Senin, 23 Agustus 2010

JIHAD ATAU JAHAT ???

Beberapa hari terakhir, bangsa ini mendapatkan beberapa kejadian yang mengejutkan yaitu meninggalnya Mbah "Tak Gendong" Surip dan "Si Burung Merak" Wahyu Sulaiman Rendra serta yang terkini adalah berita penyergapan Densus 88 di Bekasi, Solo dan Temanggung dimana khusus di Temanggung, banyak media memberitakan tentang tewasnya Noordin M Top.

Terus terang saya kurang tertarik dengan berita-berita mengenai pengeboman maupun yang berhubungan dengan teroris. Karena terlalu miris untuk selalu mengikuti berita tentang hal tersebut, banyak kesedihan yang harusnya tidak perlu terjadi terutama bagi keluarga korban yang meninggal maupun keluarga yang anggota keluarganya melakukan aksi bunuh diri.

Tapi saya tidak akan menceritakan tentang 3 berita heboh diatas karena saya yakin media-media sudah banyak mengulasnya secara mendalam. Saya hanya ingin melihat sisi kemanusiaan dari para orang tua yang anak-anaknya secara mengejutkan terlibat dalam aksi teror terutama yang melakukan aksi bunuh diri dan tewas oleh timah panas milik aparat kepolisian.



che3to.net


Selama 11 tahun ini saya menemani bapak-ibu dengan segala suka dukanya. Khusus Bapak, saya hanya menemani beliau selama 8 tahun karena tahun 2006 beliau meninggal dunia akibat sakit jantungnya (persis puasa hari ke-4 bulan Ramadhan). 11 tahun tersebut saya anggap masa yang penuh pengalaman dan pembelajaran bagi kehidupan saya. Banyak hal yang telah didapat terutama memaknai "Rahman Rahiim" (kasih sayang) Allah yang ditunjukkan melalui kedua orang tua saya.

3 bulan menjelang meninggalnya almarhum Bapak, saya sempat mengatakan kepada teman, saudara dan ibu tentang betapa saya lebih mencintai Bapak dibanding Ibu. Ibu sempat merasa tersinggung dengan ucapan tersebut tapi saya jelaskan bahwa apa yang saya ucapkan itu terjadi dengan sendiri dan itu datangnya dari hati yang paling dalam. Rupanya itu sebagai pertanda dan ungkapan rasa kasih sayang serta ucapan perpisahan kepada almarhum. Ini dapat saya sampaikan setelah beliau meninggal dunia dan melalui perenungan yang terus menerus. Sekali lagi saya ingin menceritakan sebelumnya saya dan almarhum seperti layaknya anjing dan kucing yang selalu berbeda pendapat dan Ibu selalu menjadi penengah kami.Tapi mengapa menjelang akhir hayatnya malah saya sangat sayang dengan beliau ? Jawabannya adalah kasih sayang.

Beberapa hari yang lalu, saya mengalami kejadian yang mungkin jarang dialami oleh orang lain. Setelah bapak meninggal, beberapa bulan kemudian ibu mengalami stroke dan sampai sekarang belum sembuh serta sehari-harinya kursi roda selalu menopang kegiatan beliau dalam proses penyembuhannya. Walaupun sehari-hari saya selalu di rumah menemani ibu tapi keponakan yang ikut bersama kamilah yang merawat ibu baik masalah obat, dokter, sampai membersihkan kotoran ibu karena ketidak mampuan beliau untuk mengejangkan otot anusnya saat ingin buang air besar sehingga dibantu dengan mengeluarkan kotorannya yang ada di ujung anusnya baru keluar semua. Keponakan sangat membantu sekali layaknya seorang perawat dan itu dilakukan tanpa pamrih walaupun kadang dibangunkan pada malam hari untuk menggantikan pembalut (diaper/pampers) ibu. Kadang saya merasa kasihan juga karena itu dilakukan dan sering menggangu kuliahnya bahkan sempat cuti kuliah beberapa kali tapi keponakan tidak pernah mengeluh.

Pada hari itu, kebetulan tinggal saya dan sepupu yang menemani ibu di rumah sementara keponakan sedang kuliah. Awalnya dari pagi tidak ada yang aneh dengan tingkah laku ibu tapi pas saat makan siang beliau kelihatan pucat dan tidak mau makan. Rupanya beliau sakit perut dan menahan sakitnya. Saya pikir penyakit beliau kambuh lagi, ternyata setelah ditanya barulah diketahui kalau beliau sudah seminggu tidak buang air besar. Saat itu saya kebingungan dan beberapa kali menelpon/sms keponakan untuk pulang tidak mendapatkan respon sama sekali. Tanpa pikir panjang saya meminta kepada ibu biar saya saja yang membantu mengeluarkan kotoran air besarnya dengan cara merangsang dan mengorek kotoran yang ada di ujung anusnya supaya bisa keluar semuanya. Awalnya saya merasa jijik tapi entah mengapa perasaan jijik dan bau itu tidak ada serta dengan santainya saya kumpulkan kotoran beliau. Malah saya pikir lebih jijik memegang tahi (maaf) sendiri daripada beliau. Tidak mengapa itu bisa terjadi.

Banyak teman maupun saudara yang mengatakan seharusnya itu dilakukan oleh saudara perempuan saya. Saya jawab bahwa dalam kondisi apapun sudah sepantasnya anak baik laki-laki maupun perempuan yang saat itu berada dekat dengan orang tua untuk mengambil tindakan yang sama seperti apa yang saya lakukan.
Banyak juga yang mengatakan salut dan kagum/luar biasa terhadap saya karena mau melakukan itu. Saya mengatakan bahwa tidak ada yang luar biasa dalam kejadian itu karena merupakan bentuk rasa kasih sayang (Rahman Rahiim) anak terhadap orang tua mengingat apa yang telah dilakukan orang tua kita terutama Ibu pada saat anaknya masih kecil dimana ibu mau membersihkan kotoran anaknya tanpa pamrih dan penuh kasih sayang. Mungkin saja Rahman Rahim Allah sedang akrab dengan diri saya.

Dari kejadian itulah saya merenungkan semuanya dan dapat memaknai kasih sayang (Rahman Rahim) orang tua terhadap anaknya ataupun sebaliknya. Ternyata kasih sayang anak terhadap orang tua tidak hanya dinilai dari materi saja. Saya sering mendengar bahwa tidak ada orang tua yang ingin menyengsarakan anaknya dan orang tua selalu mendoakan anaknya agar bisa bermanfaat bagi dirinya, keluarganya (termasuk orang tuanya), lingkungan terdekatnya bahkan bangsa dan negara. Memang mereka berdoa agar hidup anaknya lebih mapan dibanding kondisi orang tuanya.

Tapi di satu sisi saya juga mendengar orang tua yang disengsarakan oleh anaknya dan ironisnya karena tidak ingin direpotkan oleh kondisi orang tuanya yang makin renta maka anak menitipkan orang tuanya ke panti wreda (semacam panti asuhan khusus orang tua).

Terus apa hubungannya dengan para orang tua yang anaknya yang tewas karena aksi bunuh diri ataupun ditangkap aparat yang menduga anaknya terlibat aksi teroris ? Saya jawab ada dan berkaitan erat dengan makna kasih sayang. Dari tayangan tv, saya merasa kasihan terhadap para orang tua yang tidak tahu apa-apa ternyata anaknya terlibat aksi teroris. Para orang tua itu tidak pernah membayangkan dan hanya bisa terkejut ketika aparat mendatangi dan mengabarkan kalau anaknya terlibat. Mereka selalu mengatakan bahwa anak mereka selama ini adalah anak yang baik-baik saja dan rajin beribadah serta tidak mungkin melakukan aksi tersebut. Disitulah letak kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Kebanyakan dari para orang tua tersebut tidak mengharapkan anaknya melakukan kejahatan tersebut dan sangat mengutuk perbuatan aksi teroris.

Bagaimana dengan kasih sayang anak yang terlibat dengan teroris terhadap orang tuanya ? Inilah yang menjadi pertanyaan saya. Seperti diketahui dalam Quran bahwa orang tua adalah wakilnya Allah di muka bumi dan satu hal Allah tidak butuh dibela karena Allah itu selalu sebab dan Maha atas segalanya. Jadi dimana jihadnya. Kasih sayang itu adalah jihadnya. Kasih sayang yang utama di dunia adalah kasih sayang terhadap orang tua sendiri karena disitulah Rahman Rahimnya Allah diperlihatkan. Apakah kasih sayang anak terhadap orang tua harus mengakibatkan orang tua menderita baik menderita kehilangan buah hatinya yang mati sia-sia, malu dengan masyarakat sekitar, sampai jatuh sakit memikirkan perbuatan anaknya dengan alasan jihad yang tidak jelas tujuannya ? Dimanakah Rahman Rahim Allah yang memang ada di dalam diri setiap manusia harus diimplementasikan ???? Rahman Rahim itulah yang menjadi dasar jihad bukan menjadi jahat.



muslimstory.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar