Beberapa hari ini, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh 3 kasus pencurian yang menimpa Mbah Minah (kasus kakao), Basar dan kholil (kasus semangka), Manisih, Sri Suratmi, Juwono, dan Rusnono (kasus kapuk). Mereka adalah orang-orang kecil yang awam akan hukum dan tidak pernah menyangka kalau mereka dibawa ke meja hijau. Saya tidak akan mengulas kasus mereka lebih dalam karena penulis yakin para pembaca telah mendapatkan informasi yang lebih lengkap lewat pemberitaan di media cetak, elektronik dan dunia maya. Kasus mereka mengingatkan penulis tentang seorang jaksa yang jujur, berdedikasi tinggi dan selalu mengedepankan rasa keadilan sebelum menjatuhkan tuntutannya. Sebut saja namanya Jaksa Ali (bukan nama sebenarnya), kebetulan beliau sudah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.
Perkenalan penulis dengan Jaksa Ali terjadi secara kebetulan yaitu di ruang tunggu ICU sebuah rumah sakit swasta. Saat itu penulis sedang menunggu ibu yang terkena serangan jantung dan beliau menunggu istrinya yang mengidap penyakit lever. Karena sering bertemu dan hampir sepanjang hari bercakap-cakap maka kami sering kali berdiskusi banyak hal. Dari bercakap-cakap itulah penulis mengetahui kalau beliau adalah pensiunan jaksa (terakhir jabatannya Jaksa Pengawas). Beliau banyak cerita tentang pernak-pernik hukum di Indonesia. Dari cerita-cerita beliau ada satu kasus yang menarik dan ini hampir mirip dengan ketiga kasus diatas. Bedanya adalah yang satu kasus pencurian sedangkan yang ditangani beliau kasus perjudian tapi tetap melibatkan orang-orang kecil yang awam hukum.
Saat itu beliau menjabat sebagai jaksa penuntut di sebuah kejaksaan negeri (dekat dengan jakarta). Kasus yang ditangani adalah 3 orang tukang becak yang ketangkap tangan oleh polisi karena bermain judi di siang bolong dengan barang bukti uang sejumlah Rp. 130.000.
Seperti biasa, beliau menerima berkas-berkas kasus yang dikirim oleh pihak kepolisian ke kantornya karena memang tugas beliau sebagai jaksa penuntut. Tiba-tiba seorang stafnya mengatakan kalau ada 3 orang tamu yang semuanya perempuan ingin bertemu dengan beliau. Tanpa ada rasa curiga, beliau menerima para tamu tersebut. Betapa kagetnya ketika mengetahui kalau mereka adalah para isteri ketiga tukang becak yang memohon kepada beliau untuk tidak menuntut suami mereka dengan hukuman yang berat bahkan ada yang meminta dibebaskan. Yang membuat beliau tercengang adalah ketiga isteri tukang becak tersebut sama-sama sedang menyusui anaknya yang masih bayi. Dari penampilan mereka jelas sekali kalau mereka adalah orang miskin dan hidupnya pas-pasan. Setelah suami mereka ditahan maka tidak ada lagi penyangga hidup mereka sehari-hari karena hanya suami mereka yang mencari rejeki dan menjadi tumpuan hidup. Jangankan beli susu, mau beli beras saja tidak sanggup (kata isteri tukang-tukang becak tersebut). Melihat kondisi riil mereka, beliau merasa iba, berusaha menenangkan dengan mengatakan bahwa suami-suami mereka baik-baik saja dan akan dicarikan solusi yang terbaik buat suami-suami mereka. Akhirnya beliau menyuruh ketiganya untuk pulang dan dijanjikan kalau kasus ini bisa dipercepat prosesnya ke pengadilan. Sebelum pulang beliau menitipkan uang kepada ketiganya masing-masing Rp. 100.000. Betapa kagetnya mereka dan sambil menangis mengucapkan terima kasih dengan berulang kali.
Sesuai dengan janji beliau, hanya beberapa hari berkas kasus ketiga tukang becak diselesaikan/disempurnakan dan tinggal minta pengesahan dari atasan beliau yaitu Kepala Seksi Pidana Umum (Kasie Pidum). Pada waktu beliau bertemu Kasie Pidum, sang atasan sempat kaget dan tidak mau menandatangani berkas tersebut sambil mengatakan, " Kamu dapat uang dari mereka ya Ali sampai mengajukan tuntutan seperti ini "
Beliau menjawab, " Apa yang salah dengan tuntutan saya Pak "
Atasan beliau menjawab dengan nada keras, " Masak kamu hanya menuntut hukuman percobaan selama 3 bulan. Ini kasus perjudian Ali dan kamu harusnya sudah tahu KUHP-nya. Emangnya mereka kasih uang sama kamu. Benar ga Ali "
Karena dituduh menerima uang, beliau langsung emosi, " Benar saya memang menerima uang dari mereka dan tuntutan saya sudah bulat serta memenuhi nilai kepantasan. Tolong Bapak baca lagi siapa ketiga orang terdakwa tersebut ".
Atasan beliau tetap saja menolak dengan berbagai alasan " Kamu harus rubah tuntutannya, Saya tidak akan tandatangani berkas ini ".
Beliau menjawab, " Ok, kalau begitu ". Beliau sempat tertawa dalam hati betapa picik pikiran atasannya sambil mengatakan apa tidak tahu kalau para terdakwa adalah orang-orang tidak mampu. Darimana mereka memberikan uang kalau untuk makan sehari-hari saja susah (mati-matian mencarinya).
Setelah itu beliau langsung kembali ke ruangan kerjanya sambil memikirkan cara yang tepat agar berkas tuntutannya diterima oleh atasannya karena beliau sudah kadung janji kepada isteri-isteri ketiga tukang becak. Pada saat putar otak mencari solusi, tiba-tiba beliau dipanggil oleh Kepala Kejaksaan Negeri lewat telepon untuk menanyakan kasus-kasus yang lain. Ahaa mungkin ini jalan yang diberikan oleh Allah. Segeralah beliau menghadap Kajari sambil menyertakan berkas ketiga tukang becak.
Kajari : " Masuk Li, mana berkas yang saya minta "
Beliau : " Ini Pak, tapi ...... "
Kajari : " Tapi apa ??? Belum selesai ya ?
Beliau: " Oh ga Pak, sudah selesai kok. Cuma mohon sebelum saya menerangkan berkas kasus yang Bapak minta, saya mau konsultansi tentang kasus lain yang sedang saya tangani Pak "
Kajari: " Kasus yang mana Li "
Segera beliau menyerahkan berkas kasus ketiga tukang becak kepada Kajari. Kajari langsung membaca salinan kasus tersebut dan beberapa saat kemudian sambil tersenyum berkata, " Sudah yakin kamu dengan tuntutannya. Terus mereka kasih uang berapa kepada kamu Li "
Beliau: " Bapak khan sudah baca dengan lengkap ringkasan tuntutan saya dan membaca latar belakang para terdakwa. Menurut Bapak, apakah mereka benar-benar memberi uang kepada saya "
Kajari sambil tertawa : " Ya saya tahu dan mengerti "
Beliau: " Terus bagaimana Pak. Tadi saya telah menghadap Kasie pidum. Beliau menolak menandatangani berkas penuntutan saya dengan alasan terlalu ringan dan persis sama perkataan beliau dengan Bapak kalau saya telah menerima uang. Mereka orang susah Pak, boro-boro memberi uang kepada saya, wong hidup mereka sudah susah apalagi saat ini suaminya ditahan. Bukan saya dapat uang malah keluar uang karena iba melihat kondisi mereka Pak"
Kajari: " Kamu yakin dengan tuntutan 3 bulan percobaan itu "
Beliau: " Yakin Pak dan siap pasang badan sebagai bentuk pertanggungjawaban saya "
Kajari: " Ok, kalau begitu saya tandatangani "
Beliau: " Tapi Pak, bagaimana dengan Kasie Pidum "
Kajari : " Nanti saya telepon Kasie Pidum kalau berkas tuntutan kamu telah ditandatangani "
Beliau: " Terima kasih Pak, kalau begitu saya permisi dulu "
Segera beliau meninggalkan ruangan kajari tapi baru sampai depan pintu beliau dipanggil lagi.
Beliau: " Maaf ada apa lagi Pak "
Kajari: " Ga, ini ada uang buat kamu sebagi pengganti uang kamu yang diberikan kepada isteri-isteri ketiga tukang becak "
Beliau: " Waduh, Terima Kasih Pak "
Akhirnya kasus perjudian ketiga tukang becak tersebut disidangkan ke pengadilan dan diputuskan ketiganya dikenakan hukuman percobaan selama 1 bulan yang artinya mereka tidak perlu masuk penjara sehingga bisa mencari nafkah lagi. Disamping keputusan hakim lebih ringan dibanding tuntuan beliau.
Ketiga tukang becak mendekati beliau dan mengucapkan terima kasih serta berjanji tidak akan melakukan judi lagi karena merasa berhutang budi kepada beliau. Beberapa minggu kemudian mereka beserta keluarga tiba-tiba datang ke rumah beliau (padahal Beliau tidak pernah memberikan alamat kepada mereka). Dikatakan mereka habis syukuran di kampung dan ada sedikit oleh-oleh berupa beras satu karung dan beberapa kantung berisi jagung utuh. Penulis sempat berkelakar kalau pemberian tersebut adalah gratifikasi hehehehehe. 2 tahun yang lalu Beliau meninggal dunia karena sakit diabetes. Mudah-mudahan segala amalan beliau diterima di sisi Allah SWT. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar