Rabu, 25 Agustus 2010

Hikmah Mengunjungi Rakyatku

Kontroversikah judulnya ? Silakan menilai sendiri dan saya senang sekali kalau dikatakan demikian. Belagu amat nich orang sampai mengatasnamakan rakyat. Itupun saya terima dengan senang hati. Rakyat yang saya kunjungi hanya sebagian kecil dari jumlah rakyat Indonesia yang mencapai 200-an juta orang. Saya hanya ingin berkhayal seperti Bupati Gorontalo, David Bobihoe Akib membawa perlengkapan mandi serta kasur lipat ke pelosok demi ”government mobile” yang pernah diekspos dalam acara Kick Andy.



 
Nah itulah yang membuat saya untuk gerilya di sekitaran tempat tinggal. Tujuannya adalah mencari suasana baru di malam mingguan dimana orang-orang bermasyuk ria di depan televisi nonton film atau sinetron, berantri-antri untuk menonton film di bioskop ehhh Cinema 21, candle light di cafe-cafe ataupun hotel-hotel mewah, pergi berduaan dengan sang kekasih di tempat yang romantis dan ada juga yang mencari sensasi seks di tempat-tempat yang memberikan suasan birahi heheheehe. Tapi itulah hidup dan setiap individu mempunyai kesenangan yang berbeda satu sama lain.

Kembali pada kunjungan ke rakyat adalah bagian dari silaturahim yang telah lama kutinggalkan walaupun kata mereka, itu hanya perasaan saya saja karena baru 3 bulan saya menghilang di tempattinggal mereka. Kalau ada yang tahu Kemayoran Gempol, pasti akan tahu pemukiman padat penduduk. Tapi ini bukan hanya pemukiman padat tapi menjadi tempat untuk hanya sekedar bisa tidur setelah seharian mengais-ngais rejeki di ibu kota. Mereka rata-rata mengontrak kamar dengan ukuran kamar yang sempit dan sumpek. Ada yang tinggal bersama isteri dan anak-anak dan juga dengan sanak famili atau teman sekampung. Tidak ada satu ruang yang tersisa semuanya penuh diisi oleh mereka.




Sekedar informasi, rakyatku ini kebanyakan bekerja di sektor informal yaitu pedagang kecil, penjual nasi goreng, penjual pecel lele, pedagang asongan, warteg, pengamen, penjahit maklun untuk perusahaan konveksi dan masih banyak lagi. Tetapi ada juga yang menjadi karyawan swasta seperti supir, pembantu, tukang potong pakaian, tukang jahit, pembersih jalan dan lain-lain. Nah itulah rakyatku yang sekaligus saya anggap sebagai saudara sebangsa dan setanah air serta bukan senasib sepenanggungan karena saya merasa malu dikatakan senasib dan sepenanggungan, sementara kondisi saya lebih baik dari mereka kecuali saya mau sama-sama tinggal bersama dan berprofesi sama dengan status pekerjaan mereka. Yang benar adalah teman seperjuangan untuk bangkit bersama-sama secara ekonomi yaitu hidup yang berkecukupan dan terpenuhinya kebutuhan primer. Kalau kata mereka ya perut keluarga mereka dapat terisi, pakaian murah dan mudah didapat, memiliki tempat tinggal yang layak, pendidikan gratis, dan biaya kesehatan yang murah dan terjangkau tanpa ada embel-embel kepentingan politik. Yang ada hanya kepentingan rakyat atau kepentingan bangsa dan negara (bahasa kerennya hehehe).


Tumben adalah kata pertama yang terucap oleh mereka ketika saya datang berkunjung ke tempat tinggal mereka. Pertama mendengarnya sempat membuat saya terkesiap tapi itu hanya becandaan mereka kepada saya. Tumben yang mereka maksud adalah jarang sekali saya datang tepat pada malam minggu. Yang mereka tahu bahwa saya biasanya tinggal di rumah (otak atik komputer) dan tidak kemana-mana setiap malam minggu. Apakah gerangan yang membuat saya berkunjung ke tempat mereka ? Jawabannya adalah menghilangkan kebosanan dan kejenuhan. Merekalah obat penghilang kebosanan dan kejenuhan saya. Banyak cerita yang saya dapat dari pengalaman hidup sehari-hari dalam mencari rejeki. Lucunya, ketika saya tanyakan tentang kasus Bank Century ataupun isu yang lagi in di jagat nusantara ini. Mereka hanya tersenyum dan menunjukkan sikap masa bodo ataupun diam. Kata mereka, untuk memenuhi kehidupan sehari-hari saja sudah menguras energi maka buat apa capek-capek ria menanggapi isu yang berkembang. Toh mau ganti pemerintahan tetap saja hidup mereka belum berubah bahkan was-was kalau-kalau tempat tinggal mereka akan digusur oleh pemerintah untuk kepentingan pembangunan yang berkaitan dengan pengembangan areal strategis bekas Bandara Kemayoran yang ujung-ujungnya adalah kepentingan bisnis dan uang adalah rajanya hehehe. tapi sudahlah mereka hanya bisa pasrah apabila ada kejadian luar biasa yang menimpa mereka.

Sebagian besar cerita yang berkembang di lingkungan tersebut adalah bagaimana caranya agar hidup mereka bisa berubah menjadi lebih baik. mereka adalah orang-orang yang ulet, pekerja keras, pantang menyerah dan yakin terhadap Allah SWT yang akan memberikan rejeki yang pantas akibat ibadah mereka yang dilakukan setiap hari untuk memenuhi kehidupan keluarga mereka.


 
Peta Kemayoran Gempol (diunduh dari Google)

Selama 24 jam, lingkungan mereka selalu ramai dan saling berinteraksi secara konsisten. Yang bekerja pada siang hari tertidur pulas, sementara yang bekerja malam hari mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh pekerja siang hari tersebut. Uniknya adalah jarang sekali saya digigit nyamuk dan tampak mereka yang tertidur di bangku warung ataupun di dipan kayu depan kamar menikmati tidurnya. Sepertinya nyamuk-nyamuk tidak mendapatkan tempat sekalipun untuk memenuhi kebutuhan biologisnya yaitu menghisap darah manusia. Mungkin kalau kita bisa mendengar nyamuk berbicara maka akan terdengar keluhan mereka dan bersumpah serapah kepada manusia yang tinggal di tempat tersebut. " Sialan amat nich manusia, tidak mau berbagi tempat. Dasar manusia tidak bisa melihat ruangan kosong langsung disewa dan ditempati hehehehe "

Ada satu cerita menarik pada saat itu dan ini tidak berkaitan dengan urusan kerok mengerok. Cerita ini bisa dikatakan keluhan seseorang yang menjadi bagian komunitas mereka. Orang ini bercerita tentang kehidupannya yang tidak berubah dan cenderung statis. Setiap dapat rejeki nomplok maka ada saja musibah yang menimpa.

Sudah banyak berkonsultasi dengan "orang pintar" tapi tetap tidak berubah. Setelah lama berbicara ngalor ngidul untuk memancing orang tersebut tentang suatu hal yang menjadi ganjalannya. Akhirnya terungkaplah sebuah cerita yang mencengangkan. Ternyata dia merasa berdosa dengan ibunya di kampung. Saat saya tanya apakah jarang pulang kampung atau berlebaran ke tempat Ibunya ? Dia menjawab kalau dia secara rutin pulang lebaran dan tiap 3 bulan sekali pulang menjenguk ibunya. Bahkan hampir tiap bulan mengirimkan uang ke ibunya. Apakah gerangan yang mengganjal hatinya ?

Saat di kampung halamannya dia sempat menjual sepeda hasil kerja kerasnya bekerja pada sebuah toko di kota asalnya selama 2 tahun. Uang hasil penjualan tersebut dititipkan ke ibunya agar disimpan dengan tujuan kalau sewaktu-waktu pergi merantau ke Jakarta maka biayanya sudah ada. Tetapi yang terjadi adalah 2 hari sebelum berangkat ke Jakarta , uang yang dititipkan ke ibunya tersebut telah berkurang banyak karena terpakai untuk keperluan mendadak ibunya. Sungguh marah dia mendengar penjelasan ibunya tersebut. Diomelinlah ibunya dan parahnya sisa uang tersebut dibuang ke lantai. Saat itu juga dia meninggalkan rumah ibunya tanpa pamit langsung berangkat ke Jakarta.

Walaupun sekarang mempunyai 2 buah outlet roti bakar (bahasa kerennya), beristeri dengan 2 anak, anak buah berjumlah 4 dan masih berlebaran ke tempat ibunya tiap tahun, tetap saja belum nampak perubahan yang berarti. Ada rejeki langsung habis dipakai buat membiayai anak atau isterinya yang tiba-tiba sakit, bahkan secara bergiliran kayak ada jadwalnya karyawannya mendapatkan musibah seperti sakit, tertabrak motor dan sebagainya.

Setelah saya mendengar cerita tersebut langsung teringat dengan postingan Izzah tentang membaca Al Quran Surat Al Isra di waktu Ashar. Intinya di ayat 23 yang secara garis besar difimankan agar kita selalu mendoakan dan menghormati orang tua kita terutama ibu yang telah merawat dan menjaga kita sampai dewasa. Dan jangan sekali-kali mengucapkan "Ah" kepada orang tua saat mereka memanggil kita. Saya sampaikan dengan bahasa saya makna dari Surat Al Isra ayat 23 tersebut dan kusuruh dia untuk segera minta maaf kepada ibundanya dengan segera (mumpung beliau masih hidup). Sampaikanlah penyesalan yang mendalam terhadap peristiwa masa lalu tentang pembuangan uang ke lantai di depan ibunya tersebut. Minta maaf lah kalau perlu cium kaki ibunya. Tanpa sadar keluarlah air matanya dan baru malam itulah dia bercerita di depan orang lain tentang peristiwa tersebut dan memang benar itulah yang menjadi ganjalan di hatinya. Dikatakan olehnya malam minggu itu adalah malam lailatul qadar bagi dia khususnya dan orang yang mendengarnya. Dikatakannya kalau besok dia akan langsung pulang ke kampung untuk menemui ibunya dan minta maaf atas kesalahannya tersebut. Mudah-mudahan hidup dia dan keluarganya mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Amin.

Ada sebuah gambaran yang diberikan oleh rekan bisnis saya WNI keturunan Cina. Tanah akan dikalahkan oleh api. Api akan dikalahkan oleh air. Air akan dikalahkan oleh angin. Maka selanjutnya apakah yang akan mengalahkan angin ? Jawabannya adalah Shadaqah. Saya persilakan untuk mencerna makna dari gambaran yang diungkapkan oleh teman saya tersebut.

Banyak orang yang merasa sudah banyak bershadaqah kepada orang lain tetapi ketika ibunya meminta sebagian kecil rejeki yang diperolehnya maka orang tersebut dengan entengnya mengatakan " Ibu khan sudah dapat uang dari si A atau Si B (saudara-saudara kandung orang tersebut), buat apa sich ? masih kurang ??? " Pasti ibunya hanya bisa diam memendam kekecewaan atas ucapan anaknya padahal ibu orang tersebut hanya ingin menikmati hasil kerja keras anaknya walaupun hanya uang receh sekalipun.

Seandainya saja saya jadi pemimpin negeri ini maka .........



Tidak ada komentar:

Posting Komentar