Rabu, 22 September 2010

Kisah Seorang Pengelana (III)

" Kenapa saya harus pulang Eyang ? "

" Ya itulah penyempurna dirimu. Bagaimana ? "

" Kalau itu yang terbaik untuk saya. Saya siap untuk menjalankannya "

" Tapi ada satu syarat anakku "

" Apalagi Eyang ? "

" Kamu boleh pulang setelah tidak memiliki apa-apa. "

" Khan memang saya sudah tidak punya apa-apa lagi Yang "

" Benar tapi ingat selama perjalananmu apabila ada orang yang iba kepadamu dan memberikan sejumlah uang maka uang tersebut harus kamu berikan kepada orang yang membutuhkan terutama fakir miskin, anak yatim piatu dan kaum pengemis yang benar-benar pengemis. Kecuali mereka memberikan makanan. Itu boleh kamu nikmati. "

" Kenapa harus begitu ? "

" Ingat ! Kamu tidak boleh tanya-tanya. Jalankan saja "

" Baik Eyang. Saya siap menjalankannya. "

" Sekarang kamu boleh pulang dan lakukan apa yang saya perintahkan "

Setelah itu Eyang Jenggot Putih segera menghilang dari hadapanku. Sebenarnya aku belum ingin pulang tapi perintah Eyang harus saya jalankan demi sebuah penyempurnaan jati diri.

Akhirnya aku berjalan pulang dengan berjalan kaki. Selama perjalanan banyak hal yang aku temui. Seperti yang Eyang katakan ternyata lebih banyak orang yang memberikan aku sejumlah uang. Akibatnya aku harus mencari orang-orang yang benar-benar membutuhkan. Herannya uang yang diberikan kepadaku tidak pernah habis-habis. Setiap aku memberikan uang kepada fakir miskin maka dalam waktu singkat ada saja orang yang memberikan aku uang yang jumlahnya dua kali lipat dari apa yang telah kuberikan sebelumnya. Kalau sudah begini, kapan aku bisa pulang.

Tetapi aku tidak putus asa dan terus kulakukan apa yang diamanahkan oleh Eyang. Tanpa terasa waktu terus berjalan dan sudah 3 bulan aku berjalan dari satu kota ke kota yang lain. Sementara di kantong celanaku telah terkumpul banyak uang yang sepertinya tidak pernah habis-habis. Banyak orang yang kaget melihat kelakuanku, kok bisa orang dengan penampilan seperti gelandangan atau orang gila bisa memberikan bantuan kepada fakir miskin. Mungkin inilah kebesaran Allah SWT yang ingin ditunjukkan oleh Eyang Jenggot Putih kepada diriku. Sungguh pengalaman yang luar biasa.

Suatu hari aku duduk di bawah pohon dekat alun-alun sebuah kota di Jawa Barat. Sungguh nikmat semilir angin yang berhembus ke arahku. Serasa surga datang menghampiriku. Keletihan yang teramat sangat di tubuhku terobati. Iseng-iseng aku melihat dan menghitung jumlah uang pemberian orang-orang yang merasa kasihan kepadaku sepanjang perjalanan. Ternyata jumlahnya mencapai Rp. 749.500. Wao banyak sekali jumlahnya. Padahal aku telah memberikan uang yang tidak sedikit juga kepada kaum yang membutuhkan.Tapi aku tidak boleh memakainya untuk urtusan apapun termasuk makan dan minum.

Tiba-tiba datanglah seorang anak laki-laki menghampiriku dan memberikan sebungkus nasi dan air putih. Sungguh baik sekali anak kecil tersebut. Rupanya anak kecil tersebut adalah anak seorang ibu penjual kopi dan teh di alun-alun tersebut. Kulihat ibunya dan tersenyum kepadanya. Ibu tersebut membalas tersenyum sambil memberi tanda agar aku mau menerima dan memakannya. Langsung saja kusambut tawarannya. Kubuka nasi bungkus tersebut. Ternyata nasi rames berisi gulai telur dan sepotong daging ayam. Surga apalagi yang telah diberikan Allah kepadaku. Dengan lahapnya kuhabiskan nasi ramesnya.

Kemudian kudatangi warung ibu tersebut, kulihat ibu dan anaknjya sedang makan. Sebungkus nasi untuk berdua. Baru kutersadar rupanya nasi yang diberikan kepadaku adalah jatah nasi untuk anaknya. Air mataku keluar dengan sendirinya. Sungguh malu aku menerimanya tadi.

" Terima kasih Bu tapi itu khan jatah nasi anak ibu "

" Sudahlah Mas. Saya tahu Mas lebih membutuhkan dan saya ikhlas memberikannya. "
" Tapi bu "

Ibu tersebut memberi tanda agar aku tidak perlu berkata-kata lagi. Padahal aku tahu berapa besar penghasilan sehari-hari ibu tersebut. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Sementara itu aku punya banyak uang tapi tidak boleh dipakai untuk urusan yang lain terutama untuk membantu ibu tersebut.

Karena hari sudah hampir malam maka kuputuskan untuk menginap semalam di tempat tersebut. Sesekali kuperhatikan warung ibu tersebut. Tapi aku sudah keletihan akhir akupun tertidur pulas. Tiba-tiba aku dibangunkan oleh seseorang. Ohhh ternyata anak kecil dan ibunya sudah duduk di sebelahku.

" Mas...mas..bangun "

" Ya...ya.. ada apa ? Oh ibu "

" Ya saya dan anak saya. Maafkan saya mengganggu tidur Mas "

" Tidak apa-apa. Ada apa Bu ? "

Ibu itu mengeluarkan sesuatu dari kantungnya sambil tersenyum gembira. Rupanya segepok uang.

" Maksudnya apa Bu ? "

" Alhamdulillah Mas tadi ada orang yang datang mampir ke warung saya. Setelah lama di warung sambil memesan kopi dan mi rebus, tiba-tiba orang tersebut memberikan uang ini. Saya pikir dia bercanda, ternyata dia serius memberikannya "

" Alhamdulillah, kalau Allah sudah berkehendak maka terjadilah Bu "

" Tapi Mas ... "

" Tapi apa ? "

" Kata orang tersebut, uang ini diberikan kepada saya atas perintah Mas "

" Ahhhh masa sich Bu. Ibu bercanda ya "

" Tidak... ibu tidak bercanda Mas. Terima kasih ya Mas "

" Nanti dulu Bu. Masa orang seperti saya bisa memberikan uang sebesar itu. Padahal untuk makan saja saya butuh belas kasihan orang seperti yang ibu lakukan tadi siang. "

" Pokoknya saya tidak mau tahu. Terima kasih sekali lagi Mas "

Aku makin bingung dan tidak tahu apa maksud dari kejadian ini. Karena tidak menemukan jawaban dan menghindari rasa kecewa dari ibu tersebut maka aku mengiyakan saja apa yang dituturkan ibu tersebut. Ya Allah, tanda-tanda apalagi yang telah Engkau turunkan. Berkahmu tiada ternilai harganya. Tanpa terasa hari sudah pagi dan aku harus melanjutkan perjalanan lagi.

Rupanya sudah hampir 8 bulan aku berjalan tapi tidak kunjung sampai ke rumah. Hampir frustasi aku dibuatnya karena uang pemberian orang kepadaku makin lama makin banyak. Aku menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus kulakukan. Tiba-tiba terdengar suara khas Eyang di telingaku.

" Anakku jangalah kau berputus asa. Teruskan perjalananmu, kau akan menemukan jalannya "

Hanya suara itu yang terdengar dan kembali aku meneruskan perjalanan. Seharian aku berjalan tapi belum seorangpun aku menemui orang-orang yang berhak menerima uang yang kusimpan. Akhirnya aku duduk di dekat sebuah warung kaki lima di pinggir jalan. Tampak seorang pak tua datang menghampiriku. Dari penampilannya sungguh mengenaskan nasibnya, langsung aku berpikir apakah pak tua ini orang pantas untuk kuberikan uang. Benar saja, orang tua tersebut meminta uang kepadaku. Apakah tidak salah pikirku. Biasanya tanpa diminta aku langsung memberikan.

" Mas minta uangnya mas. Sudah tiga hari saya tidak makan "

Aku perhatikan dengan seksama bapak tua tersebut. Tanpa pikir panjang kuberikan sejumlah uang yang mungkin cukup untuk makan selama seminggu. Anehnya setelah itu datang beberapa orang yang penampilannya lebih mengenaskan lagi dibandingkan bapak tua yang pertama. Kuberikan lagi uang kepada mereka. Tanpa terasa sudah banyak orang yang datang meminta uang yang aku simpan. Uniknya aku tidak perlu berjalan kemana-mana tapi hanya duduk di situ dan sudah banyak fakir miskin, pengemis, gelandangan, anak yatim piatu dan lain-lain datang kepadaku. Apakah ini bukti nyata yang dikatakan oleh Eyang.

Akhirnya baru menjelang dini hari, uang yang kusimpan selama ini sudah habis kuberikan. Alhamdulillah kuucapkan dalam hati. Tapi masalahnya adalah aku tidak punya uang dan pada malam itu tidak ada seorangpun yang memberikan aku makan. Sungguh lapar perut ini karena seharian aku tidak makan. Tanpa sadar aku pun tertidur.

Keesokan paginya, aku bangun dan kaget karena Eyang sudah berdiri dihadapanku. Kemudian eyang memberikan sebungkus daun pisang yang berisi nasi sekepal kepadaku. Eyang menyuruhku untuk membawanya dan melarang untuk memakannya selapar apapun diriku selama perjalanan. Sekepal nasi berbungkus daun pisang tersebut boleh makan setelah aku bertemu dengan kedua orang tuaku dan meminum air basuhan kaki orang tuaku di rumah.

Betapa gembira hati ini kalau inilah akhir dari segala ujian yang harus aku jalani. Tetapi tetap saja tidak mudah. Selama 3 hari aku berjalan pulang dan barulah sampai di rumah. Betapa kaget kedua orangtuaku melihat kondisiku. Pakaian kumel, penampilan seperti gelandangan, bau badan yang menyengat dan tanpa alas kaki. Tetapi kedua orang tuaku tidak menghiraukan dan memelukku erat-erat. Karena aku ingat pesan eyang tanpa banyak waktu langsung kuambil air di ember. Kemudian kubasuhkan kedua kaki orangtuaku dan meminumnya. Aku memohon ampun kepada mereka atas segala dosaku selama ini dan minta doa restu agar hidupku menjadi sempurna sehingga segala cita-citaku tercapai serta menemukan pasangan hidup yang baik dan haq untukku. Setelah itu aku makan nasi pemberian eyang dengan lahapnya. Anehnya nasi tersebut tidak basi atau mengeras. Yang kurasakan justru seperti nasi baru masak dan pulen sekali. Sungguh aku menikmati nasi tersebut. Apakah ini penyempurna diri untuk mengarungi kehidupan dunia ke depannya ?

Tiba-tiba suara Eyang bergema di telingaku.

" Anakku, sempurnalah dirimu dengan segala apa yang kau miliki. Ingat semua peristiwa yang telah kau lalui. Itulah perjalanan spiritual yang menjadi pelajaran buatmu sehingga kamu menjadi manusia yang tawadhu, qana'a, wara dan tuma'ninah. Ingatlah kuncinya adalah istiqomah, istiqomah dan istiqomah. "

Kemudian hilanglah suara Eyang Jenggot Putih yang selama ini menjadi Syekh bagi diriku. Terima kasih Ya Allah, Engkau telah menurunkan seorang Guru Sejati. Itulah kisah perjalanan panjang seorang pengelana. Semoga kita mendapatkan manfaat dari kisah ini.


pengembarajiwa.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar