curhatrehatkopi-suse.blogspot.com |
Dua hari ini saya selalu merasa ada sesuatu yang hilang dan hampa sekali. Kejenuhan melanda diri ini, sepertinya tidak ada harapan dan tujuan yang pasti. Mungkin hal ini disebabkan oleh banyak persoalan yang saya hadapi.
Tetapi hari ini saya banyak sekali mendapatkan banyak hal yang membuat saya bahagia. Bahagia ? Ya bahagia tetapi bahagia batin. Ada kepuasan tersendiri yang sulit untuk diungkapkan. Semuanya mengalir begitu saja.
Ada seorang teman yang mengatakan demikian " Emang dasar tukang merenung. Apa-apa selalu direnungkan dan selalu dikait-kaitkan dengan apa yang sedang terjadi baik yang ada di sekitar maupun di luar sana. " Mungkin inilah kelemahan saya selama ini yaitu semuanya harus direnungi dan dibaca apa maksud kejadian-kejadian yang sedang berlangsung. Tetapi bagi saya, semuanya adalah bagian dari "Iqro" saya. Baca dan bacalah, semuanya pasti mengandung makna dan mengapa hal tersebut bisa terjadi serta kejadian tersebut bukanlah sebuah kebetulan.
Hal pertama yang ingin saya sampaikan adalah sebuah kesejatian. Kesejatian diri yang digambarkan dengan Guru Sejati. Maka itu saya menulis tentang Puasa dan Guru Sejati. Tulisan tersebut merupakan hasil dari membaca saya menjelang 10 hari terakhir puasa di bulan Ramadhan dimana umat Islam selayaknya melakukan perenungan lewat I'tikaf untuk melakukan evaluasi kembali apakah puasa kita selama ini memang benar dan sesuai dengan perintah Allah SWT. Semuanya sudah saya jelaskan di tulisan tersebut.
Yang kedua adalah tadi menjelang buka puasa tiba-tiba terlintas kata-kata di pikiran saya tentang sebuah kesucian mata. Ternyata memang benar rusak atau tidaknya akhlak diri dimulai dari mata. Dari mata itulah menggerakkan seluruh organ tubuh untuk merespon apa yang dilihat. Apakah responnya baik atau tidak baik tergantung kepada keimanan dan kemampuan Iqro yang dimiliki.
Padahal sebelumnya tidak ada pikiran atau ide sama sekali. Semua suasana hati saya tuangkan di Facebook baik tulisan, musik dan sebagainya. Tetapi ada yang menarik setelah saya membaca status salah seorang Kompasianer yang merasa senang melihat iklan kartu telepon AXIS. Dia mengatakan kalau iklan tersebut lucu sekali dan menghibur serta kreatif. Tetapi yang saya baca bukan lucu atau kreatifnya. Rupanya Allah mengingatkan saya tentang makna sebuah keikhlasan dalam perbuatan sehari-hari walaupun sekecil apapun dampak yang diberikan kepada lingkingan sekitar.
Memang tidak mudah menjalankan dan melakukan dengan embel-embel "Ikhlas" sehingga bagi saya kata "Ikhlas" tidaklah mudah untuk didefinisikan dengan tulisan tetapi dengan perbuatan (laku lampah). Intinya adalah melakukan, melakukan dan melakukan. Lho kok ke situ-situ lagi ? Iya memang harus melakukan.
Contoh yang mudah adalah iklan Jarum 76 yang menceritakan tawar-menawar 2 jin dengan menjanjikan beberapa permintaan. Awalnya hanya satu saja tetapi karena diprovokasi oleh jin yang lain maka keluarlah tawar menawar yang sebetulnya hanyalah permainan antara manusia dengan jin. Ada kesepakatan yang terjadi. Coba saja kalau jin yang pertam mengerti dan tahu akan tugasnya yaitu hanya dialah yang diberikan tugas untuk menawarkan satu permintaan kepada manusia maka tidak akan kecolongan. Tetapi ini hanyalah iklan, lagipula mana ada jin melakukan tawar menawar selayaknya manusia. Intinya adalah yakinlah kepada yang satu dan mudah terprovokasi oleh yang lain atau mudah diiming-imingi karena sebenarnya kepuasan manusia sudah ada ukurannya. Jadi janganlah berlebihan dan disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki.
Selanjutnya adalah dijadikannya saya sebagai teman oleh Tristan Lecomte di Facebook. Sungguh luar biasa dan di luar dugaan karena sejak saya mengajaknya berteman sekitar 1,5 bulan yang lalu, hari ini beliau memberikan konfirmasi dan sempat melakukan pembicaraan via mesej di FB. Banyak yang saya dapat dari pembicaraan tersebut yaitu keserhanaan diri dan cara berpikir beliau dalam memandang dunia yang katanya adalah tanggung jawab umat manusia di dunia untuk menjaga, merawat dan menjadikannya lebih baik. Saya sempat mengundangnya ke Indonesia untuk melihat industri kecil atau industri rumah tangga. Siapa tahu beliau tertarik untuk mengenalkan produk-produk khas Indonesia. Who knows ? jawab beliau. Kembali lagi saya melakukan perenungan apakah Allah sedang memberikan suatu petunjuk kepada saya dengan pertemuan tersebut ? Kembali kata kuncinya adalah melakukan, melakukan dan melakukan sesuai dengan Qudrat dan IradatNya. Jangan pikirkan apakah berhasil atau gagal, dosa atau pahala, surga atau neraka ? Pokoknya melakukan dengan keikhlasan atau tawadu. Semoga saja ketidakadilan bagi si kecil di Indonesia dapat diatasi dengan gaya perdagangan Fair Trade-nya Tristan Lecomte.
Yang lebih unik lagi adalah saat saya tanpa sengaja mendengarkan lagu Last Child yang berjudul "Diary Depresiku". Lagu ini menarik perhatian saya walaupun sepintas seperti tidak hubungannya dengan kegalauan diri saya selama 2 hari. Tetapi kalau kita menilik liriknya maka akan didapat makna kerinduan akan kedamaian diri dan keluarga. Ya keindahan perdamaian dan adanya keikhlasan untuk mengakui kesalahan-kesalahan yang diperbuat selama ini walaupun kesalahan tersebut akibat dari ketidakpuasan atas suasana rumah dan keluarga.
Nah lirik lagu tersebut bisa berkaitan erat dengan suasana negara kita saat ini yaitu suasana kebatinan yang kurang menguntungkan bagi rakyat untuk hidup bergairah dan penuh dengan konflik antar kita. Jadi dituntut adanya keikhlasan untuk bersabar dan bercermin diri. Apakah selama inikita memang sudah berbuat baik untuk diri dan banyak orang ? Kalau kita tidak ingin dikecilkan, dikucilkan ataupun diremehkan oleh orang lain maka itu kita harus mau rendah hati untuk terus berjuang dan mandiri serta yakin akan kemampuan yang dimiliki. Bukan hanya yakin saja tetapi haqqul yakin dengan melihat potensi yang dimiliki. Disinilah nikmat syukur yang harus dikedepankan atau dilakukan secara konsisten.
Itulah beberapa curhatan saya. Apakah yang saya alami hari ini merupakan sebagian hikmah puasa ? Ataukah ini yang dinamakan Nur Lailatul Qadar ? Saya haqqul yakin kalau Nur Lailatul Qadar telah datang dan hanya menghampiri orang-orang yang mau berpikir (Ulil Albab).
NB : berikut ini saya akan tuliskan lirik lagunya Last Child "Diary Depresiku". Mudah-mudahan dapat bermanfaat dan renungkanlah.
Malam ini hujan turun lagi
Bersama kenangan yang ungkit luka di hati
Luka yang harusnya dapat terobati
Yang ku harap tiada pernah terjadi
Ku ingat saat Ayah pergi, dan kami mulai kelaparan
Hal yang biasa buat aku, hidup di jalanan
Disaat ku belum mengerti, arti sebuah perceraian
Yang hancurkan semua hal indah, yang dulu pernah aku miliki
Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
Mungkin sejenak dapat aku lupakan
Dengan minuman keras yang saat ini ku genggam
Atau menggoreskan kaca di lenganku
Apapun kan ku lakukan, ku ingin lupakan
Namun bila ku mulai sadar, dari sisa mabuk semalam
Perihnya luka ini semakin dalam ku rasakan
Disaat ku telah mengerti, betapa indah dicintai
Hal yang tak pernah ku dapatkan, sejak aku hidup di jalanan
Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar