Minggu, 22 Januari 2012

Ngaji Rasa


morelife4all.com


" Ingat Cech, Ngaji Rasa Ngaji Diri Ngaji Qur'an "

Itulah nasehat kakek buyut (Uyut) kepada saya. Dalam mengaji kehidupan harus melalui beberapa tahapan agar mengerti apa itu mengaji yang sebenar-benarnya mengaji sehingga kita mengetahui siapa dan dimana posisi kita serta seberapa besar porsi yang tepat untuk diri sendiri sehingga tidak akan mempunyai keinginan untuk mengambil hak orang lain.

Dalam tulisan ini saya hanya akan mengupas tentang ngaji rasa. Apa itu ngaji rasa ? Rasa apa yang dikaji ? Bagaimana mengujinya ? Maka kita akan tahu rasa yang hiji atau rasa yang sejati. Oleh Uyut diterangkan dengan sederhana sekali.

" Kapan rasanya kamu mempunya mata ? "tanya Uyut.
" Waktu lihat wanita cantik "
" Bukan " jawab Uyut
" Waktu lihat gambar atau film porno "
" Salah sekali hehehehe " lantang teriakan Uyut.
" Terus kapang dong Yut ? "
" Jawabannya mudah yaitu waktu kamu sakit mata. "
" Kok waktu sakit mata "
" Ya, waktu sakit mata khan baru kamu merasakan punya mata. "

Benar juga kata Uyut tersebut. Waktu kita mengalami saki mata barulah kita menyadari rasanya punya mata. Pada waktu sakit mata, kita merasakan betapa sengsaranya hidup dengan mata yang sakit. Susah tidurlah, gelisahlah, letih menghapus air mata yang terus keluar sampai terasa hidup ini sengsara dibuatnya karena kita tidak bisa bergerak bebas kemana-mana.

Ini baru sakit mata bagaimana kalau buta atau tidak mempunyai mata maka akan lebih sengsara lagi. Karena dalam melakukan aktifitas, kita sangat bergantung kepada sesuatu baik berupa alat atau orang yang mau menuntut dan mendampingi kita beraktifitas sehari-hari.

Hal ini tidak hanya berlaku kepada mata tetapi seluruh tubuh manusia. Satu saja anggota tubuh kita sakit maka seluruh tubuh kita akan merasakan sakit. Jadi satu kesatuan utuh. Itulah yang dinamakan satu untuk semua, semua untuk satu.

Bagaimana melatih rasa ? Kenalilah satu persatu apa yang dimiliki. Tidak usah jauh-jauh mencarinya. Mulailah dari tubuh kita sendiri mulai dari kepala sampai ujung kaki. Kalau sudah merasakan apa yang dimiliki maka kita akan mengagumi Sang Pencipta yang menciptakan manusia dengan sempurnanya. Selain itu dengan ngaji rasa maka kita dapat mengerti apa itu yang namanya empati dan simpati. Empati rasa terhadap apa yang dialami orang lain sehingga menimbulkan simpati rasa terhadap orang tersebut. Bagaimana ya kalau saya mengalami masalah yang dihadapi oleh orang tersebut. Jadi kita tidak akan mudah menuding, menyinggung dan menjustifikasi sesuatu sebelum kita paham benar tentang sesuatu tersebut.

Setelah ngaji rasa barulah kita dapat mengerti mengapa Yang Maha Kuasa memberikan rasa kepada manusia. Dan mengapa manusia diciptakan ? Dapat dijawab dengan ngaji berikutnya yaitu Ngaji Diri.

Kamis, 01 September 2011

Menangkap Esensi Kehidupan



Saya yakin sudah banyak tulisan yang menceritakan pernak pernik kehidupan. Tapi ada satu yang menarik dari kehidupan yaitu pengalaman kehidupan orang. Ujung-ujungnya bicara tentang cinta. Cinta asmara, cinta keluarga, cinta saudara, cinta teman, cinta tanah air, cinta manusia sampai cinta terlarang. Cinta menjadi rumit apabila manusia belum mampu menangkap esensi kehidupan.


Esensi? Ya, begitulah saya menamainya atau mungkin juga bisa dipakai kata inti. Rahmatan lil alamin, itulah yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Atau bahasa kerennya PEACEFUL LIFE. Sebenarnya kalau kita pelajari lagi lebih dalam maka ada keterkaitan dengan 10 Perintah Tuhan-nya Nabi Musa. Ini juga berkaitan dengan keadilan. Keadilan versi Nabi Musa memang agak berbeda dan rasanya berat untuk dijalankan oleh manusia saat ini. BERSEDIA MENDERITA DEMI KEBAHAGIAAN ORANG LAIN. Menarik dan butuh perenungan untuk memahami kalimat di atas.



Pada akhirnya kita menyadari, kalau esensi kehidupan bukan hanya mempelajari kitab-kitab suci sampai ngelotok tetapi kuncinya adalah istiqomah atau terus melakukan atau just do it sesuai aturan yang diperintahkan Tuhan dengan keyakinan penuh atau haqqul yaqin. Kembali lagi ujungnya adalah WHAT YOU HAVE DONE. Kalau sudah begitu kebenciaan terhadap sesama, sekelompok atau seluruh manusia dapat dihindari. Semua tergantung kepada manusianya.


Mau ke kiri atau ke kanan, atas atau bawah, surga atau neraka, senang atau susah dan seterusnya. Benturan-benturan terjadi karena merasa "ter" atau mengagungkan egosentrisme atau tertutupnya empati dan simpati atau masa bodo dengan situasi kondisi orang di sekitarnya. Yang penting saya senang. Kalau hal tersebut tidak bisa terkontrol maka akan ada "kitab suci" baru versi manusia yang lupa keberadaannya di dunia. Ayat-ayat bisa dibuat seenak udelnya sampai mengabaikan esensi kehidupan yang hakiki. Tidak mau tahu dengan apa yang telah Tuhan perintahkan. Nilai-nilai ibadah ritual dan sosial diabaikan demi kepentingan pribadi. Ketakutan dan keserakahan menjadi sesembahan. Ketakutan akan kehilangan kekuasaan, harta dan "miliknya". Keserakahan yang merajalela karena tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki atau lebih tepatnya tidak pernah bersyukur. Keegoan, emosi, spiritualitas harus terukur dan terjaga agar mengerti makna kehidupan, MENGERTI DIMANA POSISINYA DAN BERAPA PORSINYA.


Di negeri kita sudah banyak orang "pintar" dan menduduki tempat empuk. Menariknya umur mereka muda-muda tetapi secara mental dan spiritual mereka rendah atau nol. Yang terjadi kesemena-menaan, nilai menghormati-menghargai antara yang tua dan muda terabaikan, rasa sopan santun hanya kata di mulut tanpa perbuatan sehingga yang ada kenaifan dan omong kosong belaka. EGP dan DL menjadi tren. Berbeda dengan orang tua kita dulu yang ditempa dan terasah intelektual, emosi dan spiritualnya melalui kawah candradimuka kehidupan sesuai Standard Operation Procedure (SOP) Tuhan dan nilai-nilai budaya luhur nenek moyangnya. Satu hal apa yang dijalani mereka lebìh modern dan lebih peaceful life dibandingkan dengan generasi sekarang.

Akhir kata, tak ada kata akhir dalam mengerti kehidupan dan semuanya akan berakhir tatkala telah datang hari akhir pada setiap manusia.

Sumber : Cechgentong dalam Forum Diskusi Komunitas Spiritual Bawah Tanah, 17 Agustus 2010.

NB : Sebetulnya ini tulisan lama yang dipublish di Facebook hari ini oleh teman saya dari Brunei Jaya Permana untuk perenungan Idul Fitri

Selasa, 25 Januari 2011

Semuanya Karena Umur

1295926992700760168
inmystery.blogspot.com

Umur, hmmmm semuanya hanyalah angka-angka. Mengapa harus ada perbedaan. Tua dihormati, muda dihargai. Tetapi tetap saja ada unsur perbedaan antara senior dan yunior.

Ini hanyalah hitungan alam yang memang sudah menjadi kehendak Sang Ilahi. Tetapi manusia terlalu banyak sak waksangka. Bagaimana ke depannya nanti ? Lha manusia sudah diridhoi oleh Allah SWT. Mau bergerak ke kanan atau ke kiri. Monggo, kalian manusialah yang menjalankan dan memilih. "Aku sudah meridhoi dan merestuiNya sejak kau turun ke bumi. Jadi pilihlah pilihan yang tepat. Gunakanlah Iqromu dengan benar. ingat hati-hati, jeli dan teliti. Kembali tiga kata itu yang keluar dan selalu mengingatkan manusia untuk mempertimbangkannya sebelum mengambil keputusan.

Takdir ? Jodoh ? Kalianlah manusia yang menentukan. Kalau kalian diam maka itu tidak akan terjadi kecuali hanya menjadi penonton bahkan penggembira saja di dunia dan hanya bisa melihat manusia-manusia lain menikmati perjalanan hidupnya. Sementara yang diam hanya bisa termanyun dan selalu bingung memikirkan hidupnya.
Ayo bergerak... bergerak dan bergerak . Asah terus rasa dan perasaanmu sebagai manusia. Karena Sang Maha Kuasa telah memberikan peluang, fasilitas dan kemudahan untuk manusia memilih dan melakukan. Intinya adalah lakukan saja tanpa banyak pikiran negatif yang mengganjal manusia untuk tidak mampu bergerak.

Kasih Sayang atau Rahman RahimNya dimana dan bagaimana ? Tumbuhkanlah cintamu terhadap diri, orang tua, kekasih, mertua, keluarga besar dan seluruh umat manusia di dunia maka akan mengerti makna kasih sayang. Kata kuncinya adalah Cinta. Manusia berani menyatakan cinta maka manusia harus berani bertanggung jawab atas apa yang dinyatakan. Buktikan dan buktikan pernyataanmu dengan konsekuensi dan tujuan yang pasti bagi masa depan yang cemerlang.

Jangan hanya sekedar pasrah bungkukan tetapi sebenar-benarnya pasrah yang tawadu ada di dalamnya. Tanpa itu sia-sialah kepasrahan tersebut. Tidak harus berjalan lurus karena Allah tahu apa yang manusia mau dan inginkan. Tinggal bagaimana manusia membaca dan mengambil pelajaran dalam perjalanan hidupnya. Yakin akan satu titik tujuan yang ingin dicapai maka tergapailah satu titik tujuan tersebut. Jangan takut dan tumbuhkan niat serta pikiran positif sehingga memberikan aura dan energi yang positif bagi alam semesta di sekitarnya.

Bagaimana kalau tidak terjadi atau sesuai dengan yang diinginkan ? Jalani saja dan jangan banyak bertanya sambil mempersiapkan segal hal yang terburuk. Ucapkan terus rasa bersyukur kepada Sang Pencipta karena Sang Pencipta selalu memberikan yang terbaik untu CiptaanNya. Hanya pikiran manusialah yang membuat manusia menjadi kalut dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Intinya adalah Tuhan mempunya niat yang Maha Baik bagi CiptaanNya. Jalan terus Sayang... Jangan Menyerah Kawan... Buktikan dan Nyatakan Saudara-Saudari. Tuhan selalu mengijabahi semua keinginan dan kemauan manusia. Setan saja dipenuhi maka Manusia pasti dan pasti dipenuhi dengan segala keikhlasanNya.

Perbedaan umur itu hanyalah kalkulasi semu dan tidak menjadi patokan akan sebuah kegagalan. Umur tinggallah umur. Tergantung bagaimana manusia mampu melalui umurnya dengan nuansa Rahmatan Lil Alamin. Jadi semuanya bukan karena umur dan kebetulan saja ada yang dilahirkan lebih dulu dan paling akhir. Tetap semuanya tergantung kepada kata "IMAN". Tidak ada istilah uzur tetapi yang ada adalah umur yang dimanfaatkan untuk kehidupan.



Jumat, 07 Januari 2011

Kualat

Banyaknya tulisan yang berisi wacana dan polemik tentang Tuhan sungguh menggelitik pemikiran saya. Sungguh aneh dan ajaib manusia selalu saja mempertanyakan Sang Pencipta. Padahal di dalam kitab suci Al Quran jelas-jelaslah dikatakan bahwa untuk mencari Sang Pencipta maka lihat saja ciptaanNya karena sesungguhnya di dalam ciptaanNya terkandung hikmah yang luar biasa bagi orang-orang yang mau berpikir.

Pada tulisan ini saya tidak akan mengupas atau menyajikan ayat-ayat dalam kitab suci karena saya merasa para pembaca lebih memahami dan menguasainya. Jadi saya tidak ingin menggurui tetapi ingin berbagi pengalaman yang berkaitan dengan tema ketuhanan.

Sewaktu kecil dulu, kakek saya pernah mengatakan kepada saya. Orang tua yang melahirkan kita adalah wakil Allah SWT di dunia maka itu kita tidak boleh kualat dengan orang tua. Maksudnya ? Ingatkah waktu kecil pada saat kita bermain dan bercanda dengan teman-teman. Ada candaan yang pantang untuk dilakukan, yaitu menyebut sembarangan nama orang tua terutama nama bapak. Kita pasti marah besar bahkan teman yang menyebut nama bapak kita dengan sembarang akan kita pukul. Tandanya apa ?

Betapa mulia,  dijunjung tinggi dan ada nilai penghormatan yang mungkin sakral terhadap orang tua yang melahirkan kita. Sebuah penghinaan yang tidak bisa ditoleran dan prinsip apabila ada orang yang menyebutnya sembarangan karena kita tidak mau dianggap durhaka dan kualat. Maka itu jaman dulu untuk memanggil bapak-ibunya menggunakan bahasa yang santun seperti rama, bunda, ayahanda, abi, umi dan lain-lain. Dan kita akan dikutuk habis-habisan apabila kita hanya menyebut namanya saja. Kualat !!!

Dari apa yang saya jelaskan di atas maka sudah keharusan untuk tidak sembarangan menyebut nama yang menciptakan kita yaitu Allah SWT. Sebuah keharusan, apabila kita menyebut nama Allah SWT dengan baik. Kita mau menghormati dan menyebut nama orang tua  yang merupakan wakil Tuhan dengan sebutan yang santun maka sudah selayaknya kita menyebut nama Tuhan dengan bahasa yang luhur dan tinggi. 

Maka itu kakek saya mengatakan betapa orang dulu takut sekali sembarangan menyebut nama Tuhan sehingga terciptalah banyak penyebutan terhadapNya dengan sebutan yang  mulia seperti Nur Gusti Maha Agung, Yang Maha Kuasa, Sang Pencipta, Yang Maha Tunggal, Gusti Allah dan masih banyak lagi. Penyebutan nama Tuhan tersebut dilandasi oleh rasa takut atau lebih dikenal dengan takwa atau beriman. Lihat dan belajarlah dengan orang-orang dulu bagaimana mereka memposisikan Sang Pencipta pada kehidupan sehari-hari.

Bagaimana dengan kondisi saat ini ? Makin banyak orang yang keblinger dan seenak udelnya bahkan mengaku menjadi Tuhan. Betapa mudah dan entengnya menyebut nama Tuhan tetapi sikap dan perbuatannya mengecilkan Tuhan. Lucunya, mereka mampu menyebut nama orang yang memiliki jabatan dan kekayaan dengan nama yang seolah-olah merekalah segala-galanya. Padahal tidak ada perbedaan sama sekali karena sama-sama manusia. Apakah mereka sudah tidak takut kualat ? Tidak takut dengan azabNya ? Ingin kualatkah ? Silahkan lihat kondisi negeri ini dan jawablah dalam hati. 

baltyra.com


NB : Kita tahu dengan 20 sifat Allah SWT yang ada dalam diri manusia tetapi kita tidak tahu apa, dimana dan bagaimana sifat 20 tersebut ? Kalaupun paham keberadaannya  paling  hanya 17 yang selalu dilakukan sehari semalam. Pertanyaannya adalah dimana sisa yang 3 nya ? Begitulah Uyut  mengatakan kepada saya dengan nada menasehati dan mengingatkan agar manusia mengerti kemanusiaan yang ada di dalam dirinya. Mangga atuh dicari tetapi dimana dan bagaimana ???

Kamis, 16 Desember 2010

Apakah Berbakti Atau Anak Sholeh ?

Beberapa hari ini saya tanpa sengaja selalu menemukan sekumpulan orang yang berdiskusi tentang kesholehan seorang anak terhadap orang tuanya. Ada satu yang menarik dari kata sholeh tersebut dan ini berkaitan erat dengan kata BAKTI atau ber BAKTI.

Sebetulnya apa sih yang ditinggalkan oleh manusia kelak pada akhir hayatnya nanti ? Banyak orang mengatakan ada 3 hal yaitu Ilmu, Amal dan Anak Sholeh. Dari tiga hal itulah, saya berusaha untuk berpikir dan mencari jawaban yang sederhana untuk meyakinkan diri kalau memang itulah yang harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah SWT.

Mengapa ? Karena ini berkaitan erat dengan pengalaman pribadi dan orang lain. Banyak teman yang mengatakan demikian setelah tahu kondisi saya saat ini, " Kamu memang anak sholeh, Cech. Karena mau menjaga, merawat, dan berkorban segalanya demi orang tuamu yang sudah mulai lanjut usia dan sakit-sakitan "

Saya hanya bisa tersenyum tetapi bertanya-tanya apakah benar saya ini adalah anak yang sholeh. Tanpa sengaja setelah mendengar beberapa diskusi yang telah disebut di awal tulisan ini maka cap anak sholeh masih menjadi tanda tanya (?) bagi diri saya walaupun tidak mutlak kesimpulannya tetapi hal tersebut masih perlu dibuktikan kelak pada saatnya nanti.

Kapan waktunya ? Kembali beberapa orang teman bertanya. Nanti ketika saya dalam kondisi yang sama dengan orang tua saya saat ini dimana dalam usia lanjut usia, sakit-sakitan dan tak punya daya upaya lagi. Apakah anak saya kelak mau menjaga, merawat, memperhatikan dan mengorbankan segalanya demi saya dan istri kelak. Dalam satu syarat mutlak yaitu keikhlasan seorang anak untuk berbakti kepada orang tuanya. Apabila itu terjadi barulah bisa dikatakan kalau saya termasuk ke dalam ANAK YANG SHOLEH. 

Lho kok begitu kesimpulannya ? Ya memang begitu, karena saat ini saya belum punya anak dan masih mampu untuk menjaga, merawat dan menjaga orang tua yang sakit maka tahapan saya saat ini masih dinamakan Berbakti kepada Orang tua.

Kesholehan itu akan terwujud dan jelas hakekatnya ketika anak saya mau melakukan hal yang sama seperti apa yang saya lakukan terhadap orang tua saya saat ini. Nah disitulah cap kesholehan seorang anak diberikan karena dengan ilmu yang dimiliki maka saya dapat mengamalkannya sehingga menjadi contoh kepada anak-anak saya untuk beramal baik kepada siapapun terutama orang tuanya sendiri. Disitulah keberhasilan saya sebagai orang tua untuk menjadi teladan bagi anak-anak. Barulah cap anak sholeh diberikan kepada saya dan cap berbakti diberikan kepada anak saya. Hal ini terus menerus berkesinambungan layaknya memindahkan tongkat estafet kehidupan ilahi dari satu generasi ke generasi berikutnya sampai akhir jaman.

imamrm.wordpress.com


Ya Allah muluskanlah estafet kehidupan keilahianMu pada anak cucu saya sampai akhir jaman.