Minggu, 26 September 2010

Kisah Sang Pramuria (I)

Mengapa Di Dunia Ini
Selalu Menertawai
Hidupku Yang Hina Ini
Berteman Dengan Seorang Gadis
Mengapa Semua Manusia
Menghina Kehidupannya
Mencari Nafkah Hidupnya
Mencari Nafkah Hidupnya

Semuanya itu Tiada Arti Bagiku
Kuanggap Sebagai Penguji Imanku
Kiranya Tuhan Jadi Saksi Hidupku
Betapa Sucinya Jalinan Cintaku
Walaupun Hinaan Ini
Ditujukan Pada Diriku
Namun ku Selalu Tersenyum
Karena Cintaku Suci Padanya
(lirik lagu Kisah Sang Pramuria)

Saat itu waktu menunjukkan pukul 21.30 WIB, bus PPD jurusan Cililitan-Senen yang aku tumpangi mogok di tengah jalan. Persisnya di daerah Prumpung. Penumpang yang hanya berjumlah 8 orang berhamburan keluar bus. Kemudian supir meminta kami untuk menunggu bus PPD jurusan yang sama lewat daerah tersebut.

Setelah 30 menit menunggu, dengan badan yang masih lelah dari perjalanan ke Sukabumi maka aku memutuskan untuk meneruskan perjalanan dengan jalan kaki sambil berharap ada bus lain yang menuju Senen. Walaupun sudah jarang bus yang lewat pada malam itu karena sebagian besar bus jurusan Senen melalui jalan tol. Tetapi aku tidak putus asa.


Ilustrasi (www.mattresspolice.com/%3FPostID%3D479)

Baru beberapa ratus meter aku berjalan, tampak beberapa perempuan muda berdiri di pinggir jalan dengan riasan wajah yang menor dan berpakaian serba seksi. Para perempuan muda itu memanggil para lelaki yang lewat. Ku tak tahu apa maksud mereka memanggil para lelaki. Anehnya ada beberapa lelaki dengan menggunakan sepeda motor dan taksi yang berhenti dihadapan perempuan-perempuan tersebut. Tetapi aku terus saja berjalan dan masa bodo dengan tingkah laku perempuan-perempuan tersebut.

Tiba-tiba entah siapa yang berteriak, aku pun ikut dipanggil. Tampak tiga orang perempuan sambil tersenyum kepadaku. Akupun menghampiri mereka untuk mengetahui apa maksud mereka. Ada perasaan kuatir menyelimuti diriku. Akhirnya kuberanikan diri untuk bertanya siapakah gerangan yang memanggil. Kuperhatikan satu per satu wajah ketiganya. Baru saja aku ingin bicara, tiba-tiba salah satu dari mereka segera mendekati dan menarik tanganku ke suatu tempat.

" Disini lebih enak untuk bicara "

" Tapi apa maksud kamu membawa saya kesini. Sudah tempatnya gelap lagi "

" Hehehehe saya tahu Mas akan tertarik dengan panggilan saya "

" Ohhh jadi kamu yang memanggil saya "

" Ya "

" Terus apa maksud kamu memanggil saya "

" Ahhh Mas kayak tidak tahu saja. "

" Memang saya tidak tahu "

" Pokoknya Mas ikut saya saja. Saya akan memberitahu apa maksud saya "

" Nanti...nanti dulu kamu ini pelacur ya "

Belum sempat perempuan muda itu menjawab, seorang pria berwajah garang mendekati kami.

" Mas sudah deal khan dengan Mira "

" Apa maksudnya deal " tanyaku.

" Saya tidak mau tahu. Buktinya kamu sudah berpegangan tangan dan bicara mesra dengan Mira di tempat gelap. Ayolah Mas, kalau mau saya bisa carikan motel di sekitar Jatinegara "

" Motel ??? Saya tidak tahu maksudnya apa ? "

Buru-buru Mira menarik tanganku dan membawaku pergi dengan taksi yang kebetulan. Aku masih bingung dengan apa yang dilakukan perempuan yang bernama Mira. Akhirnya taksi berhenti di sebuah motel sekitar Kampung Melayu. Kubayar taksi itu dan seperti orang terkena hipnotis kuikuti Mira masuk ke dalam Motel. Kulihat Mira sangat dikenal oleh orang dalam Motel. Akhirnya aku dibawanya ke sebuah kamar. Sampai di kamar aku masih bingung dan bertanya-tanya.

" Sekarang kita aman disini "

" Apa maksud kamu ? "

" Tahukah kamu, siapakah pria yang memaksa kamu untuk deal dengan saya ? "

" Tidak tahu "

" Dia itu preman di kawasan tersebut. Selain bertugas menjaga keamanan, mereka juga bertindak sebagai calo perempuan-perempuan yang mejeng di situ "

" Benar khan apa yang saya katakan kalau kamu pelacur "

" Memang benar saya pelacur "

" Kalau begitu saya pulang "

" Silakan kamu pulang tapi jangan salahkan saya kalau tepat kamu berada di luar, preman-preman sudah menunggumu di depan motel untuk meminta bayaran. "

" Bayaran ? Bayaran apa ? Saya tidak melakukan apa-apa kok suruh bayar "

" Mereka tidk mau tahu. Tahunya kamu telah menggunakan jasa saya. Lagipula kamu tidak kasihan kepada saya."

" Itu urusan kamu. Saya tidak mau tahu, "

" Tolong saya, Mas. Mereka akan memukuli saya karena tidak membayar jasa mereka "

" Kok bisa kamu yang dipukuli "

" Ya, Mas bisa saja lolos atau membayar palakan mereka. Kalau saya bagaimana ? Mereka hanya tahu saya telah mendapatkan bayaran dari Mas karena telah memakai jasa saya. "

" Maksud kamu ? "

" Setiap tamu yang membayar jasa saya maka 10% dari uang bayaran itu harus diserahkan kepada mereka dengan alasan jasa keamanan. Belum lagi buat germo yang membawahi saya. "

" Hahhhh jadi kamu hanya mendapatkan..... "

" Begitulah Mas, aturan main disini. Tolongi saya, Mas. "

" Tapi saya bukan laki-laki yang suka beginian "

" Saya mengerti tapi tolongi saya "

" Ok, saya akan tolong kamu...siapa nama kamu "

" Mira, Mas "

" Oh ya Mira. "

" Terus bagaimana Mas ? "

" Mau tidak mau kita menginap di Motel ini "

Mimpi apa aku semalam dan salah apa aku selama ini sampai mengalami kejadian ini. Bagaimana kata orang-orang yang kukenal kalau tahu aku berada di Motel bersama pelacur.

" Mas... mas... mas " Teriakan Mira menyadarkan lamunanku.

" Apaaa ? "

" Kok melamun Mas "

" Bagaimana tidak melamun, saya lagi bingung dengan apa yang dialami malam ini "

" Daripada bingung, bagaimana kalau.... "

" Kalau apa ? Tidak dan tidak mungkin aku melakukannya. Aku masih ingat Tuhan dan takut dosa kepadaNya "

" Hihihihi Mas pikirannya negatif saja "

" Benar khan, kamu mau mengajak saya begituan "

" Tidaklah Mas, saya tahu Mas orang alim dan baik. Maksud saya daripada bengong bagaimana kalau kita pesan makanan. Perut saya sudah lapar. Mas, tidak lapar ? "

" Benar juga kamu, Mir. Tolong pesankan nasi goreng dan es jeruk. Terserah kamu mau pesan apa ? "

Aku pikir benar juga apa yang Mira lakukan dengan memesan makanan sambil menghabiskan waktu yang menjenuhkan. Biar seolah-olah kami dianggap melakukan long time service.

Setelah makan, aku duduk di bangku sambil menonton televisi. Sementara Mira tidur-tiduran di tempat tidur. Beberapa kali Mira sempat menggodaku dengan memperlihatkan kemolekan tubuhnya dan sesekali menyingkapkan pakaiannya agar kelihatan paha mulusnya. Tetapi aku tetap tidak menghiraukannya.

" Mas...mas "

" Apa ? "

" Bolehkah Mira tahu nama Mas ? "

" Memangnya kenapa kamu ingin tahu nama saya ? "

" Ingin tahu saja, Mas khan sudah tahu nama saya. Jadi... "

" Panggil saja saya Widi "

" Jadi namanya Widi hehhe "

" Kok kamu tertawa "

" Seperti nama adik kandung saya "

" Ohhh gitu ya, Terus kalau sama emangnya kenapa ? "

Mirapun terdiam dan menangis. Aku sempat terkejut ketika mendengar tangisannya.

" Ada apa dengan adikmu, Mir ? "

" Adik kecilku yang paling kusayangi Mas "

" Terus kenapa ? "

" Aku jadi teringat waktu masa kecil bersamanya saat kami tinggal di Cirebon "

" Ohhh jadi kamu orang Cirebon "

" Bukan Mas, saya orang Subang dan tinggal di Cirebon karena ayah pindah kerja di sana "

" Lantas... "

" Masa-masa yang membahagiakan sampai kami sekeluarga mengalami musibah sekitar 2 tahun yang lalu "

" Apa yang terjadi dengan keluargamu ? "

" Waktu itu aku masih duduk di SMA kelas 2. Ayah, ibu dan adik sedang pergi ke Subang untuk menghadiri acara pernikahan salah satu saudara sepupu ibu. "

" Kemudian... "

" Ayah, ibu dan adik sempat menghadiri acara pernikahan tersebut. Tapi pada saat pulang ke Cirebon, di tengah jalan mereka mengalami kecelakaan. Mobil ayah bertabrakan dengan bus dan hancur berantakan. Ayah, ibu dan adikku meninggal dunia di tempat. "

" Tragis sekali nasib keluargamu , Mir "

Mirapun menangis tersedu-sedu dan tak menyangka kalau malam pertama bertemu denganku malah mengingatkan kembali memori lamanya yang sangat menyedihkan. Aku hanya bisa diam dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

" Sabar ya Mir. Ayah, ibu dan adikmu telah bahagia di alam sana. "

" Mereka bahagia tapi aku tidak bahagia malah telah berbuat nista dengan pekerjaanku sekarang. Kenapa aku tidak dipanggil sekalian oleh Tuhan agar bisa berkumpul dengan mereka. " teriak Mira dengan tangisannya yang belum reda.

" Sudahlah Mir, kamu harus bisa menerimanya dan jangan menyalahkan takdir Tuhan "

" Tapi Mas... " Langsung saja kupeluk Mira untuk meredakan emosinya. Beberapa saat kemudian kulepas pelukanku.

" Maafkan saya, Mir "

" Tidak apa-apa Mas. Saya tahu Mas hanya ingin menenangkan saya. "

Tanpa terasa, waktu subuh tiba maka segeralah aku bangun dan siap-siap ingin pulang.

" Mau kemana Mas ? "

" Saya ingin pulang. Sudah subuh Mir. "

" Kita masih punya waktu lama Mas. Kenapa harus buru-buru "

" Saya harus pulang, Mir. Saya kuatir keluarga mencari keberadaan saya karena mereka tahu saya pulang tadi malam "

Segera aku keluarkan uang dari dompetku dan kubayar tarif pelayanan Mira dengan sedikit tambahan uang dariku.

" Tidak usah bayar Mas "

" Mengapa ? Aku khan telah menggunakan jasamu "

" Tidak usah, Mas. "

" Lalu bagaimana dengan preman dan germo itu "

" Biar itu menjadi tanggung jawab saya "

" Tidak, Mir. Kamu tidak boleh begitu. Saya tetap akan bayar "

" Tapi Mas... "

" Sudahlah, kamu tenang saja. Suatu saat kita bisa bertemu kembali. Saya akan menemui kamu kembali "

" Terima kasih Mas. Malam yang indah sepanjang hidup saya. Senang sekali hati ini. Tapi benar khan mas akan menemui saya "

" Saya janji, Mir. Tapi bukan dalam situasi seperti tadi malam ya hehehe "

" Terima kasih "

Akupun memberikan uang kepada Mira. Mira menerimanya dengan suka cita dan mencium tanganku saat aku akan meninggalkan kamar. Malam yang sangat berkesan dan penuh dengan kejutan.

&&&&&

Pertanyaannya adalah apakah benar Widi akan menemui Mira ? Apakah yang menyebabkan Mira terjerumus ke dalam dunia prostitusi ? Ikuti cerita selanjutnya. Komputernya harus istirahat dulu takut jebol kayak kemarin. Khan penulisnya jadi repot untuk menulis cerita selanjutnya. Lagipula kasihan juga HP kesayanganku dipakai terus menerus hehehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar