Kamis, 26 Agustus 2010

Berpikir Terbalik

warung-magazine.blogspot.com



" Almarhumah puteriku Gyzca adalah guru kehidupanku " ujar Dewi Yull kepada wartawan infotainment.

Sebenarnya guru kehidupan bisa ditemukan dimana saja, kapan saja, siapa saja dan apa saja. Laksana peribahasa " Pengalaman adalah Guru yang terbaik " sehingga dengan kemampuan membaca (iqra) yang dimiliki oleh seorang manusia maka guru kehidupan dapat ditemukan.
Beberapa tahun yang lalu tanpa sengaja saya bertemu dengan sosok orang tua. Namanya Eyang Sukma Nur Rasa. Beliau banyak sekali membuka wawasan berpikir tentang kehidupan di dunia beserta alam semestanya. Salah satunya adalah berpikir terbalik.

Apa maksudnya dengan berpikir terbalik ? Apa ya, sungguh susah untuk dijabarkan dengan kata-kata. Perlu adanya contoh praktis dan sederhana untuk mengerti tentang berpikir terbalik. Intinya adalah agar kita sebagai manusia mengerti tentang sebuah keseimbangan hidup.


Pada mulanya beliau mengajarkan saya untuk melihat kejadiaan-kejadiaan di dunia secara terbalik dan bukan menurut versi pribadi agar tumbuh empati dalam diri. Apakah itu ? Sebuah contoh sederhana yang mengagetkan saya adalah menyebutkan abjad secara terbalik (dimulai dari z sampai ke a) dan diberi waktu hanya 5 menit untuk menghafalnya. Dengan tertatih-tatih saya mengurai dan mengurutkannya secara terbalik. Ternyata tidak mudah dan terbalik-balik. Otak berpikir a tapi mulut bicara b. Untungnya saya tidak perlu berlama-lama untuk menghafalnya.

Kata beliau, kebiasaan itulah kuncinya. Masalahnya adalah apakah kebiasaan itu membuat kita menjadi manusia biasa-biasa saja atau tidak ? Semua orang pasti bisa melafalkan abjad dari a sampai z tapi gagap saat mengucapkannya secara terbalik. Selain itu beliau juga mengatakan bahwa mengucapkan abjad terbalik bisa dianalogikan dengan memanah. Anak panah harus ditarik jauh ke belakang dulu agar bisa melesat dengan kencangnya. Kalau kita terbiasa mengucapkan abjad secara terbalik dengan cepat maka makin cepat mengucapkan abjad pada umumnya.

Yang menariknya adalah metode ini bisa dipakai untuk menciptakan sprinter-sprinter kelas dunia. Seharusnya Indonesia bisa mempunyai banyak sprinter dengan lari yang sangat kencang . Coba saja metode latihan dengan lari mundur secara cepat dan lari searah dengan jarum jam. Kalau sudah bisa lari mundur dengan cepat maka lari ke depan akan lebih cepat lagi layaknya melesatnya anak panah.

Selanjutnya dengan nada berkelakar, beliau menyuruh saya untuk mengucapkan huruf arab dari ya sampai alif. Suatu hal yang tidak mudah untuk menghafalnya. Maksudnya adalah sebagai orang Islam sudah pasti kita akan kembali ke alif atau yang satu yaitu Allah SWT. Tetapi sebelum ke Yang Satu itu maka dituntut keyakinan (keimanan) diri yang tahapannya sudah Haqqul Yaqin. Jadi awali dulu dari "Ya".

Mengapa harus diawali dari "Ya" ? Ya harus diawali dari "Ya". Apabila diberikan beberapa pertanyaan berikut maka kita harus menjawab ya. Misalnya apakah saya percaya adanya Allah ? , apakah saya meyakini Islam sebagai agama yang membawa keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akherat ?, apakah Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan menjadi tuntunan saya di dunia ? dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengingatkan saya tentang letak Surat Al Fatihah di awal dan Surat An Nas di akhir pada Al Quran. Jadi saya harus mengerti dulu tentang kemanusiaan saya sehingga saya bisa mengerti tentang Sang Pencipta, Tempat Penciptaan dan Yang Diciptakan seperti yang terdapat dalam QS Al Fatihah.

Kesimpulan dari apa yang diajarkan oleh beliau adalah saya diajarkan untuk melatih keseimbangan kerja otak kanan dan otak kiri, menjaga keseimbangan alam semesta dan berempati dengan lingkungan sekitar agar tumbuh rasa simpati serta mengerti dan mengetahui dengan jelas jalan untuk kembali kepada Sang Pencipta Allah SWT (Jalan Yang Lurus). Pemikiran sederhananya adalah kalau saya ingin ke Bandung maka saya sudah tahu rute perjalanannya sehingga saya bisa pulang ke rumah dengan cepat tanpa tersesat di jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar