Rabu, 25 Agustus 2010

Orang Gila Yang Tidak Gila

Ilustrasi (useillusion1.wordpress.com)


Saat itu saya baru pulang dari Temanggung menuju Yogyakarta. Hari mulai mendekati senja dan saya terdampar di terminal Magelang. Hal ini terjadi gara-gara saya salah memilih bis. Saya pikir bis yang ditumpangi jurusan Temanggung-Yogyakarta ternyata jurusan Temanggung-Magelang. Ya sudah, terpaksa saya harus menunggu bis jurusan Semarang-Yogyakarta.

Entah kenapa pada hari itu bis jurusan ke Yogyakarta seperti hilang ditelan bumi. Biasanya beberapa menit sekali masuk terminal Magelang untuk mengangkut penumpang ke Yogyakarta. Rupanya ada mogok massal para awak bis. Memang ada satu dua bus AKAP berukuran sedang seperti metromini yang mengambil trayek Magelang-Yogyakarta. Tetapi saat itu saya enggan menggunakan bis tersebut.

Kebetulan saat itu perut terasa lapar sekali karena sejak pagi saya belum makan nasi kecuali sebungkus roti dan sebuah botol aqua sedang. Saya memutuskan untuk mencari warung makan di sekitar terminal. Baru saja saya berjalan beberapa meter, terdengar suara orang menyanyi dengan teriakan keras dan menari-nari. Terdengar pula orang-orang mengusirnya jauh-jauh supaya tidak mendekati warung dagangannya bahkan ada beberapa orang yang mengganggu dan usil kepada orang tersebut. Ohhhh ternyata orang gila dalam hati saya.

Awalnya saya tidak menghiraukan dan peduli dengan setiap tingkah laku orang gila tersebut. Tetapi saat dia menyanyikan sebuah tembang Jawa yang artinya saya sedikit mengetahuinya maka tanpa sadar saya memperhatikannya. Setelah lama mengamati dan memperhatikannya, saya merasa yakin kalau orang tersebut tidak gila. Sesekali saya lihat pandangan matanya dan sepertinya orang gila tersebut tahu kalau saya melihatnya.

Langsung saja saya menghampiri orang gila tersebut sambil membawa 2 buah teh botol dingin. Banyak orang mengingatkan saya agar tidak mendekati orang gila tersebut tapi tetap saja saya mendekatinya untuk membuktikan kalau orang gila tersebut tidak gila.

Begitu saya menghampiri, orang gila tersebut diam dengan tatapan tajam dan sesekali tersenyum. Langsung saya pegang tangannya dan mengajak duduk di trotoar terminal. Herannya orang gila tersebut tidak menolak tapi malah menyanyi tembang Jawa lagi.

" Pak... pak... pak... minum " teriak saya

" Ahhh ... ya "

" Sudahlah Pak berhenti nyanyinya. Ayo minum dulu " saya memberikan teh botol dingin.
Langsung saja teh botol dingin tersebut diminumnya dan dalam waktu singkat kosonglah isi botolnya.

" Mau lagi Pak "

" Haaaa apa? lalalalalala "

" Mau lagi Pak teh botolnya. Mau khan? Bu pesan satu lagi teh botolnya "

Dengan perasaan takut-takut ibu penjual teh botol mendatangi kami berdua sambil memandangi saya dan orang gila tersebut. Tiba-tiba orang gila tersebut tersenyum kepada saya dan senyuman itu menandakan sambutannya untuk menerima kehadiran saya. Nah inilah saat yang tepat untuk bertanya kepadanya pikir saya saat itu.

" Maaf ya Pak, dari tadi saya perhatikan bapak. Sebetulnya bapak tidak gila khan ? "

" Hahahahahahahahahahahahahahaha.....hahahahahahahahahahaha " orang gila tersebut tertawa dengan keras sampai terdengar oleh orang lain sehingga menarik perhatian orang yang lalu lalang.

" Ada apa Pak ? Kenapa tertawa ? Benar khan omongan saya ? "

" Hahahahaha hahahaha kalau saya gila, memangnya kenapa ? "

" Ya tidak apa-apa. Cuma aneh wong tidak gila kok mau jadi gila ? "

" Hmmmmmm "

" Okelah kalau begitu, kita makan ya Pak. Pasti bapak belum makan. Perut saya sudah berbunyi "

Tanpa banyak bicara orang gila tersebut mau mengikuti apa yang saya tawarkan. Segeralah saya menuju ke warung makan. Setelah makan, saya melanjutkan pembicaraan sebelumnya walaupun saya tahu banyak orang bisik-bisik merasa heran dan aneh. Kok mau-maunya berteman dengan orang gila. heheehe.

" Bagaimana Pak ? Sudah kenyangkan ? "

" Sudah Mas " sungguh kaget saya mendengar jawabannya.

" Syukur dech. Omong-omong kenapa bapak harus jadi orang gila "

" Hmmm saya memang gila kok "

" Kok bapak bicaranya seperti itu "

" Ya memang harus begitu. Orang-orang waras itu pasti akan mengatakan saya gila atas apa yang saya lakukan selama ini "

" Memangnya apa yang bapak telah lakukan "

" Lalakon Mas "

" Apa itu Pak "

" Lalakon ya lalakon ... itu lho menjalankan perbuatan untuk mencari jati diri. "

" Maksudnya bapak ini sedang melakukan perjalanan spiritual "

" Ya kayak begitu "

" Tapi kenapa harus jadi orang gila "

" Ya harus jadi gila. Coba mas perhatikan. Ada nggak orang gila mengganggu orang waras ? "

" Saya jarang lihat Pak. Yang ada malah orang waras yang selalu mengganggu dan menggoda orang gila "

" Nahhhh jadi sebenarnya siapa yang gila Mas "

" Aduh susah saya menjawabnya Pak. Saya tidak mengerti. "

" Dari gila itulah saya mengerti dan memahami enaknya jadi orang gila "

" Kok bisa Pak. Enaknya dimana ? "

" Enaknya ya sewaktu diganggu, digoda, diludahi,dimarahin, dipukul, dipermainkan dan diusir-usir oleh orang yang merasa dirinya waras "

" Wah wah wah dalam sekali apa yang bapak katakan "

" Biasa saja Mas. Saya jadi tahu dan merasakan langsung bagaimana orang-orang suci dulu seperti rasul, nabi, wali ataupun aulia diperlakukan seperti orang gila sama dengan apa yang saya alami Mas pada saat menjalankan kebenaran Ilahi. Ternyata saya merasakan kenikmatan yang luar biasa "

" Makin tidak mengerti saya "

" Kalau merasa waras, orang tidak akan mudah marah, mengganggu, menggoda, mempermainkan, meludahi, memukul atau merusak apalagi mengecilkan semua ciptaan Gusti Allah termasuk orang gila. Orang gila khan juga ciptaan Gusti Allah. Manusia tahu perannya di dunia sebagai kalifah yang memberikan rahmat bagi alam semesta ya semua yang diciptakan Gusti Allah. "

" Luar biasa penjelasan Bapak. Ini ajaran sufi ya Pak "

" Saya tidak tahu Mas apa itu sufi yang saya tahu ini lalakon untuk mencari sejatinya diri manusia "

" ohhhhhh gitu " saya sampai terkagum-kagum sambil berpikir apa makna yang terkandung di dalam penjelasan bapak yang dianggap gila ini.

" Sudah ya Mas. Itu bis ke Yogyanya sudah datang. Cepetan sana. Nanti malah ketinggalan lagi "

" hah kok tahu sich saya mau ke Yogya aneh " dalam hati saya.

" Cepetan Mas "

" Oh ya saya pamit dulu Pak. Terima kasih ilmunya Pak "

" Saya yang harus terima kasih karena sudah diberi makan oleh Mas heheheehe lalalalalalalala "

Kembali bapak tersebut bernyanyi dan menari-menari sambil keluar dari warung meninggalkan saya. Sayapun buru-buru membayar makanan yang kami santap dan menuju ke bis yang menuju Yogyakarta.



Ilustrasi (isfahangraphic.com)


Ketika bis mulai bergerak meninggalkan terminal Magelang, saya sempat melihat bapak tersebut kembali menjadi orang gila dan bergerak meninggalkan terminal juga. Sebuah pengalaman yang luar biasa dalam hidup saya. Ya Allah, terima kasih dan saya bersyukur kepadaMu karena Engkau telah memberikan ilmu dan petunjukMu lewat orang gila yang bukan gila itu. Engkau Maha Kuasa, Penguasa Langit dan Bumi.

Kadang Kala Suatu Yang Tidak Disukai Malah Menjadi Paling Disukai


Ilustrasi (www.diabola.org)


Kalau kita mau sedikit waktu saja untuk merenung dan mengingat perjalanan hidup maka ada beberapa yang membiat kita tertawa sendiri. Hidup ini memang aneh dan sepertinya Tuhan tahu apa yang terbaik untuk umatnya. Tulisan ini saya buat untuk sedikit mengenang perjalanan hidup manusia yang seringkali berhadapan dengan suatu yang tidak disukai malah menjadi suatu yang paling disukai.


Saat pertama kali masuk SMA, saya mendapatkan tawaran beberapa kegiatan ekstra kurikuler sekolah. Ada salah satu ekstra kurikuler yang mungkin dianggap kurang mendapat perhatian siswa-siswa SMA saat itu yaitu Pencak Silat. Sebelumnya pencak silat saya anggap sebuah bela diri yang tidak modern dan kurang menarik karena lebih banyak gerakan-gerakan menarinya dengan iringan musik tradisional. Kurang macholah, begitu pikiran saya saat itu beda dengan karate, judo, kempo, jiu jitsu dan lain-lain yang berasal dari luar Indonesia.


Tanpa sengaja, saya diajak seorang teman yang kebetulan teman dari SD sampai SMA untuk bergabung pada kegiatan pencak silat di SMA. Nama perguruan pencak silat tersebut adalah Perguruan Silat Perisai Diri (PD). Awalnya saya hanya ikut-ikutan dan sekedar menghormati ajakan teman. Tetapi beberapa kali saya mengikuti kegiatan ini, saya merasakan ada perbedaan yang membuat saya tertarik. Setahu saya, pencak silat selalu memakai pangsi warna hitam tetapi pada PD ini memakai warna putih dengan ban hanya 3 yaitu putih, hitam dan kuning, Selanjutnya setiap tingkatan ban merah dibedakan dengan strip di dada.


Tanpa terasa saya seperti mengalami ekstasi terhadap PD karena banyak memperkenalkan jurus-jurus yang mirip Kung Fu tapi ala Indonesia seperti jurus pendeta, puteri, naga, kuntul, meliwis, dan monyet serta ditambah ajaran pernafasan, Gin Kang dan ilmu kebatinan bila sudah mencapai tingkat pengajar. Di PD inilah saya menemukan ketenangan, pengetahuan tentang sportifitas, kebersamaan, persaudaraan dan pengenalan terhadap budaya bangsa. Disamping itu dengan PD saya bisa berprestasi dengan mengikuti beberapa kejuaraan Silat antar Pelajar se DKI dan terakhir ikut Pra PON mewakili DKI walaupun saya gagal karena tangan saya patah saat bertanding tetapi saya merasa puas dan senang.


Selanjutnya adalah saya tidak pernah menyangka bakal kuliah di Jogja. Lagi pula saya juga tidak menyukai Jogja. Hal ini disebabkan banyaknya informasi yang saya dapat dari beberapa teman orang tua yang mengatakan orang Jogja itu pelit, beraninya omong di belakang (kurang fair layaknya blangkon yang jendolannya di belakang), orangnya ngeyelan alias tidak mau mengalah pokoknya paling benar sendiri. Maaf kalau saya menulis hal-hal yang kurang baik menurut teman-teman orang tua saya. Dan lebih seram lagi di Jogja banyak yang melakukan kumpul kebo (samenleven, benar atau tidak ya tulisannya) diantara mahasiswa dan mahasiswinya. Tidak ada pikiran saya untuk kuliah di Jogja.


Sampai pada suatu saat adik Bapak yang menjadi Dandim di Jogja menelpon bapak untuk memberitahukan adanya satu formulir pendaftaran mahasiswa UGM yang lebih dan mengundang saya untuk tes Sipenmaru di Jogja. Akhirnya Bapak menyuruh saya untuk pergi ke Jogya. Ya sudah akhirnya saya berangkat juga ke Jogja dengan perasaan tidak karuan.
Ada hal unik yang saya lakukan pada saat pengisian formulir Sipenmaru. Karena memang tidak berminat akhirnya saya hanya memilih satu pilihan saja yaitu Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Walaupun formulir sipenmaru saya IPC tetapi saya tetap mengisi satu pilihan. Orang tua saya sampai marah-marah mendengar cerita adik bapak dan sempat mengancam kalau tidak lulus Sipenmaru maka tahun itu saya tidak usah kuliah. Ehhh tidak tahunya malah terpilih dan lolos menjadi mahasiswa UGM. Mau tidak mau saya harus menjalaninya sebagai bentuk tanggung jawab moral kepada orang tua. Saya pikir daripada tidak kuliah hehehehe.


Tanpa terasa juga malah saya merasa betah dengan suasana Jogja. Di Jogjalah saya mengenal berbagai macam orang dari seluruh Indonesia karena sebagai kota pelajar, Jogja pun merupakan penggambaran Indonesia mini dimana seluruh manusia, nomor kendaraan dan budaya di Indonesia berkumpul sehingga motto Bhinneka Tunggal Ika kental terasa. Di Jogja itulah saya lebih mengenal lagi budaya Jawa yang terkenal luhur dan sikap sopan santun mulai terbentuk dalam pergaulan sehari-hari. Tahu sendirilah pergaulan anak Jakarta yang ingin serba bebas dan urakan sehingga sedikit demi sedikit terjaganya sikap menghormati, menghargai dan berempati terhadap orang lain terbentuk. 

Kalau kata dosen saya, " Orang boleh saja pintar tapi tanpa didukung oleh etika yang baik maka tidak ada gunanya dan tidak akan dihargai oleh orang lain. Sikap diri yang sopan dan santun kepada orang lain akan memberikan efek balik yang baik kepada diri. Orang lain akan menghormati dan menghargai kita " Contoh kecil adalah memanggil nama orang dengan panggilan yang baik seperti Mas, Mbak, Bapak, Ibu dan sebagainya kepada orang yang lebih tua, yang dihormati ataupun orang yang baru dikenal. Di Jogjalah saya mendapatkan hal-hal yang baik dan bekal saya untuk bisa bergaul dengan banyak orang.

Masih banyak hal-hal kecil yang tidak saya sukai malah membuat saya menyukainya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Memang Tuhan Maha Mengetahui segala hal dan selalu memberikan yang terbaik untuk umat ciptaanNya. Maka itu saya selalu merenung (tafakur) untuk selalu menjaga pembicaraan walaupun berat tapi saya berusaha untuk menghindari pembicaraan yang menyinggung perasaan orang lain karena takut apa yang saya bicarakan malah berbalik ke diri saya.

Wajah Tuhan dan Ekspresi Baha


Dalam beberapa bulan ini, baik media cetak maupun media elektronik dipenuhi oleh berita-berita tentang kasus korupsi. Negeri ini dipenuhi oleh polemik dan masing-masing pihak yang berseteru saling beragumen bahwa argumennyalah yang paling benar. Rakyat dibuat bingung oleh banyaknya perang kata-kata. Yang satu menunjukkan bukti dan fakta A. Sedangkan yang lain menunjukkan pula bukti dan fakta B. Sampai pada hal-hal yang sepelepun bisa menjadi sebuah pertentangan bahkan hampir terjadi adu jotos layaknya dua petinju bertarung di ring.



Semuanya bersumpah, semuanya berjanji, semuanya berdalil, semuanya saling lapor ke institusi hukum, semuanya menunjukkan ekspresi tidak bersalah dan yang terakhir adalah semuanya menunjukkan mimik muka menangis dengan uraian air mata sambil membawa-bawa nama Tuhan. Tetapi tetap saja tidak ada penjelasan mana yang salah atau mana yang benar. Semuanya diselesaikan dengan cara kompromi. Memang baik menggunakan cara kompromi karena menggambarkan budaya Indonesia yang mengedepankan cara musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan setiap permasalahan (apakah saat ini masih diimplementasikan, hanya Tuhan yang tahu). Tetapi yang menjadi persoalan utama adalah ini kasus korupsi yang menyebabkan nilai kerugian yang tidak kecil dan bersinggungan langsung dengan kepentingan dan keadilan seluruh rakyat Indonesia.

Contoh lain yang bersinggungan dengan rakyat kecil mulai dari kasus coklat, kapuk, semangka sampai kasus Prita. Kenapa para pemimpin atau elit-elit kekuasaan tidak segera menggunakan cara berdasarkan azas manfaat dan mudharat. Apakah karena kasus-kasus tersebut tidak bersinggungan langsung dengan kepentingan pemimpin/elit-elit kekuasaan sehingga tidak perlu menggunakan cara manfaat dan mudharat.

Sebaliknya bila kekuatan hati nurani rakyat yang bergerak bagaikan gelombang tsunami yang siap menelan dan menggulung apa saja yang dilewati barulah pemimpin/elit-elit kekuasaan segera menggunakan azas manfaat dan mudharat dan semuanya seperti koor mengatakan "Demi Rakyat", "Suara Rakyat adalah Suara Tuhan" dan lain-lain. Sungguh ironis, nama Tuhan dipakai dengan mudahnya.

Jadi benar apa yang dikatakan almarhum Baha (seorang pemabuk) dalam sinetron Para Pencari Tuhan, "Allah yg menciptakan wajah, manusialah yang bertanggungjawab atas ekspresinya" Layaknya Allah menciptakan dunia maka manusialah yg bertanggungjawab atas kehidupannya, bila ada bencana dan musibah spt gempa, banjir, kebakaran, dan lain lain berarti manusianya yg bersalah dan harus bertanggung jawab. Da Vinci membuat lukisan Monalisa yg termahsyur sehingga tidak mungkin Da vinci mau merusak atau menghancurkannya kecuali Da Vinci memang sudah bosan dan muak. Bagi Allah sama artinya dgn kiamat.

Kerinduan Akan Masa Lalu

Tidak tahu mengapa beberapa hari ini saya kurang tidur dan setiap akan memejamkan mata selalu timbul kenangan-kenangan masa lalu yang indah, penuh dengan pengorbanan dan perjuangan. Ternyata benar yang dikatakan Bung Karno "Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah" dan sejarah khususnya diri pribadi akan membuat kita menjadi dewasa, rendah hati dan selalu ingin mencari sesuatu yang baru agar kita bisa membuat sejarah yang baik bagi generasi berikutnya.

Tadi malam tanpa diduga ketika sedang mencari informasi di google search tiba-tiba menemukan satu gambar yang menurut saya bukanlah hal yang baru terutama bagi masyarakat Jawa Barat yaitu "CEPOT".




Ah Cepot? Ya benar Cepot, salah satu tokoh dalam wayang golek yang bersahaja, kerakyatan, lugu, apa adanya dan sebetulnya termasuk tokoh yang cerdas.

Kenapa Cepot ya? Setiap saya melihat Cepot, saya selalu terkenang akan masa lalu sekitar 8-9 tahun (waktu yang tepatnya saya lupa) dimana saya diajak oleh Uyut ke suatu daerah di lereng Gunung Salak dan daerah tersebut masuk dalam wilayah Kabupaten Sukabumi. Disana saya dipertemukan dengan seorang ulama atau orang sana menyebutnya Aki yang mempunyai pesantren sangat sederhana, yaitu berupa saung di lereng bukit yang tebuat dari bambu dan beratapkan pelepah pohon kelapa/aren. Jumlah saungnya juga tidak banyak, mungkin sekitar 3-4 saung berukuran 4x8 meter yang dipakai untuk tempat tinggal para santrinya yang jumlahnya juga hanya sekitar 20-an. Tetapi semua santrinya adalah anak-anak yang tidak jelas siapa orang tuanya karena memang sengaja di buang oleh orang tua kandungnya walaupun ada segelintir anak yang dititipkan orang tuanya untuk belajar agama kepada Aki.

Pertama kali tiba di tempat tersebut, saya melihat banyak gambar/foto Beliau.

Saya (S) : " Uyut, Beliau ini siapa namanya? "

Uyut (U) : " Beliau adalah Aki Dimyati, tetapi sebetulnya beliau adalah Kiai Haji Dimyati dan beliau lebih senang dipanggil Aki " jawab Uyut

S : " Oh gitu ya, tapi kok kalo saya lihat fotonya lucu sekali wajahnya seperti cepot hehehehe"

U : " Itu di foto Rud, kalo lihat orangnya lebih lucu lagi "

Tiba-tiba terdengar suara dari kejauhan sambil mengucapkan salam (ternyata Aki Dimyati)

Aki (A) : " Sampurasuuuuuuun "

U : " Rampes "

Kemudian mereka berdua berpelukan seperti 2 orang teman yang sudah lama tidak bertemu. Tapi Aki melihat dan memperhatikan saya. Saya sempat kaget dan mau tertawa. Benar yang dikatakan uyut bahwa tampangnya mirip sekali dengan Cepot yaitu giginya hampir habis kayak kakek-kakek dan menyisakan 2 buah gigi depannya. Uniknya adalah saat Aki menghisap rokok kretek 'Gudang Garam Merah" yaitu seperti terdengar suara siul saat mengeluarkan asap rokoknya (mungkin karena giginya yang tinggal sedikit jadi udara udara yang keluar tidak ada penahannya hahahaha)

A : " Sehat Den ? " (Uyut selalu dipanggil Aden oleh Aki Dimyati dan tidak tahu mengapa disebut demikian)

U : " Sehat, bagaimana padepokannya ? "

A : " Ya Aden bisa lihat sendiri, sekarang tinggal dimana Den ? "

U : " Sumedang sama kayak Aki diatas gunung terpencil ga ada siapa-siapa hahahaha"

Kemudian sambil melirik ke saya, Aki bertanya :

A : " Ini siapa Den ? "

U : " Ini Rudi "

A : " Cucu, Den ? "

U : " Bisa dibilang begtulah "

Kemudian Uyut meminta saya untuk bersalaman. Saat bersalaman sambil mencium tangan beliau sebagai rasa penghirmatan kepada orang tua, tiba-tiba tangan saya dipegang erat dan karena posisi saya jongkok, terdengar sauara beliau sedang bergumam sambill berdoa dan dikepala saya berhembur angin sepertinya Beliau meniup ubun-ubun saya. Setelah itu Beliau bertanya kepada saya.

A : " Sudah lama kamu dengan Aden ? "

S : " Baru 2-3 tahun "

A : " Oh begitu, kenapa kamu mau ikut diajak kemana-mana sama Aden sampai bisa kemari ? "

S : " Ya ngga tahu, karena diajak aja maka itu saya mau "

A : " Tahu ga kamu , kalau sering ikut dengan Aden maka kamu akan sesat "

S : " Memangnya kenapa ? "

A : " Aden itu ga pernah Shalat, ga pernah Puasa, sableng kalo bicara semaunya. Mulai hari ini dan seterusnya kamu harus tinggalin Aden karena kamu ga dapat apa-apa. Percuma saja buang-buang waktu. Lebih baik di rumah ga capek...."

Terkejut saya mendengar omongan beliau sambil curicuri pandang ke Uyut dengan raut muka bertanya ada apa ini.
Tiba-tiba terdengar suara keras seperti orang marah.

A : "Apa kamu tidak memperhatikan omongan saya,. Kalau disuruh harus nurut. Apakahkalau kamu ikut Aden kemudian kamu bisa kaya, bisa menyelesaikan semua masalah kamu dan keluargamu, bisa menjadi orang sakti mandraguna. Percaya dech ama saya bahwa kamu tidak akan mendapatkan apa-apa. Bagaimana Aden ? "

Terlihat Uyut hanya tersenyum dan sambil mengucap "Ente Balek"

A : " Percaya dech ama saya kamu akan sesat, musyrik,dan sengsara "

S : " Terus kalo saya tetap kekeh emangnya kenapa "

A : " Ya terserah kamu tapi saya hanya mengingatkan. Oh ya saya mo tanya kenapa kamu mau setia dan sepertinya nurut ama Aden. Khan kamu tahu sendiri Aden itu bagaimana "

S : " Ga tau kenapa, saya punya keyakinan mendapatkan sesuatu dari Uyut walaupun saya belum mendapatkan apa-apa sampai saat ini "

A : " Tuh khan apa yang saya bilang, sudah 2-3 tahun kamu jalan ama Aden tapi kamu belum mendapatkan apa-apa. Ingat lho Aden itu tidak punya santri, tidak punya murid dan kalo berbuat sesuatu semaunya dan tidak mau diatur "

S : " Nah itu yang saya bingung. kenapa juga saya dibawa kesini tapi saya yakin sejak awal saya berjalan dengan Uyut, saya merasa menemukan hubungan orang tua dengan anak dan bukan guru dengan murid "

A : " Tapi tetap aja kamu tidak dapat menyelesaikan masalah kamu dan keluargamu khan ????"

S : " Benar Ki, walaupun demikian saya mendapatkan ketenangan hati "

A : " Dari mana kamu tahu mendapatkan ketenangan hati toh pada kenyataannya hidup kamu sengsara, sekolah tinggi-tinggi tapi menganggur sementara teman-teman seumurmu sudah bekerja dan hiupnya lebih baik/beruntung daripada kamu. ketenangan apa?????"

Mendengar perkataan beliau, langsung saya terdiam sambil berpikir dan ga tahu harus bicara apa.

A : "Bagaimana Den kok bisa-bisanya ini anak mau mengikuti Aden yang juga hidupnya luntang lantung dan sengsara "

U : " hehehehehee" (tanpa ekspresi)

Dalam hati, kok Uyut tidak berbicara apa-apa, hanya tersenyum dan tertawa saja. Bagaimana nich (dengan hati yang mulai ragu-ragu)

A : " Tuh khan ragu-ragu, NGAJI NGUJI KAJI HIJI......NGAJI NGUJI KAJI HIJI.....NGAJI NGUJI KAJI HIJI,,,,, (sepertinya Aki tahu apa yang ada dalam hati saya.). Kalau kamu ingin terus bersama Aden dan menganggap beliau sebagai orang tua kamu harus bisa menjawab 4 kata diatas"

S : " Apa itu Ki .....tolong diulangi "

A : " Cari aja sendiri" (sambil menghisap rokok kretek " Gudang Garam Merah" nya dan seperti biasa terdengar suara siulan......)

U : " Udah dulu ah, saya mo ke Jakarta dulu ...."

Kemudian kami berpamitan pulang dan dengan wajah kebingungan sepanjang jalan saya terdiam dan memikirkan dan berusaha mengingat-ingat 4 kata tersebut. Parahnya ketika saya tanya Uyut, Beliau hanya menjawab tidak tahu itu dan tidak ada kerjaan saja Aki Dimyati

Jadi apa dong NGAJI NGUJI KAJI HIJI.........

2 Kenikmatan Dunia: Menghina Orang dan Melihat Orang Susah

Setelah makan siang, saya kedatangan seorang teman lama yang sudah hampir 6 tahun lamanya tidak ketemu. Selama ini beliau tinggal di Oregon Amerika Serikat bersama istri dan seorang puteri selama 10 tahun. Beliau adalah tetangga sebelah sewaktu saya tinggal di Kebon Jeruk, Kristen yang taat, WNI keturunan Tionghoa, teman diskusi maupun curhat dan umurnya lebih tua dari saya (62 tahun) sehingga saya tulis dengan beliau. Beliau sangat perhatian terhadap hal-hal kecil yang terjadi di sekitar lingkungan kompleks perumahan kami.

Sewaktu kerusuhan bulan Mei 1998, rukonya habis dibakar orang dan akhirnya beliau memutuskan untuk pindah ke Amerika Serikat mengikuti isterinya yang bekerja di Texas. Setelah kontrak kerja isterinya di Texas habis, mereka berdua pindah ke Oregon dan tinggal bersama puteri tunggalnya yang sedang menyelesaikan kuliah arsitek. Tahun 2002, kami bertemu lagi di Portland Oregon saat saya berlibur ke sana.

Sejak itu tidak ada kabar berita dari beliau. Rupanya beliau sudah di Indonesia hampir 6 bulan dan sempat terkejut ketika saya sudah tidak tinggal di Kebon Jeruk lagi dan rumah saya sudah menjadi milik orang karena saya sudah pindah ke rumah orang tua saya di Cempaka Putih. Beliau mencoba bertanya-tanya kepada tetangga di Kebon Jeruk dan mendapatkan nomor telepon saya sehingga akhirnya saya dapat ketemu lagi.


Ada cerita yang menarik dalam obrolan kami siang tadi, beliau bercerita tentang banyak hal tetapi ada ucapan beliau yang selalu saya ingat. Ada 2 kenikmatan yang melebihi kenikmatan apapun di dunia yaitu :

1. Menghina orang.

Betapa terkejutnya saya ketika beliau mengatakan itu. Dalam hati sempat berkata sudah gila nih orang atau sudah terlalu lama di Amerika jadi terpengaruh Bush Syndrome. Beliau menjelaskan kepada saya tentang arti menghina orang. Beliau bercerita, selama pulang di Indonesia kerjanya adalah menonton siaran televisi dan semua channel ditonton untuk menghabiskan waktu sehari-harinya. Dia menceritakan bagaimana lucu dan ironisnya acara TV (maaf kalau disebutkan) seperti Bukan Empat Mata (Tukul), Super-super...., berita infotainment, opera-operaan, acara di bulan Ramadhan dan lain-lain. 

Itulah beberapa acara di TV yang menjadi fokus beliau, dimana bagaimana lucu dan puasnya kita tertawa ketika menyaksikan orang-orang yang ada di acara itu saling menghina, meledek secara halus maupun vulgar dan kita menikmati itu dengan tertawa keras/terbahak-bahak sampai perut kita kesakitan bahkan sampai mengeluarkan air mata. Dan ini bukan hanya di media TV tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. 

Apakah ini kenikamatan yang tiada duanya melebihi kenikmatan menjadi orang kaya, paling punya uang tinggal beli ini itu dan sudah serta tidak sampai anggota tubuh kita dari kepala sampai kaki menikmati kebahagian saat menghina orang. Buktinya rating di TV tinggi melebihi acara sinetron dan lain-lain.


2. Melihat orang susah.

Contoh yang diberikan adalah suatu berita dimana sesorang motivator membagi bagikan uangnya melalui pesawat terbang kepada rakyat miskin di Serang Banten (seorang motivator betapa menikmati ketika membagi-bagikan uang di udara sambil tertawa-tawa). Acara bagi-bagi uang/hadiah buat si miskin tapi si miskin harus dikerjain dulu sebelum mendapatkan uang/hadiah (katanya biar pemirsa tahu perjuangan si miskin hehehehe biar kelihatan dramanya). 

Acara pembagian zakat/shadaqah yang makin memprihatinkan karena dari dulu jarang yang memikirkan bagaimana cara pembagian yang baik tanpa menimbulkan korban dan disamping itu harus dipikirkan bagaimana si miskin diberdayakan secara ekonomi agar si miskin pada tahun berikutnya naik level menjadi orang yang memberikan zakat/shadaqah. Kemudian contoh yang lain adalah ketika kondisi ekonomi yang sedang susah akibat kenaikan BBM, pengangguran yang semakin banyak (sebagai indikator banyak pengangguran yang paling mudah adalah banyak manusia usia produktif yang ikut demo, nongkrong di perempatan jalan dan lain-lain), harga-harga bahan pokok seperti beras, telur, minyak goreng yang ikut naik tanpa disertai kenaikan pendapatan tetapi elit-elit di pucuk kekuasaan masih bisa tertawa-tawa, terus korupsi sampai ketahuan, acara-acara pernikahan anak pejabat dan selebritis yang mewah sementara lingkungan disekitarnya masih ada yang minta-minta dan kelaparan sehingga sudahlah itu yang dinamakan kenikmatan dunia. 

Bahkan katanya kadangkala kita sering ngomel kepada pengemis dan dengan bangganya mengatakan orang masih gagah, sehat, produktif kok dan lain-lain minta-minta tanpa pernah bertanya alasan mereka melakukan itu. Dan contoh yang paling sering dilihat adalah ketika orang kesandung dan terjerembab di depan kita kadang-kadang kita tertawa dan hanya bisa melihat saja tanpa berusaha menolong. Pengendara motor yang berseliweran tanpa mengindahkan keselamatan dirinya dan orang lain layaknya menjadi raja yang menikmati kekuasaan diwilayah kerajaannya eh jalan maksudnya adalah contoh yang diberikan.

Setelah mendengar cerita beliau, langsung otak ini berpikir apa maksudnya dan melalui perenungan sesaat akhirnya saya tertawa terbahak-bahak melihat kegalauan beliau tentang apa yang dilihat selama kembali ke Indonesia dan saya katakan tidak semua orang Indonesia seperti itu dan masih banyak yang baik tetapi beliau katakan coba sedikit jured (jujur dan edan) kepada diri sendiri dan kita kerap menikmati 2 kenikmatan dunia tersebut diatas baik sengaja maupun tidak disengaja. 

Dan kata beliau, bukti yang gampang adalah saya tertawa saat beliau galau dan bingung terhadap tertawa terbahak-bahaknya saya. Bahkan ketika orang bodoh bertanya tentang suatu yang mudah dijawab oleh kita tetapi karena orang bodoh ini tidak tahu kita pun tertawa menikmati kesusahan dan kebodohan orang bodoh (dalam hati mengatakan bodoh amat nih orang). Nah inilah cerita tentang kedua orang bodoh yang sedang memahami tentang 2 kenikmatan dunia. 

Renungkanlah!