Selasa, 24 Agustus 2010

Sosok Petani Bercaping


 
Ilustrasi (http://news.bbc.co.uk/2/hi/in_pi...8238.stm)


Setelah saya membaca tulisan Mas Ouda dengan judul "PARA PENUNGGU LAVA" maka langsung mengingatkan saya kepada sosok petani bercaping. Pertemuan saya dengan sosok ini terjadi sekitar 7 tahun yang lalu di daerah Tunggak Jati Karawang.

Pada suatu hari saya diajak berkunjung oleh Uyut ke rumah sesepuh Pajajaran juga di daerah Tunggak Jati. Beliau ini memang sangat dihormati oleh Uyut. Secara hirarki kekerabatan dapat dikatakan bahwa beliau lebih tua daripada Uyut. Penampakannya sangat sederhana, lugas dan tegas. Sehari-hari kegiatan beliau hanya di rumah dan tidak pernah kemana-mana. Ciri khas beliau adalah kipas bambunya. Kalau hari mulai panas maka dilepaslah bajunya dan tinggal kaos singlet yang masih melekat sambil mengayunkan kipas bambunya ke arah dirinya. Kelihatan sekali beliau menikmatinya. Nama beliau adalah Eyang Sukma Nur Rasa.

Nah, begitulah penampilan beliau setiap kali saya bertemu. Dengan menggunakan angkutan umum, akhirnya saya dan Uyut sampai di rumah beliau. Waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB. Seperti biasa setelah bersalaman maka kami bertiga berbincang-bincang tentang banyak hal. Tanpa terasa kami telah berbicara selama 3-4 jam.

Tiba-tiba, beliau menyuruh saya membuatkan kopi untuk beliau karena pada saat itu orang yang biasa menyediakan minuman untuk tamu tidak ada di tempat sehingga sayalah yang disuruh. Kebetulan juga air di termos kosong sehingg segeralah saya memasak air dan setelah matang saya masukkan ke dlam termos yang jumlah sebanyak 2 buah.

Baru saja saya menuangkan kopi dan gula ke dalam 2 buah gelas, terdengar teriakan suara beliau yang menyuruh saya untuk membuat satu lagi kopi.

" Cech, satu lagi kopinya tanpa gula "

" Ya, Eyang "

" Pakai gelas yang besar ya "

" Ya, Eyang "

Tumben dalam hati saya. Tidak biasa-biasanya Eyang minta gelas besar untuk minum kopi. Beberapa menit kemudian 3 gelas kecil dan 1 gelas besar berisi minuman kopi telah siap untuk disajikan. Kemudian saya bergegas ke ruang tamu.

" Ini kopinya Eyang..... Ini kopinya Uyut

" Ya terima kasih "

" Kalau yang gelas besar taruh dimana Eyang "

" Sudah taruh saja di situ " (gelas besar tersebut saya letakkan di salah satu sudut meja tamu yang posisinya saling nerhadapan dengan posisi duduk Eyang)
Saya masih berpikir untuk siapakah gerangan segelas besar berisi kopis panas tanpa gula yang pasti rasanya pahit sekali. Tiba-tiba......

" Selamat Malam ! " (sebuah suara lantang dan keras dari seorang pria besar, mungkin tingginya hampir 2 meter)

" Malam. Nah ini dia yang Eyang tunggu dari tadi. Masuk....masuk...masuk "

Penampakan seorang pria bertubuh besar dengan kulit berwarna sawo matang, berpakaian serba hitam-hitam, memakai caping yang menutupi mukanya, tanpa alas kaki sehingga tampak kakinya penuh dengan tanah lempung basah seperti habis diguyur hujan. Tanpa basa basi, pria tersebut langsung duduk tepat di hadapan Eyang dan gelas ukuran besar berisi air kopi masih panas yang asapnya terus keluar.

" Boleh saya minum kopinya "

" Silahkan diminum "

Langsung saja air kopi panas berukuran gelas besar tersebut diminumnya sampai habis tanpa ada jeda untuk mendinginkan panasnya kopi.......Ya Allah manusia jenis apa ini, apa tidak punya rasa kepanasan.

" Mau lagi kopinya ? "

" Ya, minta satu lagi "

" Cech buatkan satu lagi seperti biasa "

Segera saya buatkan air kopi dalam ukuran gelas besar dan dalam waktu sebentar saya sudah meletakkannya di meja dimana orang tersebut duduk. Anehnya, setiap kali saya berusaha untuk melihat wajahnya, langsung orang tersebut menunduk dan hanya wajah gelap yang terlihat. Saya hanya berpikir mungkin orang ini adalah petanu suruhan Eyang yang memang mempunyai sawah yang luas di sana dan datang malam-malam untuk laporan mengenai kondisi tanaman padi.

" Boleh saya minum lagi "

" Boleh...boleh habiskan dan kalau kurang, tinggal minta lagi "

Seperti yang pertama, tuh orang langsung minum air kopi panas-panas tanpa ada waktu menghela nafas dan habislah air kopi tersebut dalam sekejap.

" Minta rokoknya " ujar orang tersebut

" Ini ada rokok Minak Jinggo. Suka khan "

" Hmmmmmm " Suara yang khas seorang pria raksasa. Rokok dinyalakan, kemudian langsung dihisapnya dan dalam sekali hisapan rokok tersebut habis tinggal abu. Dalam beberapa menit sudah 2/3 isi bungkus rokok Minak Jinggo habis dihisap. Walah walah walah bisa tekor nich ama orang model begini.

" Cech, ambil cerutu di kamar Eyang "

" Ya, Eyang tapi yang mana "

" Yang paling besar buatan Kuba "

Saya segera ke kamar Eyang dan tanpa perlu mencari-cari saya menemukan satu kotak kayu rokok cerutu yang isinya saya kurang tahu.

" Ini Eyang rokoknya "

" Mau cerutu khan "

" Hahahahahaha ini yang saya tunggu dari tadi " Langsung diambilnya satu batang cerutu besar buatan Kuba yang kalau dihisap oleh orang biasa bisa dower bibirnya hehehehehe. Tampak Uyut hanya terdiam dan sesekali tersenyum kecil sambil memberi isyarat supaya saya jangan banyak tanya.

" Ya jelas enak, ini khan emang kesukaan kamu "

Rokok cerutu dihisapnya dalam-dalam dan sebentar-bentar dinikmatinya, tapi hanya dalam hitungan detik rokok cerutu tersebut habis dihisap. 3 rokok cerutu telah dihisapnya.

" Mau makan "

" Tidak Eyang "

" Tapi kelihatannya kamu lapar sekali "

" Tidak saya tidak makan. Saya cukup senang dengan pemberian dan pelayanan Eyang "

" Hheheheheehehe terima kasih "

" Eyang, saya mohon diri "

" Ya silahkan. Salam dari saya untuk teman-teman di Merapi "

Tanpa ada pembicaraan, tanpa basa basi, tanpa membutuhkan waktu lama (kurang lebih 30 menit), orang tersebut keluar dari rumah. Yang anehnya ketika orang tersebut keluar dan baru saja melangkahkan satu kakinya di luar pintu tiba-tiba orang tersebut menghilang dalam sekejap di gelapnya malam. Saya pun sempat terkejut dan mengejarnya keluar tapi di luar rumah tampak sepi dan tidak ada satu pun orang yang lewat. Hiiiii seram sekali.
Dengan perasaan takut saya bergegas ke dalam rumah.

" Ada apa Cech " tanya Uyut

" Itu lho Yut kok tuh orang perginya cepat sekali dan langsung menghilang..... Itu orang atau bukan. Merinding saya Yut "

" Heehehehehehehe sudah Cech jangan dipikirkan " ujar Eyang

" Itu memang bukan manusia hehehehehe " jelas Uyut

" Terus itu siapa ? Kok pakaiannya kayak petani, pakai caping lagi "

" Dia penunggu Gunung Merapi. Ya begitulah penampilannya " jawab Eyang

" Terus ada apa dia datang kemari "

" Nah itulah supaya kamu tahu. Eyang dari tadi memang sudah merasakan akan kedatangan tamu dari jauh dan tidak menyangka kalau yang datang dari Merapi. Dia itu kelaparan. Kleparan disini bukan kayak kelaparannya manusia yang butuh diberi makanan supaya kenyang. Kelaparan disini adalah kelaparan untuk dihargai dan dihormati oleh manusia. "

" Wah saya masih kurang mengerti "

" Mereka khan memang sudah sejak lama menunggu dan mendiami gunung merapi. Selama ini sudah banyak manusia yang tidak menghormati tempat dimana mereka diami. Tidak ada sopan santun, berbuat mesum, tempat mereka dipakai buat pacaran, buang sampah sembarangan, main tebang hutan di merapi, mengambil tanaman langka yang khas daerah merapi, dan masih banyak lagi. Tapi sudah jarang mendoakan mereka dengan membaca Al Fatihah khan mereka juga ciptaan Allah SWT dan mereka senang sekali didoakan oleh manusia yang dikatakan sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. "

" Ohhh gitu terus Yang "

" Sebagai simbol penghormatan kita sebagai manusia terhadap mereka ya dengan memberi sajian lengkap layaknya kita membawa oleh-oleh kepada orang yang dihormati tapi disesuaikan dengan kemampuan kita dan jangan dipaksakan. Kalau adanya kopi pahit, air putih, air susu, air kelapa ataupun rokok yang paling murah sekalipun Ya kita berikan sebagai rasa penghormatan sesama makhluk ciptaan Allah SWT. Kalau kita tidak mampu maka dengan membaca Al Fatihah, sudah cukup kita mendoakan mereka. Ini tidak hanya untuk penghuni gunung tapi semua makhluk ghaib yang ada di hutan, laut, di luar ataupun di dalam pintu, langit-langit rumah, di dalam tanah dan sebagainya. Dan jangan lupa nafsu kitapun juga di bacakan Al Fatihah supaya nafsu-nafsu yang ada di dalam diri bisa dikendalikan. "

" Mengerti khan sekarang kamu, Cech "

" Iya Uyut. Terima kasih Eyang "

" Jadi jangan kaget kalau suatu hari kita kedatangan orang yang aneh-aneh penampilannya, bicara, bentuk tubuhnya dan lain-lain maka kita harus menerimanya dengan ikhlas. Berikanlah yang kamu punya yang sesuai dengan kemampuan apabila mereka meminta. Itu tandanya mereka butuh. Kalu tidak ada katakan tidak ada dengan bahasa yang santun. Tapi kalau kamu tidak mau memberikan dengan alasan melihat orang tersebut kelihatan sehat, masih gagah, penampilannya tidak kere dan lain-lain maka jangan sekali-kali kamu menghardik, memarahi dan menggerutu di belakang. Lebih baik kamu diam. "

" Ya ya ya akan selalu saya ingat Eyang "

Malam yang penuh rahmat dan banyak pelajaran yang saya peroleh. 3 bulan setelah peristiwa itu, Eyang meninggalkan kami selama-lamanya. Sebagai rasa penghormatan kepada beliau maka saya mendoakan Ushali 'alaa sukmana rasana Syekh Sukma Nur Rasa ......Al Fatihah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar