Rabu, 01 September 2010

Hikmah Puasa : Eat, Pray, Love

Eat, Pray, Love: One Woman's Search for Everything Across Italy, India and Indonesia (http://en.wikipedia.org/wiki/Eat,_Pray,_Love)
Sering kali Allah SWT memberikan karomahnya dalam berbagai macam peristiwa tanpa mengenal ruang dan waktu. Kebetulan sekali pada puasa ini saya mendapatkan satu hal yang menarik. Kejadiannya pada saat saya sedang menonton acara berita di TV yang menceritakan tentang peluncuran sebuah film Hollywood berjudul EAT, PRAY, LOVE. Apakah sebuah kesengajaan atau tidak dari produsernya, film ini diluncurkan bertepatan awal puasa bulan Ramadhan ini.

Sebuah film yang dibintangi oleh Julia Robert dan menceritakan kisah nyata perjalanan penulis Elizabeth Gilberth untuk mencari cinta sejati. Film ini sempat menggemparkan publik tanah air pada tahun lau karena mengambil syuting di Bali dimana aktris Julia Robert yang berperan sebagai Elizabeth Gilberth sempat menjadi sorotan dari para pencari berita dunia termasuk wartawan dalam negeri.

Film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama ini telah membuka mata saya tentang makna hidup yang berkaitan dengan ibadah puasa yang dilakukan oleh umat Islam di seluruh dunia. Dalam tulisan ini saya tidak akan banyak mengupas film ini tetapi hanya mengambil hikmahnya saja.

Kalau kita membaca novel dan resensi film ini maka kita akan mengupas satu per satu arti kata EAT, PRAY, LOVE. Seorang penulis sukses dan kaya raya tetapi tidak bahagia dalam perkawinannya terutama kehidupan di dunianya memutuskan untuk berkeliling dunia dalam rangka mencari apa yang dinamakan cinta yang sejati. Selama 4 bulan, Liz Gilberth menetap di Italia dan kesehariannya hanya diisi dengan makan dan menikmati hidup (EAT). Kemudian selama 4 bulan, dia menetap di India dan menemukan kehidupan spiritualnya (PRAY). Setelah itu 4 bulan dia menghabiskan perjalanananya selama setahun di Bali. Nah di Bali inilah Liz Gilberth menemukan apa yang dinamakan keseimbangan hidup dan mendapatkan cintanya yang sejati.

Apakah ada hubungannya dengan ibadah puasa ? Coba perhatikan judul film tersebut. Selama sebelas bulan kita dibebaskan untuk menikmati hidup yaitu diperbolehkan "makan" selama 24 jam tanpa ada larangan apapun kecuali yang haram. Pengertian "makan" yang dimaksud adalah makanan jasmani dan rohani. Makanan jasmani disini adalah makan nasi dan lauk pauknya yang digunakan sebagai energi untuk aktivitas kita sehari-hari. Sedangkan makanan rohani seperti Sholat wajib 5 waktu, zikir dan wirid. Tetapi pada bulan Ramadhan ini, kita diajarkan untuk menyeimbangkan antara makan secara jasmani dan rohani. Semuanya diatur oleh ketentuan Allah yaitu ibadah puasa yang disertai dengan ibadah-ibadah lainnya seperti sholat Tarawih, Witir, pengajian dan sebagainya.

Mulai dari azan subuh, kita dianjurkan berpuasa dengan tujuan memberi kesempatan kepada organ tubuh mengembalikan performanya kembali sehingga terciptalah badan yang sehat. Dan dianjurkan untuk tidak makan berlebihan pada saat berbuka. Dengan adanya pengendalian nafsu makan tersebut dapat mendukung peningkatan kualitas spiritualitas diri sehingga dalam melakukan ibadah terutama sholat menjadi lebih khusu' dan terfokus kepada kebesaran Allah SWT.

Nah dari ibadah puasa itulah terjadi keseimbangan antara makan (EAT) dan spiritual (PRAY) sehingga menghasilkan yang namanya "CINTA" (LOVE). Cinta yang diselimuti oleh nilai kasih sayang (Rahman Rahim). Pada akhirnya kalau kita mau menyadari makna LOVE tersebut maka kita akan mendapatkan apa yang disebut Kesejatian Diri sebagai Manusia Seutuhnya. Disitulah letak Cinta Sejati atau Cinta Yang Hakiki yaitu cinta kepada Sang Pencipta.



NB : Menariknya adalah mengapa justru di Bali (salah satu propinsi di Indonesia). Elizabeth Gilberth menemukan kesejatian hidupnya ? Mengapa peluncuran filmnya bertepatan pada saat puasa di bulan Ramadhan ? Apakah sebuah kebetulan ? Silahkan kita mengasah Iqro-nya masing-masing. Semoga Allah SWT menurunkan Lailatul Qadarnya kepada orang-orang yang mau berpikir.

I feel part of the universe open up to meet me
My emotion so submerged, broken down to kneel in
Once listening, the voices they came
Had to somehow greet myself, read myself
Heard vibrations within my cells, in my cells
My love is safe for the universe
See me now, I'm bursting
On one planet, so many turns
Different worlds
Fill my heart with discipline
Put there for the teaching
In my head see clouds of stairs
Help me as I'm reaching
The future's paved with better days
Not running from something
I'm running towards the day
Wide awake
A whisper once quiet
Now rising to a scream
Right in me
I'm falling, free falling
Words calling me
Up off my knees
I'm soaring and, darling,
You'll be the one that I can need
Still be free
Our future's paved with better days



Hikmah Puasa : Teman, Teman Dan Teman

Satu minggu yang lalu, benar-benar minggu pertemanan. Tepat hari Kemerdekaan Republik Indonesia, saya bertemu dengan teman lama dari Balikpapan yang sempat dibuatkan tulisanya dengan judul Hikmah Puasa : Buku Dan Teman Lama. Sebuah pertemuan yang sangat menggugah perasaan saya yang didasari oleh pengalaman masa lalu dan cerita tentang buku pemberiannya yang belum sempat saya colek atau buka sama sekali selama 4 tahun.

Tanggal 19 Agustus 2010, merupakan hari penuh dengan suka duka. Karena hari itu saya menemukan dua berita yang saling bertentangan mengenai seorang teman. Yang pertama berita duka dan keprihatinan atas nasib teman yang dilanda kasus plagiat karya milik orang lain. Kasus ini sempat membuat saya kaget dan terkejut. Sepertinya tidak mungkin dilakukan olehnya mengingat adanya keterbatasan fisik pada dirinya. Tetapi itulah sebuah konsekuensi yang harus dihadapi oleh setiap manusia dalam setiap perbuatannya. Sebagai seorang teman, saya menuliskan juga tentang sosok Ramaditya Adikara dengan judul Ramaditya Adikara, Ada Apa Denganmu ? Apa berita sukanya ?

Kejadian pertemuan tersebut adalah sebuah kebetulan saja. Saat itu kalau tidak salah sore hari saya sedang browsing mencari bahan untuk tulisan saya yang lain. Ehhh pas saya sedang mencari teman yang menguasai tema yang ingin saya tulis. Tiba-tiba saya dikejutkan oleh sebuah profil di FB yang sepertinya saya mengenalnya. Dan benar saja, setelah saya buka profil tersebut ternyata sosok tersebut adalah teman saya sewaktu Kuliah Kerja Nyata UGM di Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga pada tahun 1993. Namanya Ibu Kuntari Retno, seorang dokter gigi dan pimpinan Rumah Sakit Global Medika, Tangerang.


Drg. Kuntari Retno (dok.kuntari retno)

Ibu berparas cantik (yang tidak luntur kecantikannya) dengan 2 orang anak dan suami yang ganteng langsung menghubungi saya setelah saya add jadi teman di FB. Beliau sempat menelpon saya dan menanyakan kondisi saya saat ini. Selain itu beliau memberitahukan teman-teman KKN dulu yang ada di FB. Rasanya seperti kembali ke jaman sewaktu KKN dulu dech. Masa-masa penuh canda, kebersamaan, keruwetan dan sebagainya tetapi tetap kompak dalam satu tim yang dulu dipimpin oleh Dosen Pembimbing KKN kami yaitu Pak Toni Prasetiantono, seorang pengamat ekonomi, penulis tetap di Kompas dan olahraga di tabloid bola (pada saat itu).

Pikiran saya langsung melayang pada masa 3 bulan kebersamaan dalam suka dan duka. Apalagi saat saya melihat kembali foto-foto bersama sewaktu menyelenggarakan acara Lomba Klompencapir, Pameran Hasil Karya Mahasiswa KKN UGM dan lain-lain yang dihadiri oleh Bupati Purbalingga saat itu. Sayangnya saya tidak dapat menemukan foto-fotonya karena hampir sebagian besar barang-barang sewaktu kuliah sudah dimasukkan ke dalam dus dan disimpan di Purwokerto. Mungkin suatu saat saya akan posting foto-foto tersebut. Kangen rasanya dan ingin cepat-cepat kumpul kembali dengan teman-teman KKN. Mudah-mudahan kita bisa berkumpul kembali dan semuanya dalam kondisi sehat wal afiat.

Akhir kata, saya ingin mengatakan kalau puasa tahun ini benar-benar temanya tentang pertemanan. Saya yakin sekali semua ini tidak terjadi kalau bukan kehendak Allah SWT. Ini benar-benar hikmah puasa yang saya dapatkan di bulan Ramadhan ini. Sekali lagi mudah-mudahan Allah Memberkati teman-teman saya yang ada di dunia ini. Amin.

Jadi Kyai Itu Harus "Kaya"

Kiai semar (wayangprabu.com)

Sekitar 8 tahun yang lalu, saya berkunjung ke sebuah pesantren di Jawa Tengah. Kebetulan orang tuanya Pak Kyai yang memimpin pesantren tersebut adalah teman kakek buyut saya yang juga Kyai. Selain silaturahim, saya dan kakak mempunyai kebiasaan berkunjung ke pesantren tersebut setiap tahunnya terutama menjelang puasa bulan Ramadhan.

Kebetulan saat itu saya sedang menjalani puasa 100 hari. Puasa ini dilakukan karena saran dari Uyut di Sumedang untuk membersihkan diri dari segala penyakit baik fisik maupun non fisik dan juga untuk melatih kepekaan diri terhadap lingkungan. Kedatangan saya dan kakak sebetulnya terlalu cepat yaitu 1 bulan sebelum puasa bulan Ramadhan. Tetapi hanya saat itu saja saya mempunyai waktu luang untuk bepergian kemana saja.

Tepat pukul 10.32 WIB, saya tiba di pesantren tersebut. Dalam kondisi puasa dan perjalanan menggunakan kendaraan umum serta menempuh waktu 3 jam maka cukup membuat kondisi tubuh ini lemah atau keletihan. Setibanya di pesantren, saya melihat di ruang tamu banyak sekali tamu yang datang. Hal ini membuat saya dan kakak harus menunggu di luar. Tepatnya di tangga mesjid. Beberapa orang santri Pak Kyai sempat saya tanyakan tentang keberadaan Pak Kyai. Karena bagi saya suasana saat itu di luar kebiasaan. Biasanya Pak Kyai sudah berada di ruangannya dan menerima tamu. Tetapi saat itu belum ada satupun tamu yang diterima.

Selidik punya selidik ternyata sejak subuh Pak Kyai melakukan tirakat di dalam kamarnya dan belum selesai sampai waktu menjelang siang. Saya langsung berpikir mungkin akan menunggu lama agar bisa ketemu Pak Kyai. Lagipula tidak mungkin juga, kami berdua diterima duluan oleh Pak Kyai karena yang pertama datang itulah yang diprioritaskan.

Sambil menahan lapar, haus dan godaan nafsu seperti melihat orang makan dan minum di depan saya termasuk apa yang dilakukan oleh kakak dan ditambah dengan wajah-wajah bening santriwatinya Pak Kyai membuat saya harus menjaga sikap dan mengendalikan nafsu yang bergejolak di dalam diri. SEbetulnya kedatangan kami hanyalah untuk meminta doa restu dan permohonan maaf kepada Pak Kyai agar ibadah puasa kami di bulan Ramadhan diterima oleh Allah. Sekaligus mengantarkan kami berziarah ke makam orang tua Pak Kyai yang terkenal sebagai Kyai Sepuh di daerah tersebut.

Saat saya sedang menunggu, tiba-tiba perhatian saya tertuju ke dalam ruangan tamu. Terdengar suara orang yang sedang berdiskusi dan bisik-bisik. Ada apa gerangan yang terjadi di dalam ? Disamping itu ada juga beberapa orang yang bolak-balik membawa kertas seperti amplop. Buat apakah amplop tersebut ?

Karena tertarik dengan apa yang saya lihat itu maka sayapun bergegas ke dalam ruangan tamu. Setelah duduk dan mendengarkan pembicara para tamu di dalam, akhirnya saya baru mengerti apa saja yang dibicarakan di dalam ruangan tersebut. Sekali saya melihat beberapa orang dengan tingkah lucu karena seperti menyembunyikan sesuatu dengan membalikkan badan. Rupanya mereka sedang memasukkan benda ke dalam amplop. Tiba-tiba ada seorang bapak yang menurut perkiraan saya berusia 60 tahun.

" Maaf, mas sudah lama menunggu Pak Kyai ? "

" Oh tidak Pak. Saya baru menunggu sekitar 20 menit kok "

" Omong-omong Mas dari mana ? "

" Saya dari Jakarta Pak. Kalau Bapak ? "

" Saya dari Pekalongan Mas. Sudah sering kemari Mas "

" Sering sih nggak. Kebetulan saja saya diajak olh kakak saya. Tuh orangnya lagi ngobrol dengan anaknya Pak Kyai dekat tangga mesjid "

" Iya ya... Mas boleh saya tanya ? "

" Tapi tunggu dulu Bapak sudah sering kemari juga ? "

" Saya baru kali ini mas. Kami rombongan dari Pekalongan. Yang di ruangan ini sebagian dari rombongan kami. Hanya beberapa orang saja yang berasal dari daerah sekitar pesantren. "

" Oh gitu, terus bapak mau menanyakan apa ? "

" Begini Mas, kalau datang ke sini dan konsultasi dengan Pak Kyai biasanya pakai itu nggak Mas ? "

" Itu apa, Pak ? "

" Ah jadi malu hehehe " Tampak beberapa orang menyimak apa yang akan saya ucapkan.

" Kok malu !!! Itu apa pak ? Terus terang saja. Tidak apa-apa kok "

" Biasanya kalau konsultasi tamu memberikan sejumlah uang ala kadarnya buat posantren melalui Pak Kyai "

" Oh yang dimaksud bapak itu.... uang toh " suara saya terdengar lantang dan membuat orang kaget terkesima.

" Benar Mas... Enaknya dikasih berapa ya ? Biasanya Mas kasih berapa ? "

" hahahahahaha bapak bikin saya tertawa ngakak hahahaaha "

" Memangnya ada kata saya yang salah ?! "

" Nggak Pak. Baoak nggak salah kok. hahahaha cuma membuat saya geli saja hahahaaha "

" Mas kok malah tambah tertawanya "

' Begini Pak hehehe Tahu nggak Bapak-bapak...ibu-ibu " saya mulai berceramah di hadapan para tamu Pak Kyai.

" Ya Massssss " suara para tamu bersamaan.

" Tahu nggak Bapak-ibu sekalian. Yang namanya Kyai itu adalah pemimpin umat. Karena pemimpin umat maka bisa dianggap sebagai orang tuanya para umat. Disamping itu, yang namanya pemimpin khan harus mengerti dengan kondisi umat.... " penjelasan saya dengan lantangnya.

" Nggih Mas... "

" Maka itu untuk menjadi Kyai tidak mudah apalagi dianggap sebagai pemimpin atau orang tuanya umat. Jadi untuk menjadi Kyai haruslah kaya. Bukan hanya kaya harta, kaya ilmu, kaya amal, kaya iman, kaya kesabaran dan lain-lain Pokoknya harus kaya. Kenapa harus kaya ??? Hayo jawab bapak-ibu sekalian "

" Nggak ngerti Mas... kenapa Mas ? "

" Karena selain harus mengerti tentang kondisi umat, dia juga harus menyantuni umat yang sedang kesusahan. Misalnya bapak kurang mengerti tentang ilmu agama maka bapak bisa minta kepada Pak Kyai untuk mengajarkannya. Ada umat yang sedang kelaparan maka Kyai harus mencari cara atau membantu untuk menyediakan makanan baginya. Terus ada umat yang kesulitan mencari kerja maka Pak Kyai harus membantu dan mencarikan pekerjaan kepada umatnya yang sedang menganggur. Apa lagi yaaaa.... "

" Kalau ada umat yang nggak punya uang bagaimana Mas ? "

" Nah itu yang penting, betul Pak. Saya baru ingat. Kalau ada umat yang tidak punya uang maka Pak Kyai harus berusaha mencari jalan atau memberikan uang yang dipunyainya kepada umatnya yang tidak punya uang. Saya jadi teringat dengan seorang Habib di daerah Bogor dimana hampir tiap hatri Juma'at selalu membagi-bagikan uang yang ada di kantongnya. Tetapi anehnya uangnya tidak pernah habis dan setiap orang mendapatkan sejumlah uang yang berbeda. Habib tersebut tidak akan berhenti mengambil uang yang ada di kantong bajunya sampai umatnya yang terakhir meminta. Pertanyaannya darimana ya datangnya uang tersebut ? "

" Waduh nggak tahu Mas "

" Itu datangnya dari Allah. Itu bisa terjadi karena kedekatan seorang ulama dengan Allah SWT sehingga Allah tahu apa yang diminta oleh seorang ulama yang sangat mumpuni ilmu agamanya. Jadi bapak-ibu yang dari tadi menyelipkan uangnya ke dalam amplop secara sembunyi-sembunyi lebih baik disimpan kembali ke dalam tas. "

" Kenapa bisa begitu ? "

" Lha khan sudah seharusnya Kyai yang memberikan uang kepada umatnya bukan umatnya yang memberikan uang kepada Pak Kyai. "

" Tetapi Pak ... "

" Udah jangan tapi-tapi. Ikuti saja apa kata saya. Bagaimana ??? "

Semua tamu terdiam dan tertunduk.

" Bapak-ibu mengerti khan maksud saya... Lho kok pada diam semua "

Tiba-tiba terdengar suara mendehem seorang pria tua dengan kerasnya di belakang saya.
" Ehemmmmm Assalamualaikum Cech "

Saya langsung berbalik badan, tertanya yang memberikan salam tersebut adalah Pak Kyai, pimpinan pesantren.

" Wa aaaaalaikum salam Pak Kyai. Aaaapa kaaabar Pak Kyai ? hehehe " nada suara saya berubah.

" Bagus juga kamu ceramah ya Cech "

" Hehehehe khan Pak Kyai yang mngajarkan hehehehe "

Mata pak Kyai melototi saya. Kemudian Pak Kyai langsung menyuruh santrinya mengatur tamu yang datang untuk konsultasi secara bergiliran. Sialnya saya dan kakak dipanggil paling terakhir. Setelah menunggu selama 2 jam lebih, akhirnya kami dipanggil ke dalam ruangan khusus Pak Kyai. Kami berdua langsung mencium tangan Pak Kyai.

" Bagaimana kabarnya kalian ? "

" Baik Pak Kyai "

" Kamu masih puasa khan Cech. Sudah berapa hari ? "

" Kalau dihitung-hitung tinggal 27 hari lagi. "

" Bagus...bagus...kuat juga kamu ya hehehe. Oh ya kebetulan pas makan siang, jadi maaf ya Cech kami mau makan dulu. Silahkan kamu mau duduk disini atau di luar "

" Ya disini ajalah Pak Kyai. Saya nikmati kok puasa saya. "

Ternyata Pak Kyai benar-benar ngerjai saya. Hidangan makan siang hari itu sungguh lezat dan nikmat. Sate kambing, sate ayam, sop kambing, ikan asin, es jeruk dan masih banyak lagi. Uedan dalam hati saya tetapi saya harus berusaha menahan diri walaupun sempat menelan air liur saat melihat kakak dan Pak Kyai sungguh menikmati makan siang hari itu.

Setelah makan siang selesai, kamipun melanjutkan obrolan dan melakukan ziarah ke makam Kyai Sepuh. Menjelang sore kami pun meminta pamit kepada Pak Kyai. Tetapi sebelum pamit, Pak Kyai sempat berbicara dengan saya.

" Cech, punya uang nggak untuk pulang. Oh ya kapan kamu pulang ke Jakarta ? "

" He he he he saya tidak punya uang Pak Kyai. Ini aja setelah dari sini mau minjam ke saudara biar bisa pulang ke Jakarta "

" Aduh kasihan benar cucunya kyai sepuh. Kamu sich tadi komporin para tamu agar tidak memberikan uang kepada Kyai. Jadinya hari ini tidak ada tamu yang memberikan uang kepada saya. "

" Ahh nggak apa-apa Pak Kyai... "

" Saya nggak bisa kasih uang tapi saya hanya bisa memberikan 2 batang rokok kretek ini. "

" Terima kasih Pak Kyai lumayanlah buat rokok nanti pas buka "

" Apa ??? 2 batang rokok kretek ini ingin kamu pakai buat ngerokok ??? "

" Emangnya kenapa ??? "

" Coba kamu perhatikan baik-baik apa yang ada di dalam lintingan rokok kretek tersebut. "

" Ihhh apa nich. Kelihatannya... hehehe bagaimana bisa ... Pak Kyai. Aduh terima kasih ya Pak Kyai "

" Sudahlah kamu pulang ya. Cukuplah buat pulang ke Jakarta. Salam ya buat Bapak dan Ibu di Jakarta "

" Iya Pak Kyai. Nanti salam Pak Kyai akan disampaikan ke bapak dan ibu. Assalamualaikum "

" Wa alaikumussalam... hati-hati di jalan "

" Terima kasih "

Tahukah benda apa yang ada di dalam lintingan rokok kretek 234 tersebut. Ternyata tiap lintingan rokok tersebut setelah dibuka atau dibuang tembakaunya terdapat uang senilai 100 ribu rupiah. Karena dua linting rokok maka hari itu saya mendapatkan uang dari Pak kyai sebesar 200 ribu rupiah. Lumayanlah buat ongkos kendaraan dan jajan di jalan besok. Ini baru Kyai dalam hati saya. Iya kalau ngasih uang, kalau nggak ngasih sih bukan Kyai hahahaha

Hikmah Puasa : Buku Dan Teman Lama

Waktu menunjukkan pukul 11.30 WIB bertepatan dengan hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-65, tiba-tiba saya dikejutkan oleh sebuah sepeda motor matic yang sengaja menyerempet tubuh saya yang sedang berjalan. Saya sempat terkejut dan hampir saja emosi diri keluar. Tetapi saat saya melihat pengendara motor tersebut, saya langsung kaget dan tersenyum kecut. Rupanya teman lama yang sudah tidak bertemu hampir 10 tahun. Sialan dalam pikiran saya, bercanda saja nih teman hehehe.

Sebut saja namanya Agus, teman lama yang dulu seringkali menyertai kemana saja saya pergi ke berbagai tempat pengajian. Memang sudah banyak berubah penampilan Agus. Tubuh mulai kelihatan tambun dengan wajah yang agak klimis dan kelihatannya hidupnya sudah mulai mapan. Saat ini Agus tinggal dan bekerja di Balikpapan. Kebetulan saja selama seminggu ini Agus ada acara bisnis dengan rekannya di Jakarta.

Agus sempat merasa heran dengan penampilan saya yang dari dulu sampai sekarang tidak ada perubahan kecuali penampilan yang agak urakan. Berbeda dengan waktu kami sama-sama kuliah di Jogja, saya lebih pendiam, alim dan rajin mengikuti acara pengajian. Itu menurut Agus lho hehehe.

Dia juga mengatakan kalau sudah kangen ingin bertemu dengan saya. Dan dia tidak percaya dengan cerita teman-teman yang mengatakan kalau saya lebih banyak berkecimpung di komunitas Sunda dengan budaya dan adat istiadatnya. Apalagi saat bertemu tadi saya mengenakan celana hitam, makin membuat dia semakin bertanya-tanya tentang perubahan saya tersebut.

Terus terang dengan pertemuan tadi, kami saling bercerita satu sama lain tentang perjalanan kami selama ini. Dia mengatakan kalau saya benar-benar telah berubah, lebih urakan, banyak bicara dan senang berdiskusi. Setelah cerita ngalor ngidul sampai pada pertanyaan dia tentang kiriman bukunya sekitar 3 tahun yang lalu. Saya sempat terkesiap untuk menjawab pertanyaannya.

Saya mengatakan kalau buku tersebut sudah diterima oleh saya tapi lupa dimana buku tersebut disimpan. Buku tersebut sengaja dikirimkan via pos kepada saya karena katanya saya pasti sangat menyukai isi buku tersebut. Setelah saya berusaha mengingat-ingat dimana saya meletakkan buku tersebut. Akhirnya saya menemukan buku tersebut.

Agus sempat marah dan cemberut setelah mengetahui kalau buku tersebut diletakkan dikumpulan kaset-kaset milik pribadi sehingga kelihatan kusan penampilannya. Dan yang membuat Agus lebih marah lagi ternyata saya belum membuka plastik pembungkusnya yang sudah berdebu dan membacanya.

" Bagaimana sih Cech. Lu nggak suka ama buku kiriman gue. Kalau nggak suka balikin aja ke gue "

" Aduh bukan begitu Gus. Gue minta maaf. Sejak meninggalnya bokap, gue nggak sempat memikirkan yang lain apalagi ditambah nyokap sakit. Tuh lihat aja kiriman kaset-kaset dan CD motivasi yang dikirimkan teman dari luar negeri belum gue sentuh sama sekali. Tetapi gue benar-benar minta maaf bukan nggak menghormati elo, tapi benar-benar nggak kepikiran. Maaf ya Gus. Lagipula gue pasti nggak sempat bahkan malas membaca buku setebal itu hehehe maaf bercanda "

" Wah elu benar-benar berubah Cech. Gue lihat di FB ku rajin banget ngurusin hal-hal yang berbau Sunda dan komunitasnya. Elu sudah nggak kayak dulu lagi. Elu bukanlah Cech yang gue kenal "

" Emangnya kenapa dengan gue "

" Elu kelihatan lebih dewasa bahkan "dituakan" lah istilah gue. "

" Gila lu dituakan. Gue sih biasa-biasa aja "

" Iya menurut lu. Gue pikir sejak peristiwa bangkrutnya usaha bokap dan ditambah dengan meninggalnya beliau. Yang di otak lu hanya nyokap dan keluarga besar. Gue yakin lu sekarang menggantikan posisi bokap lu khan ? Benar nggak "

" Iya gitu dech. Elu bisa aja. Oh ya buku ini gw buka ya plastiknya hehehe "

" Dasar !!! "

" Aduh berat sekali nih bacaannya. Gue endapkan dulu pikiran yang lain baru bisa baca buku ini "

" Pura-pura aja lu. Dulu buku-buku tentang tasawuf atau kesufian hanya sebentar aja lu lalap. Masak sekarang lu nggak bisa "

" Itu dulu waktu gue masih jadi orang baik hahaha sekarang khan gue termasuk golongan sesat hahahaha "

" Dasar setan hahahahaaha "

" Eits judulnya kelihatannya menarik Gus. Gue punya feeling ini buku sedikit menyinggung tentang syiah ya "

" Nggak juga Cech... Pokoknya elu baca dulu. Nanti kalau sudah selesai elu telepon gue. Gue pasti datang dan mau diskusi tentang buku ini. "

" Diskusi ??? (kayak bagus aja nich buku dalam pikiran saya hehehe) "

" Iya gue tunggu undangan lu ya cech "

" Wokeh kalau gue ingat ya. Gue sebetulnya lebih senang diskusi tentang bagaimana caranya cari duit hahahaha "

" Hahahaha lagi bokek lu "

" Tahu aja kalau gue lagi bokek hehehehe "

" Nanti gue transfer ya.... Itupun kalau ingat wakakakakakakak "

" Bales nich ye. Oh ya kapan lu balik ? "

" Besok sore Cech... Padahal gue ingin banget kayak dulu Cech. Kita jalan-jalan keluar masuk kampung, tempat-tempat pengajian, pesantren dan orang-orang yang katanya tinggi ilmu agamanya. Apalagi pas puasa seperti sekarang, makin getol dech jalan-jalannya hehehe "

" Gue juga kangen sih tapi kita punya tanggung jawab yang lebih besar daripada sekedar jalan-jalan. Cari ilmunya bisa dimana aja tergantung bagaimana kita bisa mengasah iqro yang kita miliki "

" Nah ini yang gue demen dari lu Cech. Sudah mau sore, gue balik dulu ke hotel. Teman gue sudah nunggu dari tadi. Lagipula ini motornya "

" Ya sudah lu balik sono. Nanti teman lu ngedumel. "

" Assalamulaikum "

" Wa alaikumussalam "

" Amitaba "

" Sanchai "

" Kun faya Kun "

" Rabbi Kun "

" Nasruminullah "

" Wa fathun qarib "

Hahahahahaha mantap gan....


dok.cech


NB: Ada beberapa catatan dari buku ini yang sempat selintas saya baca yaitu

Rasulullah SAW pernah bersabda:
" Adil satu jam lebih baik daripada melakukan shalat pada malam hari dan berpuasa pada siang hari selama tujuh puluh tahun "
" Perbuatan seorang pemimpin yang adil dalam memimpin masyarakat selama satu hari, lebih baik dari ibadahnya seorang hamba ditengah-tengah keluarganya selama seratus atau lima puluh tahun "
" Pada saat setiap individu masyarakat berakhlak dan berpola pikir ilahiah, maka masyarakat itu sendirilah yang nantinya bangkit menegakkan keadilan serta membentuk tatanan kehidupan yang adil "
Iman Ali ra mengatakan,
" Berlebih-lebihan dalam mencela, menyalakan api keras kepala "

Kenikmatan Orang Tidak Berpuasa

Beberapa hari mulai banyak orang yang meminta atau mengundang saya untuk buka bersama. Senangkah ? Ya senanglah tapi .... Ayo tapi apa ? Ya tapi, ada sedihnya juga. Sedih bukan karena tidak berpuasa khan ? Itu, salah satu alasannya.

Sudah banyak orang yang mengupas tentang rahasia atau nikmatnya orang berpuasa. Banyak cerita atau hikmah yang disampaikan. Bagaimana dengan yang tidak berpuasa ? Adakah hikmahnya atau hanya sekedar kesenangan belaka yang ujung-ujungnya dikatakan dosa.

Ada seorang teman yang sudah beberapa tahun ini tidak berpuasa tetapi dia menyadari apa yang dilakukannya adalah dosa. Ketika saya menanyakan alasannya tidak berpuasa maka dijawabnya karena tidak ada niat. Kalau sudah bicara niat maka itu menjadi hak pribadi dan saya tidak bisa membantah atau menasehatinya. Karena bagi saya puasa di bulan Ramadhan adalh wajib dan pertanggung jawabannya kepada Allah. Dalam salah satu firmanNya di dalam Al Qur'an, Allah berfirman , " Puasa itu untuk Ku ". Maka itu hanya Allah yang berhak menilai baik yang berpuasa ataupun yang tidak berpuasa.

Tetapi saya tidak akan berpanjang lebar tentang dalil-dalil karena saya yakin orang berpuasa di bulan Ramadhan ini sudah sangat mumpuni tentang ilmu perpuasaan. Terus bagaimana dengan yang tidak berpuasa, dimana letak rahasia atau nikmatnya ?

Hampir sebagian besar umat Islam pernah mengalami kondisi tidak berpuasa karena sesuatu hal. Begitu juga dengan orang-orang non muslim. Rahasia orang yang tidak berpuasa itu letaknya pada masalah tanggung jawab moral yang memang seharusnya dipenuhi bahkan ada yang cenderung dipaksakan oleh pihak-pihak tertentu.

Kok dipaksakan oleh pihak tertentu ? Ya dipaksakan. Itu semua mengatas namakan penghormatan. Ingat jargon " Hormatilah Orang Berpuasa " Ada seorang teman yang dengan entengnya mengatakan, puasa di bulan Ramadhan itu wajib maka sudah seharusnya dijalankan dengan baik dan benar. Jadi mau ada orang makan atau minum, telanjang bulat atau mengganggu/menggoda maka biarkan saja wong niatnya puasa sudah bulat untuk Allah dan tidak perlu dilarang-larang.

Penghormatan itu bisa terjadi karena ada rasa segan. Rasa segan timbul karena orang yang dihormati tersebut telah menunjukkan sikap dan perbuatan (laku lampah) sehari-harinya baik dan layak untuk dihormati. Dari situlah saya berusaha untuk merenungkan dan mencari hikmahnya dari orang yang tidak berpuasa. Berikut adalah rahasia orang yang tidak berpuasa.
1. Ketika sebagian besar orang berpuasa maka hanya kita sendiri yang tidak berpuasa dan aktivitas makan-minum, merokok dan lain-lain dibatasi oleh tanggung jawab moral. Ada perasaan malu yang tertahankan bahkan takut akan banyaknya orang yang mencibir atau mentertawakan kondisi ketidak berpuasaan malah bisa dikatakan berdosa hehehehe. Tetapi itu bisa menjadi kenikmatan rasa kesendirian dimana nafsu amarah atau emosi terjaga karena merasakan adanya konsekuensi.

2. Setelah usai puasa bulan Ramdhan, ketika orang berpesta dengan atas nama fitrah dan bisa melakukan aktivitas seperti biasanya pada 11 bulan sebelumnya. Ehhh malah harus berpuasa untuk menggantikan hutang batal puasa. Ada hikmah yang didapat yaitu menahan kuatnya godaan saat banyak orang menikmati lezatnya makan-minuman, merokok dan lain-lain maka itu bisa menjadi kenikmatan tersendiri sebagai sebuah ketidaknyamanan yang harus diusahakan nyaman hehehe.

3. Merasakan kehilangan sesuatu yang berharga. Maksudnya ? Momen idul fitri dimana banyak orang merayakan secara suka cita setelah berjuang melawan hawa nafsu selama 1 bulan tetapi yang dirasakan oleh yang tidak berpuasa adalah adanya rasa kehilangan kefitrahan yang dimiliki sehingga terasa hambar. Ketidaknyaman tersebut itulah yang makin menyadarkan diri tentang makna keimanan.

Jadi bukanlah hal yang menyenangkan tapi menyadari adanya konsekuensi diri dalam setiap pengambilan keputusan. Oh begini toh kalau tidak berpuasa... oh begitu toh kalau berpuasa. Jadi tahu dan merasakan konsekuensi dari keduanya sehingga menyadari kalau diri ini bukanlah Tuhan.