Jumat, 27 Agustus 2010

Malaikatnya Telah Saya Booking

oziq.blogspot.com

Sebelum saya menceritakan pengalaman pribadi ini maka saya ingin menyamakan persepsi dahulu tentang makna Istighosah.

Kata “istighotsah” استغاثة berasal dari “al-ghouts”الغوث yang berarti pertolongan. Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan) “istaf’ala” استفعل atau “istif’al” menunjukkan arti pemintaan atau pemohonan. Maka istighotsah berarti meminta pertolongan. Seperti kata ghufron غفران yang berarti ampunan ketika diikutkan pola istif’al menjadi istighfar استغفار yang berarti memohon ampunan.

Jadi istighotsah berarti “thalabul ghouts” طلب الغوث atau meminta pertolongan. Para ulama membedakan antara istghotsah dengan “istianah” استعانة, meskipun secara kebahasaan makna keduanya kurang lebih sama. Karena isti’anah juga pola istif’al dari kata “al-aun” العون yang berarti “thalabul aun” طلب العون yang juga berarti meminta pertolongan.

Istighotsah adalah meminta pertolongan ketika keadaan sukar dan sulit. Sedangkan Isti’anah maknanya meminta pertolongan dengan arti yang lebih luas dan umum.

(Sumbernya disini)


Suatu hari saya melakukan silaturahim ke sebuah pesantren di Jawa Tengah. Kebetulan sekali saya mengenal dekat dengan pimpinan pondok pesantren tersebut yaitu seorang Kyai. Tanpa dinyana di pondok pesantren tersebut sedang siap-siap mengadakan sebuah acara Istighosah. Pikir saya saat itu istighosah dalam rangka apa ya.

Setelah bertemu dengan Kyai tersebut barulah saya mengetahui kalau istighosah dilakukan untuk memohon kepada Allah SWT agar seorang bupati yang sedang memimpin di daerah tersebut terpilih kembali dalam pemilihan kepala daerah. Saya hannya bisa tersenyum sambil mengernyitkan dahi. Kok harus istighosah.

 

Sebuah kebetulan juga saat itu berkumpul beberapa orang Kyai dan ustad. Saat berlangsung obrolan, saya memberanikan diri untuk bertanya apakah tidak salah melakukan istighosah untuk hal-hal semacam itu. Apalagi untuk sebuah kekuasaan. Beberapa kyai memberikan jawaban dan mengeluarkan dalil-dalil baik dalam Al Quran maupun Al Hadist. Tetapi tetap saja saya belum dapat menerima alasannya dengan gamblang dan masih ada ganjalan dalam hati.

Akhirnya untuk menghindari perdebatan yang tidak perlu maka saya mengundurkan diri dari forum dan langsung pamit pulang. Dengan hati memohon kepada Allah untuk diberikan petunjuk yang lurus mengenai masalah ini, saya sempat mengatakan kalau istighosah yang dilakukan tidak akan menghasilkan apa-apa dan pasti hasilnya calon Bupati (saat itu incumbent) akan kalah dalam pemilihan kepala daerah. Tampak sekali wajah merah marah diantara para kyai dan ustad yang mendengar perkataan saya tersebut. Tetapi masa bodolah dengan mereka dalam hati ini, yang penting pulang dan pergi jauh-jauh dari tempat pertemuan tersebut.

Benar saja, dua minggu setelah pemilihan kepala daerah saya kembali lagi ke pondok pesantren tersebut dengan niat silaturahim. Tiba-tiba Pak Kyai pimpinan pondok memeluk saya dan mengatakan apa yang saya katakan dulu benar adanya. Sang calon bupati yang dulu di istighosah kalah dalam pemilihan kepala daerah. Saya hanya bisa tersenyum dan geleng-geleng kepala. Kemudian saya mengatakan demikian.

" Tahukah, Pak Kyai. mengapa calon Bupati tersebut kalah dalam pilkada "

" Wah saya kurang mengerti Cech. Mungkin sudah kehendak Allah SWT "

" Hahahaha Pak kyai kok mengatakan demikian "

" Lho memangnya saya harus mengatakan apa. Toh kenyataan kalah. Terus menurut Cech apa yang menyebabkan Calon Bupati tersebut kalah "

" Ini biar Pak Kyai tahu ya. Istighosah yang Pak Kyai lakukan sia-sia karena saat Pak Kyai dan teman-teman melakukan doa istighosah tidak akan sampai atau didengar Allah SWT "

" Lho kok bisa "

" Karena saat itu seluruh malaikatnya Allah telah saya booking. Jadi doa istighosah Pak Kyai tidak ada yang menyampaikan kepada Allah "

" !@$$@%^FTTYY^$##*()(&))_ dasarrr bocah nakal "

" hahahahahahahahaha "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar