Rabu, 22 September 2010

Kisah Seorang Pengelana (I)

" Peluh keringat membasahi seluruh tubuhku. Alas kakiku makin aus dimakan aspal jalan. Pakaianku penuh kotoran hitam debu jalanan. Kuterus berjalan walaupun kaki ini terasa sakit. Kutahan haus dan lapar dengan nyanyian kebahagiaan. Kutanggung malu dengan senyuman. Kutahu masih ada yang lebih sengsara daripadaku. Kuberikan apapun yang kumiliki kepada yang membutuhkan. Ku tak ingin ingkar janji. Semuanya kulakukan karena niat kepadaMu. Ya Rabbi. Perjalanan anak manusia dalam pencarian jati dirinya. "


Aku terus berjalan tanpa arah tujuan. Langkah kakiku terus bergerak mengikuti kata hatiku. Tanpa terasa sudah satu bulan aku berkelana. Penampilanku berubah, kumis dan jenggotku tumbuh lebat, kulit tubuh menjadi kusam, pakaianku mulai robek di mana-mana, kakiku mulai mati rasa terhadap panasnya aspal, dan semuanya telah berubah. Semua itu kutatap dengan rasa kebahagiaan. Rasa kehilangan ditinggal kekasih hati sedikit demi sedikit mulai berkurang. Tapi untuk apa semua ini harus kulakukan.

Dalam keheningan malam, aku duduk di emperan sebuh toko kelontong. Tanpa terasa aku tertidur pulas karena rasa lelah yang amat sangat selama berjalan seharian. Tiba-tiba ada seseorang yang memanggil namaku.

" Wid...wid... bangun. "

Aku berpikir siapa gerangan yang memanggil namaku. Dengan mata berat untuk membuka, aku paksakan melihat sosok yang memanggilku. Alangkah kagetnya setelah aku melihat sosok yang membangunkanku.

" Astaghfirullah al azhim, apakah aku tidak salah lihat ? "
 Kulihat sosok tua bahkan sepuh dengan jenggot putih dan berpakaian serba putih dengan suara serak layaknya seorang kakek tua.

" Tidak, kamu tidak salah melihat "

" Tapi kakek ini siapa ? "

" Panggil saya Eyang saja "

" Eyang ? "

" Ya, Eyang saja "

" Tapi kenapa Eyang membangunkan saya ? "

" Maafkan saya, kalau mengganggu tidurmu "

" Hmmmmm "

" Mungkin agak sedikit kaget melihat saya. "

" Saya akui demikian Eyang "

" Sebetulnya Eyang sudah lama mengikuti kamu "

" Mengikuti saya ? Sejak kapan dan mengapa ? "

" Hehehehehehe, banyak sekali pertanyaanmu. "

" Ya, Eyang. Masalahnya saya masih bingung. "

" Tidak usah bingung. Saya tahu kamu sedang berkelana "

" Hah kok Eyang tahu saya sedang berkelana "

" Tadi sudah saya katakan kalau selama ini saya selalu mengikutimu. Tapi sayangnya...."

" Sayang kenapa ? "

" Kamu berkelana tanpa tujuan dan hanya sekedar melepas duka di hati. Ingat! Hidup terus berjalan dan harus punya tujuan yang pasti "

" Tapi Eyang... "

" Tidak ada tapi-tapi saya tahu kamu telah kehilangan orang yang paling kamu cintai. Padahal dia telah kembali kepada PemilikNya. "

" Kenapa Eyang berkata demikian ? Tidak mudah untuk melupakannya, Yang. Sukar sekali untuh menyembuhkan semuanya ini "

" Hahahahahahaha dasar anak muda "

Aku diam memperhatikan sosok Eyang berjanggut putih dan masih bingung apa maksudnya mengikutiku.
Akupun sempat kesal dengan perkataan Eyang tadi. Baru kenal sudah main paksa saja. Kurang ajar sekali.

" Jadi bagaimana Widi anakku ? "

" Hmmmm saya masih bingung untuk menjawabnya. Apakah yang Eyang tawarkan bisa menjadi kenyataan "

" Nyata atau tidak tergantung kepada dirimu. Mau atau tidak ? "
 
" Okelah saya mau. Bagaimana caranya ? "

" Jangan tanya caranya. Kamu tinggal menjalankan apa yang saya katakan "

" Kok harus begitu Yang "

" Ya, harus kamu jalankan tanpa syarat "
 Aku merenungkan kembali atas pernyataan Eyang.

" Okelah, saya akan mengikuti arahan Eyang "

" Bagus, itulah sikap seorang anak kepada orang tuanya "

" Maksudnya..... "

" Jangan banyak tanya... ingat hehehehehe "

" Terus bagaimana selanjutnya ? "

" Kamu lihat pasar di sana "

" Ya "

" Kamu lihat tempat pembuangan sampah di pasar itu "

" Iya Yang "

" Ayo ikut saya "
 Aku pun mengikuti Eyang menuju tempat pembuangan sampah yang posisinya persis di belakang pasar.

" Sekarang duduklah kamu di sini "

" Di sini Yang "

" Ya, ikuti saja perintah saya "
 Akhirnya aku duduk di sebelah tempat pembuangan sampah yang baunya luar biasa menusuk hidung. Kududuk sekitar 3 meter dari tempat tersebut.

" Saya perintahkan kamu duduk disini dan tidak boleh kemana-mana "

" Hah, sampai kapan Yang "

" Jangan tanya-tanya. Ingat janjimu. Kamu boleh berdiri dan duduk hanya pada titik dimana kamu ada sekarang "

" Wahhhhh "

" Diammm "

" Oke...oke saya dengarkan "

" Kamu boleh meninggalkan tempat ini apabila saya perintahkan "
Hmmmmmm menyesal aku menyetujui permintaan Eyang kacau benar hidupku nantinya (dalam hatiku).
" Bagaimana ? "

" ahh ya ya siap Yang "

" Baiklah, saya akan pergi dulu "

" Mau kemana Yang "

" Sudahlah kamu jalani saja perintah saya. Ingat jangan bergerak kemana-mana kecuali duduk dan berdiri. "

" Bagaimana kalau saya mau buang air besar atau kecil dan makannya juga Yang "

" Nikmati saja. Saya pergi dulu. Semoga Allah memberkati "

" Yang... Yang...Yang... sampai kapan ? "

Belum selesai aku berkata dalam sekejap Eyang menghilang dalam kegelapan.
-=-
Bagaimana nasib Widi selanjutnya ? Apakah Widi sanggup menjalankan perintah Eyang ? Galaukah perasaan Widi dalam menjalankannya ? Bagaimanakah sikap dan perlakuan orang di pasar dengan kehadiran Widi yang bertingkah seperti orang gila ? Ikuti kelanjutannya nanti setelah STC menemukan ruhnya kembali hehehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar