Kamis, 30 September 2010

Konsekuensi Dan Tujuan

Sebelum saya mengulas lebih lengkap maka saya meminta pembaca untuk memperhatikan pola berikut : 1 = 5, 2 = 10, 3 = 15, 4 = 20, 5 = ???. Banyak orang akan menjawab 5 = 25. Alasannya adalah berdasarkan deret ukur. Memang betul kalau berdasarkan deret ukur tetapi perhatikan kembali polanya maka akan diperoleh jawaban 5 = 1 karena 1 = 5. 

Mengapa bisa begitu jawabannya ? Kebanyakan orang selalu memandang kehidupan di dunia dalam hitungan matematis tetapi tidak bagi Allah SWT. Semuanya akan kembali kepada Yang Satu yaitu Dia Sang Maha Pencipta. 

Logikanya sebagai berikut konsekuensi orang makan adalah kenyang, orang berbuat baik adalah pahala, orang bekerja adalah memperoleh penghasilan atau pendapatan berupa gaji. Hal itu secara terus menerus menjadi patokan pola pikir manusia. Akibatnya adalah akal pikir selalu dihubung-hubungkan dengan berbagai perhitungan yang rumit sehingga pada akhirnya akan membuat syaraf di otak mnjadi cepat aus alias tua sehingga terjadilah penurunan daya tangkap.

Padahal bukan konsekuensi yang dicari. Yang dicari adalah tujuan. Ya tujuan. Tujuan itulah lebih utama. Orang makan jelas akan kenyang. Orang minum jelas akan melepas dahaga. Tetapi  apakah hanya itu saja ? Jawabannya adalah tidak. Harus ada peningkatan kualitas dan pembaharuan diri. Secara fisik, terjadi peremajaan sel-sel syaraf sehingga selalu ada penyegaran dalam berpikir.

Peningkatan kualitas seperti apa ? Contiohnya kembali lagi adalah makan. Kita makan bukan hanya sekedar mengenyangkan perut tetapi harus jelas pola makan dan baik bagi kesehatan seperti jumlah asupan kalori harus seimbang dengan pengeluaran energi. Pola makan yang sehat dengan menyeimbangkan antara makanan asal nabati dan hewani. Lihat saja akibat dari ketidak seimbangan maka terjadilah penyakit dalam diri manusia seperti diabetes, jantung, kolesterol, kanker dan sebagainya. 


Demikian pula dengan bekerja. Kita bekerja bukan hanya untuk memperoleh gaji saja tetapi harus ada tujuan yang jelas. Kita bekerja untuk ibadah yaitu ibadah untuk diri sendiri dan kemaslahatan banyak orang. Dan ujung-ujungnya adalah kembali kepada yang satu yaitu Sang Maha Pencipta. Hal ini berlaku bagi semua aktifitas hidup sehari-hari.

Untuk itu diperlukan adanya evolusi berpikir yaitu pusatkan energi diri dan salurkan kepada tujuan yang ingin dicapai. Konsekuensi hanyalah akibat dan bukan sebab. Karena sebab itu hanyalah milik Allah SWT.  Begitulah yang terjadi bila kita mau beramal maka jangan pikirkan masalah jumlah hitungan pahala tetapi semuanya dilakukan karena Allah SWT. 

Apabila kita sudah mengerti tentang hakikat konsekuensi dan tujuan maka tidaklah heran banyak orang sudah dapat menemukan format atau bentuk bagi dirinya. Apakah mau lingkaran ? Segi empat ? Segitiga ? Atau lainnya.

Sekali lagi perhatikan pola kehidupan di dunia yang tidak absolut dan eksaktatetapi semuanya berjalan karena adanya keimanan kepada Sang Maha Pencipta agar kita bisa mengerti kelemahan yang ada dalam diri manusia yaitu ketakutan dan keserakahan.

Tanah Kuburan

Malam itu waktu menunjukkan pukul 01.30. Suasana jalanan di sekitaran Kebon Jeruk sepi dan hanya beberapa orang yang masih bersenda gurau di sebuah warung nasi. Tampaknya orang-orang tersebut sedang mengistirahatkan perutnya setelah makan nasi goreng buatan Mas Waryo yang terkenal enak.

Terlihat 3 orang anak muda sedang duduk di sebuah meja sambil bicara ngalor ngidul dan sesekali terdengar suara tawa. Sementara itu Mas Waryo hanya memperhatikan 3 anak muda tersebut dari gerobak nasinya. Sebuah kebetulan juga warung nasi tersebut berhadapan langsung dengan sebuah pemakaman umum yang dulu terkenal angkernya. Tetapi seiring perjalanan waktu suasana angker berangsur-angsur hilang karena kanan-kiri dan depan kuburan tersebut sudah dibangun beberapa bangunan diantaranya rumah sakit.

Tetapi tetap saja malam itu terasa sekali suasana yang bisa membuat bulu kuduk yang melihat kuburan tersebut menjadi naik. Rupanya canda 3 anak muda tersebut hanya sebagai kompensasi ketakutan mereka. Tiba-tiba datanglah seorang pria dengan tubuh tambun. Rupanya Mas Waryo sangat mengenal pria tersebut karena sering membantunya setiap malam. Hanya saja malam itu pria tersebut datang terlambat.

Kemudian Mas Waryo dan pria tambun tersebut bicara seadanya sambil menghitung penghasilan hari itu. Sesekali terdengar cerita seru dan menyeramkan dari mulut 3 anak muda. Tanpa terasa terjadilah perdebatan yang panjang tentang siapakah yang berani masuk ke kuburan pada mala itu. Masing-masing menyatakan keberaniannya.

Tetapi baru saja berdebatan tersebut berlangsung, tiba-tiba datang sebuah mobil sedang merapat ke warung Mas Waryo. Tampak 2 orang wanita, salah satunya wanita setengah baya mendekati ketiga anak muda tersebut. Mas Waryo dan pria tambun menduga kedua wanita tersebut ingin menanyakan sebuah alamat. Rupanya tidak.

Kedua wanita tersebut meminta pertolongan ketiga anak muda tersebut untuk mengambilkan tanah kuburan. Mendengar ucapan kedua wanita tersebut, ketiganya terdiam, saling berpandangan dan memberi kode untuk saling menun jukkan keberaniannya. Tetapi apa yang terjadi ?

" Maaf ya Bu, Kami di warung ini hanya tamu saja. Jadi kami tidak bisa membantu ibu "
Tampak kedua wanita tersebut menunjukkan wajah kecewa.

" Jadi siapa ya Mas yang bisa membantu kami untuk mengambilkan tanah kuburan. Ini penting sekali dan menyangkut nyawa orang "

Nyawa orang ? Ya nyawa orang. Tanpa dinyana pria tambun datang menghampiri kedua wanita tersebut.

" Maaf ya Bu. Ada yang bisa saya bantu ? "

" Oh ya Mas. Begini Mas, kami mau mengambil tanah kuburan di pemakaman tersebut " jawab wanita setengah baya sambil menunjuk pemakaman di depan warung.

" Ohhh begitu. Mengapa harus malam hari. Tadi saya mendengar kalau ini menyangkut nyawa orang. Ada apa ini, Bu ? "

" Benar, Mas. Ini menyangkut nyawa orang yaitu salah satu anggota keluarga kami yang ingin melahirkan "

" Melahirkan ??? Maksudnya Bu ??? " teriakan dan pertanyaan ketiga pemuda di hadapan kedua wanita tersebut.

" Ohhh itu ya. Pasti Ibu-ibu berasal dari suku B ya ? " ujar pria tambun tersebut.

" Lho kok Mas tahu ya ? Benar itu Mas dan ini harus segera diambil. Bisakah Mas mengambilkannya untuk kami ? "

" Saya hanya pernah mendengarnya saja. Sejak kapan saudara ibu yang mau melahirkan tersebut belum bisa mengeluarkan bayinya ? "

" Sudah hampir 13 jam lebih Mas. Tolong ya Mas. Nanti kemi berikan sejumlah uang "

" Nggak ... nggak usah Bu. Saya akan bantu "
Selanjutnya pria tambun tersebut segera masuk ke pemakaman umum dalam suasana yang sepi dan mencekam. Memang sesekali terdengar suara anjing menggonggong. Orang-orang yang mendengarnya akan merinding. Beberapa menit kemudian pria tambun tersebut keluar dari pemakaman dengan membawa sekepal tanah kuburan.

" Bu, ini sudah saya ambilkan tanah kuburan seorang wanita. Silahkan dimasukkan ke dalam plastik. Mas Waryo minta plastik kreseknya dong "
Mas Waryopun segera mengambil plastik kresek dan menyerahkannya.

" Ini sudah saya masukkan tanah kuburannya. Semoga saja dengan ini, saudara wanita ibu dapat segera melahirkan. Saya doakan lancar persalinannya "

" Amin. Waduh terima kasih sekali " Kemudian wanita setengah baya memberikan sesuatu kepada pria tambun tersebut.

" Eits ini apa Bu. Nggak usah. Saya ikhlas membantu kok "

" Nggak Mas, ini bagian dari syarat kebiasaan suku kami sebagai rasa ungkapan terima kasih. Terimalah Mas dan jangan ditolak. Nanti kami tersinggung lho " jawab wanita setengah baya tersebut.

" Tapi Bu ... "

" Sudahlah tidak usah tapi tapi... terimalah pemberian kami "
Akhirnya pria tambun tersebut menerima pemberian kedua wanita tersebut. Setelah Kedua wanita tersebut meninggalkan warung Mas Waryo. Kemudian pria tambun tersebut membuka amplop pemberiaan kedua wanita tersebut. Ternyata sejumlah uang sekitar Rp. 400.000. Wao banyak sekali. Mas Waryo pun sempat tersenyum.

" Emang malam ini rejeki Mas hehehe " ledek Mas Waryo.

" Bukan Mas Waryo. Ini rejeki kita bersama tapi tidak semuanya untuk kita. "

" Lantas Mas ??? "

" Sudahlah Mas Waryo. Ini 200 ribu buat Mas Waryo. Setengahnya lagi saya berikan kepada fakir miskin atau orang yang membutuhkan. Oke Mas ? "

" Lha buat Mas apa dong ? Khan Mas yang kerja " tanya Mas Waryo.

" Sudahlah, tidak usah tanya. "

" Omong-omong kok Mas tahu sih ada kebiasaan daerah seperti ini. Saya baru tahu nich Mas "

" Kami juga baru tahu Mas " teriak ketiga pemuda yang amsih nongkrong tersebut.

" Sudahlah. Khan saya bilang jangan banyak tanya hehehe... Mendingan kita dengar musik saja sambil minum kopi dan ngerokok hehehe ... "

Mas Waryo dan ketiga pemuda tersebut hanya bisa terbengong-bengong saja.


allykirana.blogspot.com


Benar-benar misteri tanah kuburan ihhhhh seram

Minggu, 26 September 2010

Jadi Gelandangan 100 Hari, Mau Nggak ?

Kalau saya membaca judul tulisan ini, kadang membuat saya tertawa. Tertawa ? Ya, tertawa karena saya sudah dapat membayangkan apa yang terjadi dan mungkin bagi banyak orang, hal ini adalah suatu hal yang aneh dan tidak ada kerjaan saja.

Kok bisa ? Wokeh, saya akan ceritakan mengapa saya menulis tentang judul tulisan ini. Sudah 3 kali saya dan rombongan Uyut pergi ke Sanghyang Sirah. Sesampainya di sana selalu saja kami menemui bebrapa orang yang sedang melakukan 'Laku" yaitu tinggal di Sanghyang Sirah dalam jangka waktu tertentu. Dalam jangka waktu tersebut, ada yang melakukan puasa sekian hari, tidak berpuasa hanya diam diri bahkan ada yang seperti piknik dengan segala perbekalan yang lengkap. Hampir semuanya seragam tujuannya yaitu ingin mendapatkan kesejatian ilmu diri (mengenal siapa diri secara hakiki).

Mungkin banyak orang yang merasa aneh dan mencibir tujuan mereka berdiam diri tersebut. Bagi saya itu sah-sah saja dalam pencarian ilmu di dunia. Saya tidak mau berkomentar banyak karena takut salah ucap atau menimbulkan ketersinggungan orang yang mempercayainya. Ya namanya mencari ilmu bisa melalui apa saja, dimana saja, siapa saja atau bagaimana saja.

Pada uraian tersebut saya anggap selesai. Tetapi ada yang masih mengganjal di hati ini ketika mereka mengatakan apa yang dilakukan itu adalah bagian dari mengasah ilmu. Nah ini yang menjadi pertanyaan saya kepada Uyut.

Benar saja, ada satu kasus menarik ketika kami ke Sanghyang Sirah terakhir. Kami bertemu dengan seorang pemuda yang sudah 3 bulan berdiam diri di Sanghyang Sirah. Kata pemuda itu, sebelum ke Sanghyang Sirah dia sudah berjalan sampai ke Aceh dari kampung halamannya di suatu daerah di Jawa Timur. Jadi dari Aceh balik lagi ke kampungnya tetapi sebelum pulang harus mampir dan berdiam diri di Sanghyang Sirah.

Kalau melihat penampilan pemuda tersebut, tampak tidak ada kesan penampilan seperti orang yang sedang mengelana jauh. Akhirnya Uyut bertanya kepada pemuda tersebut.

" Sudah berapa lama kamu di Sanghyang Sirah ? " tanya Uyut.

" Sudah 3 bulan Pak " jawab pemuda tersebut.

" Oh gitu, terus selama 3 bulan di Sanghyang Sirah. Sudah dapat apa ? "

" Belum dapat apa-apa Pak kecuali ketemu makhluk gaib pada saat puasa Ramadhan kemarin "

" Makhluk gaib ? Seperti apa bentuknya ? "

" Kalau bapak pernah menonton Mak Lampir. Nah seperti Gerandong. Tinggi besar, mata merah, mukanya hijau, raksasa dan menakutkan "
 
" Terus Grandong itu bicara sesuatu nggak kepada kamu ? "

" Tidak Pak, hanya menampakkan wujudnya saja "

" Ohhhh gitu ya ya ya ya "

' Bapak bertanya ada apa ya "

" Ah tidak saya hanya ingin tahu saja. Mengapa orang mau berdiam diri di sini sampai berbulan-bulan... hehehehe "

" Terus memangnya ada yang slah Pak "

" Oh tidak tidak ada yang salah. Semua khan tergantung niatnya dan apa yang diperintahkan gurunya ? "

" Ya saya menjalankan semua ini karena perintah guru saya "

" Benar perintah guru kamu ? Apa sudah dapat restu dari orang tua atau istri kamu kalau kamu sudah berkeluarga. Pengorbanannya luar biasa lho mas "

Pemuda tersebut langsung terdiam. Kemudian Uyut kembali bertanya,

" Apa tujuan kamu melakukan semua ini ? "

" Mencari dan mengasah ilmu kesejatian "

" Oh gitu. Tetapi mengapa harus berdiam diri ? "

" Khan namanya mendapatkan ilmu beginian sebaiknya di tempat yang sepi dan keramat seperti di sini "

" Hehehehe apa benar harus seperti itu ? Yang namanya mencari ilmu bisa dimana saja Mas. Apalagi berhubungan dengan ilmu yang sejati. Ilmu yang sejati harus seiring dan dan sejalan dengan pengamalan. Bukan hanya ilmu saja tetapi amalnya juga dijalankan. Nah itu yang dinamakan dengan Laku Lampah "

" Ohhh begitu Pak. Terus.... "

" Ehhh malah terus lagi hahaha... Kamu khan masih statusnya manusia dan secara sunatullah harus berinteraksi dengan manusia khan ? "

" Betul Pak eh Yut " pemuda tersebut merubah panggilannya dari bapak menjadi Uyut.

" Betul tapi kok kamu inginnya berinteraksi dengan makhluk yang tidak kelihatan seperti Grandong hahahaha. Yang namanya Guru Sejati sudah ada dalam diri setiap manusia dan tergantung bagaimana manusia mempelajari dan mau mengolahnya saja. Satu lagi jauhkan dari pikiran sesat. Wong kita ingin mengetahui diri sendiri dan ini dengan sendirinya berhubungan erat dengan Yang Menciptakan Diri Manusia. "

" Berarti apa yang saya lakukan ini slah Yut "

" Uyut tidak tahu apakah itu salah atau benar. Tanyakan kepada guru yang memerintahkan kamu. Apakah gurumu sudah menjalankan hal ini atau belum. hehehe "
" Terus bagaimana sebaiknya Yut "

" Sebaiknya .... hmmmm tanya ama yang lagi tidur itu " Uyut menunjuk cucunya yang berbadan tambun dan sedang rebahan di dalam mushola di Sanghyang Sirah.

" Mas mas mas saya mau tanya " pemuda itu rupanya mendekati orang yang ditunjuk Uyut.

" Ehhh ada apa ya Mas " tanya orang yang ditunjuk Uyut tersebut.

" Maaf mengganggu istirahat Mas. Saya disuruh oleh Uyut Mas "

" Tanya tentang apa ya ? "

" Uyut bilang kalau ingin tahu caranya mengasah dan mencari ilmu serta mengetahui guru yang sejati maka saya harus bertanya kepada Mas "

Orang yang ditunjuk Uyut tersebut memalingkan muka ke Uyut dan menjawabnya setelah mendapatkan kode untuk menjawab.

" Bagaimana Mas ? "

" Ohhh itu tho. Tetapi benar Mas mau ngejalaninya. Berat lho Mas "

" Wah sudah kepalang tanggung Mas. Mumpung saya kenal dengan Uyut dan belum pulang kampung. Pokoknya saya siap "

" Benar ya kalau kamu sudah bilang siap maka harus siap menjalankannya dengan segala resikonya. "

" Siap Mas. Terus bagaimana ? "

" Wokeh caranya Jadi Gelandangan 100 hari. Mau nggak ? "

" Gelandangan 100 hari hmmmm. Bolehlah saya coba !!! "

" Jangan coba Mas. Ini harus dijalankan dengan serius. Pokoknya lahir batin lah "

" Siap Mas Siap saya menjalankannya. Bagaimana Mas ? "

" Hehehehe benar-benar nekad kamu ya. Caranya adalah kamu baca tulisan ini, ini dan ini. Wokeh ! Jalankan dan Uyut yang akan membimbing kamu. Sanggup ??? "

Pemuda itupun terdiam dan berpikir kembali

" Tolong dipikirkan kembali. Dan jangan kaget kamu akan mengalami seperti ini "

unic77.blogspot.com

Kemudian Uyut dan rombongan meninggalkan pemuda tersebut sambil menyerahkan sepucuk kertas. Saya tidak tahu apa isi yang tertulis di kertas tersebut.

Kisah Sang Pramuria (III)

Seminggu kemudian, aku memenuhi janjiku kepada Mira. Kudatangi tempat kos Mira dan langsung aku mengajaknya menemui mucikari yang selama ini induk semangnya. Tanpa basa basi aku mengatakan kepada mucikarinya bahwa aku berniat untuk membebaskan Mira dengan membayar semua yang menjadi beban Mira selama ini.

Awalnya mucikari Mira kaget dan tersentak mendengar maksud kedatanganku. Tetapi setelah melalui pembicaraan yang alot, akhirnya tercapailah kesepakatan antara aku dengan mucikari tersebut. Aku harus membayar sejumlah uang sebagai pengganti tanggungan Mira kepadanya. Aku langsung menyanggupi dan dalam waktu 3 hari uang sudah kuserahkan kepadanya.

Setelah itu aku merasakan adanya sedikit yang lepas dan kupeluk Mira dengan perasaan sayang walaupun semuanya akan terasa lega pada tiga hari kemudian.

" Mas Widi, terima kasih ya. Cuma itu yang bisa saya katakan dan sungguh saya tidak bisa berkata apa-apa lagi "

" Sudahlah Mir. Yang penting beban berat yang kamu tanggung selama ini segera berakhir "

Tiga hari kemudian Aku berhasil mendapatkan uang sebesar yang diinginkan mucikari Mira. Aku menjual mobil kijang dan sisanya dari tabunganku. Lega hati ini dan hari itu merupakan hari yang takkan pernah kami lupakan. Itulah hari pembebasan Mira sebagai wanita tanpa embel-embel negatif lagi.

Kemudian aku mengajak Mira pergi meninggalkan tempat lokalisasi tersebut dan saat itu juga aku mencarikan tempat tinggal baru untuknya. Kebetulan aku sudah mendapatkan tempat tinggal baru Mira sehari sebelumnya. Tampak wajah bahagia yang menyelimuti Mira dan berulang kali Mira memelukku dan mengucapkan rasa syukurnya.

Apakah segalanya sudah selesai ? Belum. Aku menganggap bahwa inilah awal kehidupan kami berdua. Aku menyadari makin banyak rintangan dan cobaan di kemudian hari. Diantaranya adalah masalah status Mira yang belum diceraikan oleh suaminya, Dahlan dan dari keluargaku sendiri. Apakah orang tuaku mau menerima kondisi dan latar belakang Mira ?
Hari berganti hari, kemesraan kami makin kental tapi kami terus menjaga norma-norma agama dalam hubungan ini. Menariknya, Mira mulai menunjukkan perubahan yang lebih baik. Ibadah sholatnya tidak pernah lepas malah Mira sering kali mengingatkanku setiap waktu sholat.

" Kamu telah berubah, Mir. Saya makin sayang padamu "

" Ini semua berkat bimbingan Mas Widi selama ini. Terima kasih ya Mas "

" Saya juga ingin mengucapkan terima kasih karena kamu sering kali mengingatkan saya untuk sholat tepat waktu. "

Kemesraanku dan Mira makin lama makin bertambah dan bukan lagi cinta tapi sudah kasih sayang yang dilandasi oleh kesucian hubungan manusia berlainan jenis kelamin. Apalagi keluargaku tidak mempermasalahkan latar belakang Mira. Malah mereka mendukung hubungan kami berdua dan mengharapkan adanya hubungan yang lebih jauh yaitu perkawinan.

Tetapi aku merasa ada sesuatu yang mengganjal di hati. Aku selalu berfirasat suatu hari suami Mira akan mencarinya dan menuntut haknya sebagai suami karena secara hukum negara mereka berdua memang belum bercerai walaupun secara agama mereka berdua telah sah bercerai.

Benar saja apa yang saya kuatirkan terjadi. Suatu hari Mira menelponku dan mengatakan kalau dia baru saja bertemu dengan suaminya. Segeralah aku meluncur ke tempat kosnya. Diceritakan kalau suaminya mendapatkan informasi dari mucikari Mira dulu tentang keberadaan Mira saat ini. Kemudian suaminya menuntut haknya sebagai suami. Mira marah sekali karena suaminya tidak punya hak lagi atas dirinya. 0ira tahu kalau itu hanya akal-akalan suaminya untuk menguras harta yang dimilikinya . Padahal suaminya tahu kalau Mira sudah tidak bekerja lagi tapi tetap saja memaksa dengan alasan Mira bisa memintanya dari aku. Sungguh lelaki kurang ajar dan tidak tahu diri. Kusarankan agar Mira segera mengurus surat perceraiannya lewat pengadilan agama. Akhirnya Mira berjanji akan segera mengurusnya.

Dalam waktu satu tahun, Mira resmi bercerai dari suaminya berdasarkan keputusan pengadilan agama Cirebon walaupun suaminya tidak pernah hadir dalam setiap proses persidangan. Pada akhirnya suaminya setuju juga menandatangani keputusan pengadilan agama tentang perceraian mereka. Sejak saat itu Mirapun resmi menjadi janda. 

Dengan keputusan tersebut, aku semakin mantap untuk menikahi Mira. Dalam waktu 6 bulan kemudian aku dan Mira sepakat untuk melangsungkan pernikahan. Sungguh perjuangan yang luar biasa dari cinta kami berdua. Ingin rasanya hari pernikahan segera tiba dan tidak perlu menunggu waktu lama tapi mau apa lagi karena orang tuaku punya pertimbangan yang lain.

Allah memang Maha Segala-galanya. Kita hanya bisa berencana tetapi Allah yang punya kuasa dan kehendak. 2 bulan menjelang pernikahan kami, tiba-tiba Mira merasakan sakit kepala yang luar biasa disertai dengan muntah-muntah. Aku pikir Mira hanya masuk angin biasa karena terlalu semangat mempersiapkan pernikahan kami sehingga lupa makan dan istirahat. Ternyata sakitnya tidak hanya sekali atau dua kali saja tapi hampir setiap hari Mira mengalaminya. Berat tubuhnya turun drastis.


Akhirnya aku memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Awalnya dokter mengatakan kalau Mira hanya keletihan saja. Tetapi setelah dilakukan tes darah maka baru diketahui kalau Mira positif mengidap virus HIV. Berita itu seperti petir menghantamku di waktu siang hari. Aku terdiam dan tidak tahu lagi apa yang harus kukatakan. Berulang kali Mira menangis meratapi nasibnya apalagi setiap melihat diriku, Mira makin drop mentalnya. Mira selalu menyalahkan dirinya dan merasa bersalah di hadapanku.

Memang berat menerima kenyataan ini tetapi aku berusaha untuk tegar dan memantapkan diri untuk menerima Mira apa adanya dengan selalu berdoa kepada Allah setiap sholat malam. Tetap saja Mira merasa bersalah dan mengatakan kalau dirinya tidak pantas untuk diriku. Dengan ketekunan dan kesabaran yang luar biasa setiap hari kuyakinkan Mira bahwa aku tetap akan menikahinya dan siap menanggung resiko di kemudian hari. Aku hanya berpikir mungkin ini adalah ujian Allah kepada kami untuk mengetahui sejauh mana cinta kasih kami berdua. Akhirnya Mirapun menyadari dan tetap tegar menerima nasibnya.

Manusia boleh punya rencana tapi Allah yang mempunyai kuasa dan kehendak. Satu minggu menjelang pernikahan kami, Mira masuk kembali ke rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri. Disamping itu penyakit AIDS-nya makin menggerogoti tubuhnya. Berat badan Mira turun drastis dan kulitnya makin kusam serta wajahnya tampak tirus kelihatan lekukan tulang. Tetapi aku tetap mencintainya dan berusaha selalu membisikkan ke telinga kalau hari bahagia itu sudah di depan mata. walaupun Mira terbujur kaku di tempat tidurnya.

Suatu hari aku mendapat panggilan dari dokter yang merawatnya. Dokter menerangkan kepada saya kalau umur Mira hanya tinggal hitungan hari. Dokter mengatakan telah berusaha secara maksimal tetapi penyakit AIDS-nya sudah memasuki stadium 4 dan aku disarankan untuk pasrah menerima kemungkinan yang terburuk. Aku hanya bisa meratapi nasib Mira tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Air mata ini sudah tidak dapat berlinang air mata lagi.

Beberapa jam kemudian, Mira menghembuskan nafasnya yang terakhir. Yang membuatku terkejut adalah di pipinya keluar mata seperti ada kepedihan yang mendalam di hatinya untuk meninggalkan diriku selamanya. Aku menangis tersedu-sedu dan kucium dahinya sambil membisikkan asma Allah. Aku ikhlas menerima kepergiannya dan berusaha untuk mengerti kehendak Allah atas kehidupan Mira yang hanya sampai disini. Betapa malang nasibmu, Mira. Selama ini Kau hidup dalam penderitaan tapi aku tahu saat ini kau bahagia kembali ke pangkuan Sang Pencipta.

Setelah 2 bulan meninggalnya Mira, dengan kesedihan yang mendalam aku memutuskan untuk pergi mengelana kemanapun mengikuti apa kata hatiku. Aku melakukannya agar dapat melupakan kenangan indah bersama Mira. Tanpa kusadari kaki ini membawaku menjadi seorang pengelana kehidupan.



Kisah Sang Pramuria (II)

Waktu terus berlalu tanpa terasa sudah 1 bulan lamanya aku tidak bertemu Mira sejak peristiwa malam itu. Kesibukan mengurus kelompok tani jahe di Sukabumi yang membuat energi dan pikiranku terfokus ke sana. Apalagi musim panen telah tiba maka aku harus lebih rajin mengontrol hasil panenan jahe emprit yang akan dikirim ke pabrik jamu.
Pada suatu hari, aku pergi ke Pasar Raya Manggarai untuk bertemu dengan mitra bisnisku. Tanpa diduga sewaktu melewati sebuah gerai pakaian wanita, aku melihat seorang wanita yang tak asing bagiku. Setelah memperhatikan beberapa saat maka aku menghampirinya. Dan benar saja, wanita itu adalah Mira. Ya, Mira. Wanita yang sempat membuatku kalang kabut akibat perbuatannya dulu. Pikirku sedang apa Mira di gerai pakaian tersebut.


Ilustrasi (albumcovers.toomanyvoices.com)

Betapa kagetnya Mira setelah melihat aku di hadapannya. Tampak Mira diam tersentak. Selanjutnya senyum di bibirnya menyambut kedatanganku. Langsung dia menyalami aku sambil mencium tangan. Dari wajahnya aku tahu kalau dia merasa gembira bercampur sedih. Air matanya berlinang di pipinya.

" Apa kabar Mas Widi ? "

" Baik, Mir "

" Kukira tak bakalan ketemu Mas lagi "
 
" Maafkan saya, Mir. Ini semua karena kesibukan ku di Sukabumi. Oh ya bagaimana kabarmu, Mir ? "

" Masih seperti dulu Mas "

Aku terdiam ketika mendengar jawabannya. Untuk mencairkan suasana maka aku mengajaknya ke sebuah restauran siap saja. Di sanalah kami berbicara sambil melepaskan kekagetan saat bertemu tadi.

" Aneh ya Mas, kita bisa ketemu di sini ? "

" Mungkin sudah kehendak Tuhan hehehe "

" Maaf, Mas. Apakah saya mengganggu acara Mas hari ini ? "

" Ahhh tidak Mir. Sudah selesai kok acara saya. Kebetulan mitra bisnis saya ingin bertemu di sini dan sudah rampung. Tadinya saya ingin pulang. Tahunya malah ketemu kamu. Kamu sedang apa disini, Mir ? "

" Biasa Mas, namanya juga perempuan yaa acaranya belanja terutama pakaian dan celana dalam hihihihihihi maaf ya Mas "

" Kamu itu masih saja seperti itu hehehehe "

" Kirain aja Mas tergoda hehehehe "

" Hush malu didengar orang "

" Oh ya Mas, sebetulnya aku kangen sekali sama Mas Widi. Tapi saya maklumi kalau saya ini siapa dan tahu Mas punya kesibukan yang lain "

Mira memandangiku dengan tatapan memelas sambil meyalakan rokoknya.

" Bukan itu, Mir. Ini cuma kesibukan saya saja yang memerlukan perhatian lebih kepada petani binaan di Sukabumi. "

" Petani binaan ? Apa itu Mas ? "

" Sebetulnya kelompok tani yang saya bina untuk menanam jahe buat memasik pabrik jamu "

" Wao, Mas Widi hebat sekali "

" Ahhh tidak juga. Saya hanya sebagai fasilitator saja. "

" Tetap Mira bilang Mas Widi hebat. Karena jarang ada orang yang mau terjun dan membina petani hehehehe. Sok tahu Mira ya Mas "

" Mira...Mira... saya senang melihat kamu bahagia. "

" Terima kasih Mas. Hanya Mas Widi yang bisa membuat Mira bahagia hehehehe "

" Ahhh bisa saja kamu "

" Mira serius kok, Mas Widi beda dengan laki-laki yang Mira kenal selama ini "

Akupun terdiam dan menatap wajah Mira. Aku merasakan adanya kedekatan batin dengan Mira dan tidak tahu mengapa ini bisa terjadi. Apakah aku mulai jatuh cinta kepadanya. Tetapi aku takut kalau ini semata-mata karena rasa kasihanku saja kepadanya.

" Oh ya sudah hampir maghrib. Apakah kamu tidak dicari ,,,, "

" Mira off kok hari ini Mas. Apakah Mas ada janji dengan orang lain ? "

" Tidak, Mir. Oh ya Mir, boleh saya bertanya sesuatu kepadamu. Sebelumnya saya minta maaf kalau pertanyaan ini menyinggung perasaanmu "

" Kok minta maaf sich. Perempuan seperti saya sudah biasa dikatakan macam-macam Mas. Mas Widi boleh tanya apa saja "

" Mir, sampai kapan kamu melakukan pekerjaan ini ? "

Wajah Mira tampak kaget dan merubah cara duduknya.

" Ehemmm, oh itu Mas. Mira bingung menjawabnya dan tidak tahu kapan Mira bisa lepas dari pekerjaan ini. Kayaknya tidak mungkin Mira meninggalkan pekerjaan ini "

" Memangnya kenapa Mir ? "

" Sulit untuk dikatakan karena melibatkan banyak pihak dan cengkeramannya kuat sekali untuk melepasnya "

" Apakah ini berhubungan dengan para preman dan germo di lokasi itu ? "

" Salah satunya Mas dan ini yang paling berat "

" Beratnya dimana ? "

" Tahu tidak Mas, mengapa Mira katakan berat karena ceritanya panjang sekali "

" Saya kurang mengerti apa maksud kamu tapi saya akan bantu kamu kalau memang kamu bisa lepas dari jeratan mereka "

" Tetapi Mas... "

" Oke oke saya mengerti. Apakah ini berhubungan dengan uang ? Berapa besar uang yang harus dibayar agar kamu bisa keluar dari pekerjaan itu ? "

" Besar Mas besar sekali. "

" Saya serius Mir. Katakan berapa ? "

Akhirnya Mira menyebut nilai rupiah yang harus dibayar kepada mereka yang merasa memilikinya. Disamping itu ada beberapa biaya diantaranya biaya tempat tinggal, pakaian, kosmetikdan lain-lain. Kalau dijumlah bisa mencapai hampir seratus juta. Aku terkejut mendengarnya dan merenung sejenak.

" Besar sekali Mir "

" Ya itulah mengapa saya katakan tidak mungkin. Selain itu Mira harus membayar sisa hutang suami Mira dulu "

" Suami ? "

" Ya, suami tapi sudah mati "

" Mati ? Maksudnya ? "

" Mira anggap dia sudah mati karena gara-gara perbuatannya yang menyebabkan Mira terjerumus di tempat itu. Dia meninggalkan Mira setelah menjual Mira kepada germo di tempat itu untuk membayar hutang judinya "

" Jahat sekali, suamimu Mir. Sampai sekarang kamu tahu keberadaannya ? "

" Mira tidak tahu Mas maka itu Mira anggap dia sudah mati "

Emosi sekali raut muka Mira saat mengatakan suaminya sudah mati. Terpancar rasa dendam yang membara di hatinya.

" Istighfar Mir Istighfar ... tabahkan hatimu ya "

" Hiks hiks hiks maafkan saya Mas Widi "

" Saya terharu mendengarnya dan prihatin dengan perjalanan hidup kamu. Kamu yang masih muda sudah mendapatkan cobaan seberat ini "

" Terima kasih, Mas Widi. Hanya Mas yang mengerti dan Mira tidak pernah menceritakan ini kepada orang lain. "

Kemudian Mira menceritakan awal perkenalannya dengan suaminya. Ternyata suaminya bernama Dahlan, teman sekolahnya di SMA dulu. Sejak SMA, Mira dan Dahlan memang berpacaran. Dahlanlah yang menemani Mira saat pemakaman kedua orangtua dan adik Mira. Dan Dahlan pula yang membiayai Mira menyelesaikan studinya di SMA. Setahun kemudian Dahlan melamar Mira dan menikahlah mereka berdua.

Sebagai anak yatim piatu yang hidup sendiri tanpa sanak saudara di Cirebon, Mira menganggap Dahlan sebagai suami sekaligus pelindung dirinya yang bisa dihandalkan. Tetapi seiring perjalanan waktu, Dahlan mulai menampakkan sifat aslinya yaitu suka main judi. Akibatnya semua penghasilannya ludes di meja judi bersama teman-temannya sampai mempunyai hutang yang nilainya besar sekali kepada bandar judi. Dahlan menjadi gelap mata karena dia merasa terancam nyawanya sehingga memutuskan menjual Mira kepada bandar judi. Oleh bandar judi tersebut, Mira dijual lagi kepada temannya seorang germo di Jakarta. Itulah sebabnya Mira sampai terdampar di lokalisasi tapi Dahlan tidak berbuat apa-apa malah menghilang tanpa jejak meninggalkan.

" Tragis sekali nasibmu Mir. Saya tidak bisa lagi mengatakan apapun tapi ini harus ada solusinya "

" Solusi ? Jangan Mas jangan. Mira tidak mau Mas Widi sampai mengorbankan apa yang Mas miliki hanya demi Mira "

" Tidak Mir tidak. Saya yakin ini pasti ada solusinya "

" Sudahlah Mas, Mira tidak ingin membebani Mas Widi "

" Saya tidak merasa terbebani. Semua ini kulakukan demi kamu "

Aku memegang tangan Mira untuk meyakinkan dirinya dan air mata Mira berlinangan di pipinya.

" Demi saya Mas "

" Ya demi kamu. Saya sayang kamu Mir "

" Jangan Mas jangan katakan itu. Mira tidak pantas mendapatkannya dari pria sebaik Mas "

" Terus terang saya benar-benar sayang kamu Mir. Mungkin kamu akan kaget tapi ini tulus dari batinku yang suci. "

Kemudian Mira memeluk aku dengan eratnya dan tangisnya terus menderai.

" Sabar ya Mir sabar. Saya akan usahakan mencari jalan supaya kamu keluar dari tempat itu. ini janji saya sama kamu "

" Mas... "

Ditutuplah bibir Mira dengan kedua jari tanganku untuk tidak berkata apa-apa lagi

" Seminggu lagi saya akan menemui mereka dan berusaha mengeluarkan kamu dari sana "

Terdengarlah suara azan Maghrib maka Widi mengajak Mira untuk sholat Maghrib di musholla milik mall tersebut. Setelah selesai sholat Maghrib, Widi mengantar pulang Mira ke tempat kosnya yang letaknya tak jauh dari tempatnya biasa mangkal.

&&&
 
Apa yang akan dilakukan Widi untuk membebaskan Mira ? Bagaimana cinta kasih mereka selanjutnya ? Kayaknya harus bersambung lagi dech. Capek nich duduk sambil ngetik jadi istirahat dulu ya. Ojo nesu lho :)

Kisah Sang Pramuria (I)

Mengapa Di Dunia Ini
Selalu Menertawai
Hidupku Yang Hina Ini
Berteman Dengan Seorang Gadis
Mengapa Semua Manusia
Menghina Kehidupannya
Mencari Nafkah Hidupnya
Mencari Nafkah Hidupnya

Semuanya itu Tiada Arti Bagiku
Kuanggap Sebagai Penguji Imanku
Kiranya Tuhan Jadi Saksi Hidupku
Betapa Sucinya Jalinan Cintaku
Walaupun Hinaan Ini
Ditujukan Pada Diriku
Namun ku Selalu Tersenyum
Karena Cintaku Suci Padanya
(lirik lagu Kisah Sang Pramuria)

Saat itu waktu menunjukkan pukul 21.30 WIB, bus PPD jurusan Cililitan-Senen yang aku tumpangi mogok di tengah jalan. Persisnya di daerah Prumpung. Penumpang yang hanya berjumlah 8 orang berhamburan keluar bus. Kemudian supir meminta kami untuk menunggu bus PPD jurusan yang sama lewat daerah tersebut.

Setelah 30 menit menunggu, dengan badan yang masih lelah dari perjalanan ke Sukabumi maka aku memutuskan untuk meneruskan perjalanan dengan jalan kaki sambil berharap ada bus lain yang menuju Senen. Walaupun sudah jarang bus yang lewat pada malam itu karena sebagian besar bus jurusan Senen melalui jalan tol. Tetapi aku tidak putus asa.


Ilustrasi (www.mattresspolice.com/%3FPostID%3D479)

Baru beberapa ratus meter aku berjalan, tampak beberapa perempuan muda berdiri di pinggir jalan dengan riasan wajah yang menor dan berpakaian serba seksi. Para perempuan muda itu memanggil para lelaki yang lewat. Ku tak tahu apa maksud mereka memanggil para lelaki. Anehnya ada beberapa lelaki dengan menggunakan sepeda motor dan taksi yang berhenti dihadapan perempuan-perempuan tersebut. Tetapi aku terus saja berjalan dan masa bodo dengan tingkah laku perempuan-perempuan tersebut.

Tiba-tiba entah siapa yang berteriak, aku pun ikut dipanggil. Tampak tiga orang perempuan sambil tersenyum kepadaku. Akupun menghampiri mereka untuk mengetahui apa maksud mereka. Ada perasaan kuatir menyelimuti diriku. Akhirnya kuberanikan diri untuk bertanya siapakah gerangan yang memanggil. Kuperhatikan satu per satu wajah ketiganya. Baru saja aku ingin bicara, tiba-tiba salah satu dari mereka segera mendekati dan menarik tanganku ke suatu tempat.

" Disini lebih enak untuk bicara "

" Tapi apa maksud kamu membawa saya kesini. Sudah tempatnya gelap lagi "

" Hehehehe saya tahu Mas akan tertarik dengan panggilan saya "

" Ohhh jadi kamu yang memanggil saya "

" Ya "

" Terus apa maksud kamu memanggil saya "

" Ahhh Mas kayak tidak tahu saja. "

" Memang saya tidak tahu "

" Pokoknya Mas ikut saya saja. Saya akan memberitahu apa maksud saya "

" Nanti...nanti dulu kamu ini pelacur ya "

Belum sempat perempuan muda itu menjawab, seorang pria berwajah garang mendekati kami.

" Mas sudah deal khan dengan Mira "

" Apa maksudnya deal " tanyaku.

" Saya tidak mau tahu. Buktinya kamu sudah berpegangan tangan dan bicara mesra dengan Mira di tempat gelap. Ayolah Mas, kalau mau saya bisa carikan motel di sekitar Jatinegara "

" Motel ??? Saya tidak tahu maksudnya apa ? "

Buru-buru Mira menarik tanganku dan membawaku pergi dengan taksi yang kebetulan. Aku masih bingung dengan apa yang dilakukan perempuan yang bernama Mira. Akhirnya taksi berhenti di sebuah motel sekitar Kampung Melayu. Kubayar taksi itu dan seperti orang terkena hipnotis kuikuti Mira masuk ke dalam Motel. Kulihat Mira sangat dikenal oleh orang dalam Motel. Akhirnya aku dibawanya ke sebuah kamar. Sampai di kamar aku masih bingung dan bertanya-tanya.

" Sekarang kita aman disini "

" Apa maksud kamu ? "

" Tahukah kamu, siapakah pria yang memaksa kamu untuk deal dengan saya ? "

" Tidak tahu "

" Dia itu preman di kawasan tersebut. Selain bertugas menjaga keamanan, mereka juga bertindak sebagai calo perempuan-perempuan yang mejeng di situ "

" Benar khan apa yang saya katakan kalau kamu pelacur "

" Memang benar saya pelacur "

" Kalau begitu saya pulang "

" Silakan kamu pulang tapi jangan salahkan saya kalau tepat kamu berada di luar, preman-preman sudah menunggumu di depan motel untuk meminta bayaran. "

" Bayaran ? Bayaran apa ? Saya tidak melakukan apa-apa kok suruh bayar "

" Mereka tidk mau tahu. Tahunya kamu telah menggunakan jasa saya. Lagipula kamu tidak kasihan kepada saya."

" Itu urusan kamu. Saya tidak mau tahu, "

" Tolong saya, Mas. Mereka akan memukuli saya karena tidak membayar jasa mereka "

" Kok bisa kamu yang dipukuli "

" Ya, Mas bisa saja lolos atau membayar palakan mereka. Kalau saya bagaimana ? Mereka hanya tahu saya telah mendapatkan bayaran dari Mas karena telah memakai jasa saya. "

" Maksud kamu ? "

" Setiap tamu yang membayar jasa saya maka 10% dari uang bayaran itu harus diserahkan kepada mereka dengan alasan jasa keamanan. Belum lagi buat germo yang membawahi saya. "

" Hahhhh jadi kamu hanya mendapatkan..... "

" Begitulah Mas, aturan main disini. Tolongi saya, Mas. "

" Tapi saya bukan laki-laki yang suka beginian "

" Saya mengerti tapi tolongi saya "

" Ok, saya akan tolong kamu...siapa nama kamu "

" Mira, Mas "

" Oh ya Mira. "

" Terus bagaimana Mas ? "

" Mau tidak mau kita menginap di Motel ini "

Mimpi apa aku semalam dan salah apa aku selama ini sampai mengalami kejadian ini. Bagaimana kata orang-orang yang kukenal kalau tahu aku berada di Motel bersama pelacur.

" Mas... mas... mas " Teriakan Mira menyadarkan lamunanku.

" Apaaa ? "

" Kok melamun Mas "

" Bagaimana tidak melamun, saya lagi bingung dengan apa yang dialami malam ini "

" Daripada bingung, bagaimana kalau.... "

" Kalau apa ? Tidak dan tidak mungkin aku melakukannya. Aku masih ingat Tuhan dan takut dosa kepadaNya "

" Hihihihi Mas pikirannya negatif saja "

" Benar khan, kamu mau mengajak saya begituan "

" Tidaklah Mas, saya tahu Mas orang alim dan baik. Maksud saya daripada bengong bagaimana kalau kita pesan makanan. Perut saya sudah lapar. Mas, tidak lapar ? "

" Benar juga kamu, Mir. Tolong pesankan nasi goreng dan es jeruk. Terserah kamu mau pesan apa ? "

Aku pikir benar juga apa yang Mira lakukan dengan memesan makanan sambil menghabiskan waktu yang menjenuhkan. Biar seolah-olah kami dianggap melakukan long time service.

Setelah makan, aku duduk di bangku sambil menonton televisi. Sementara Mira tidur-tiduran di tempat tidur. Beberapa kali Mira sempat menggodaku dengan memperlihatkan kemolekan tubuhnya dan sesekali menyingkapkan pakaiannya agar kelihatan paha mulusnya. Tetapi aku tetap tidak menghiraukannya.

" Mas...mas "

" Apa ? "

" Bolehkah Mira tahu nama Mas ? "

" Memangnya kenapa kamu ingin tahu nama saya ? "

" Ingin tahu saja, Mas khan sudah tahu nama saya. Jadi... "

" Panggil saja saya Widi "

" Jadi namanya Widi hehhe "

" Kok kamu tertawa "

" Seperti nama adik kandung saya "

" Ohhh gitu ya, Terus kalau sama emangnya kenapa ? "

Mirapun terdiam dan menangis. Aku sempat terkejut ketika mendengar tangisannya.

" Ada apa dengan adikmu, Mir ? "

" Adik kecilku yang paling kusayangi Mas "

" Terus kenapa ? "

" Aku jadi teringat waktu masa kecil bersamanya saat kami tinggal di Cirebon "

" Ohhh jadi kamu orang Cirebon "

" Bukan Mas, saya orang Subang dan tinggal di Cirebon karena ayah pindah kerja di sana "

" Lantas... "

" Masa-masa yang membahagiakan sampai kami sekeluarga mengalami musibah sekitar 2 tahun yang lalu "

" Apa yang terjadi dengan keluargamu ? "

" Waktu itu aku masih duduk di SMA kelas 2. Ayah, ibu dan adik sedang pergi ke Subang untuk menghadiri acara pernikahan salah satu saudara sepupu ibu. "

" Kemudian... "

" Ayah, ibu dan adik sempat menghadiri acara pernikahan tersebut. Tapi pada saat pulang ke Cirebon, di tengah jalan mereka mengalami kecelakaan. Mobil ayah bertabrakan dengan bus dan hancur berantakan. Ayah, ibu dan adikku meninggal dunia di tempat. "

" Tragis sekali nasib keluargamu , Mir "

Mirapun menangis tersedu-sedu dan tak menyangka kalau malam pertama bertemu denganku malah mengingatkan kembali memori lamanya yang sangat menyedihkan. Aku hanya bisa diam dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

" Sabar ya Mir. Ayah, ibu dan adikmu telah bahagia di alam sana. "

" Mereka bahagia tapi aku tidak bahagia malah telah berbuat nista dengan pekerjaanku sekarang. Kenapa aku tidak dipanggil sekalian oleh Tuhan agar bisa berkumpul dengan mereka. " teriak Mira dengan tangisannya yang belum reda.

" Sudahlah Mir, kamu harus bisa menerimanya dan jangan menyalahkan takdir Tuhan "

" Tapi Mas... " Langsung saja kupeluk Mira untuk meredakan emosinya. Beberapa saat kemudian kulepas pelukanku.

" Maafkan saya, Mir "

" Tidak apa-apa Mas. Saya tahu Mas hanya ingin menenangkan saya. "

Tanpa terasa, waktu subuh tiba maka segeralah aku bangun dan siap-siap ingin pulang.

" Mau kemana Mas ? "

" Saya ingin pulang. Sudah subuh Mir. "

" Kita masih punya waktu lama Mas. Kenapa harus buru-buru "

" Saya harus pulang, Mir. Saya kuatir keluarga mencari keberadaan saya karena mereka tahu saya pulang tadi malam "

Segera aku keluarkan uang dari dompetku dan kubayar tarif pelayanan Mira dengan sedikit tambahan uang dariku.

" Tidak usah bayar Mas "

" Mengapa ? Aku khan telah menggunakan jasamu "

" Tidak usah, Mas. "

" Lalu bagaimana dengan preman dan germo itu "

" Biar itu menjadi tanggung jawab saya "

" Tidak, Mir. Kamu tidak boleh begitu. Saya tetap akan bayar "

" Tapi Mas... "

" Sudahlah, kamu tenang saja. Suatu saat kita bisa bertemu kembali. Saya akan menemui kamu kembali "

" Terima kasih Mas. Malam yang indah sepanjang hidup saya. Senang sekali hati ini. Tapi benar khan mas akan menemui saya "

" Saya janji, Mir. Tapi bukan dalam situasi seperti tadi malam ya hehehe "

" Terima kasih "

Akupun memberikan uang kepada Mira. Mira menerimanya dengan suka cita dan mencium tanganku saat aku akan meninggalkan kamar. Malam yang sangat berkesan dan penuh dengan kejutan.

&&&&&

Pertanyaannya adalah apakah benar Widi akan menemui Mira ? Apakah yang menyebabkan Mira terjerumus ke dalam dunia prostitusi ? Ikuti cerita selanjutnya. Komputernya harus istirahat dulu takut jebol kayak kemarin. Khan penulisnya jadi repot untuk menulis cerita selanjutnya. Lagipula kasihan juga HP kesayanganku dipakai terus menerus hehehehe