka yang merasa memilikinya. Disamping itu ada beberapa biaya diantaranya biaya tempat tinggal, pakaian, kosmetikdan lain-lain. Kalau dijumlah bisa mencapai hampir seratus juta. Aku terkejut mendengarnya dan merenung sejenak.

" Besar sekali Mir "

" Ya itulah mengapa saya katakan tidak mungkin. Selain itu Mira harus membayar sisa hutang suami Mira dulu "

" Suami ? "

" Ya, suami tapi sudah mati "

" Mati ? Maksudnya ? "

" Mira anggap dia sudah mati karena gara-gara perbuatannya yang menyebabkan Mira terjerumus di tempat itu. Dia meninggalkan Mira setelah menjual Mira kepada germo di tempat itu untuk membayar hutang judinya "

" Jahat sekali, suamimu Mir. Sampai sekarang kamu tahu keberadaannya ? "

" Mira tidak tahu Mas maka itu Mira anggap dia sudah mati "

Emosi sekali raut muka Mira saat mengatakan suaminya sudah mati. Terpancar rasa dendam yang membara di hatinya.

" Istighfar Mir Istighfar ... tabahkan hatimu ya "

" Hiks hiks hiks maafkan saya Mas Widi "

" Saya terharu mendengarnya dan prihatin dengan perjalanan hidup kamu. Kamu yang masih muda sudah mendapatkan cobaan seberat ini "

" Terima kasih, Mas Widi. Hanya Mas yang mengerti dan Mira tidak pernah menceritakan ini kepada orang lain. "

Kemudian Mira menceritakan awal perkenalannya dengan suaminya. Ternyata suaminya bernama Dahlan, teman sekolahnya di SMA dulu. Sejak SMA, Mira dan Dahlan memang berpacaran. Dahlanlah yang menemani Mira saat pemakaman kedua orangtua dan adik Mira. Dan Dahlan pula yang membiayai Mira menyelesaikan studinya di SMA. Setahun kemudian Dahlan melamar Mira dan menikahlah mereka berdua.

Sebagai anak yatim piatu yang hidup sendiri tanpa sanak saudara di Cirebon, Mira menganggap Dahlan sebagai suami sekaligus pelindung dirinya yang bisa dihandalkan. Tetapi seiring perjalanan waktu, Dahlan mulai menampakkan sifat aslinya yaitu suka main judi. Akibatnya semua penghasilannya ludes di meja judi bersama teman-temannya sampai mempunyai hutang yang nilainya besar sekali kepada bandar judi. Dahlan menjadi gelap mata karena dia merasa terancam nyawanya sehingga memutuskan menjual Mira kepada bandar judi. Oleh bandar judi tersebut, Mira dijual lagi kepada temannya seorang germo di Jakarta. Itulah sebabnya Mira sampai terdampar di lokalisasi tapi Dahlan tidak berbuat apa-apa malah menghilang tanpa jejak meninggalkan.

" Tragis sekali nasibmu Mir. Saya tidak bisa lagi mengatakan apapun tapi ini harus ada solusinya "

" Solusi ? Jangan Mas jangan. Mira tidak mau Mas Widi sampai mengorbankan apa yang Mas miliki hanya demi Mira "

" Tidak Mir tidak. Saya yakin ini pasti ada solusinya "

" Sudahlah Mas, Mira tidak ingin membebani Mas Widi "

" Saya tidak merasa terbebani. Semua ini kulakukan demi kamu "

Aku memegang tangan Mira untuk meyakinkan dirinya dan air mata Mira berlinangan di pipinya.

" Demi saya Mas "

" Ya demi kamu. Saya sayang kamu Mir "

" Jangan Mas jangan katakan itu. Mira tidak pantas mendapatkannya dari pria sebaik Mas "

" Terus terang saya benar-benar sayang kamu Mir. Mungkin kamu akan kaget tapi ini tulus dari batinku yang suci. "

Kemudian Mira memeluk aku dengan eratnya dan tangisnya terus menderai.

" Sabar ya Mir sabar. Saya akan usahakan mencari jalan supaya kamu keluar dari tempat itu. ini janji saya sama kamu "

" Mas... "

Ditutuplah bibir Mira dengan kedua jari tanganku untuk tidak berkata apa-apa lagi

" Seminggu lagi saya akan menemui mereka dan berusaha mengeluarkan kamu dari sana "

Terdengarlah suara azan Maghrib maka Widi mengajak Mira untuk sholat Maghrib di musholla milik mall tersebut. Setelah selesai sholat Maghrib, Widi mengantar pulang Mira ke tempat kosnya yang letaknya tak jauh dari tempatnya biasa mangkal.

&&&
 
Apa yang akan dilakukan Widi untuk membebaskan Mira ? Bagaimana cinta kasih mereka selanjutnya ? Kayaknya harus bersambung lagi dech. Capek nich duduk sambil ngetik jadi istirahat dulu ya. Ojo nesu lho :)

2 komentar: